Ourvoice.or.id- Thailand, yang dikenal liberal terhadap seksualitas, dapat menjadi negara pertama di Asia yang melegalisasi pernikahan sesama jenis.
Seiring berlanjutnya perdebatan mengenai pernikahan sesama jenis di negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat, Thailand dapat menjadi negara pertama di Asia yang melegalisasi hal itu dengan pembuatan rancangan undang-undang pernikahan homoseksual.
Thailand dikenal dengan sikap liberal terhadap seksualitas, namun rancangan undang-undang yang direncanakan dibuat tahun ini, bukannya tidak mengundang kontroversi.
Thailand tidak pernah melarang homoseksualitas dan banyak orang mengatakan budaya Buddhis mendorong penerimaan lebih besar atas perbedaan seksual.
Namun sebuah survei yang dilakukan tahun lalu memperlihatkan bahwa 58 persen masyarakat Thailand masih memegang kepercayaan tradisional bahwa pernikahan sesama jenis itu tidak alami dan memberikan contoh yang buruk bagi anak-anak.
Wirat Kalayasiri, anggota parlemen Thailand dan wakil direktur komite yang menyusun undang-undang pernikahan sesama jenis, mengatakan bahwa usia rata-rata penyusun undang-undang yang di atas 45 tahun membuat promosi undang-undang tersebut lebih sulit.
“Aang telah berumur dan tidak paham perasaan orang-orang itu (kelompok gay). Kelompok kedua adalah mereka dengan keyakinan agama kaku seperti Katolik Roma atau Islam yang cukup tegas dalam hal ini,” ujarnya.
Debat itu dimulai tahun lalu ketika Nathee Theerarojanapong dan kekasihnya, yang juga pria, ingin menikah setelah berhubungan lebih dari 20 tahun, namun ditolak.
Ia dan aktivis-aktivis lainnya membawa kasus itu ke parlemen dan membuat momentum yang mereka yakini akan membuat sejarah, dan tidak hanya di Asia.
“Kami akan mendahului Amerika untuk isu ini. Amerika akan menunggu beberapa lama lagi. Tapi untuk kami, saya kira, tahun depan atau beberapa tahun lagi akan disahkan. Saya yakin. Seratus persen yakin,” ujarnya.
Namun para kritik mengatakan bahwa undang-undang pernikahan jenis, yang sedang disusun itu, masih memisahkan daripada menyetarakan.
Meski undang-undang ini nantinya akan memberikan sebagian besar manfaat hukum dan hak mengambil keputusan yang sama dengan pasangan heteroseksual, usia minimal dinaikkan dari 17 tahun menjadi 20 tahun.
Para aktivis mengatakan undang-undang yang netral secara gender lebih cocok untuk mencegah mereka yang transgender dipaksa masuk ke dalam kategori perempuan atau laki-laki yang tidak semua dapat sepaham.
Sumber : VOA