Search
Close this search box.
Photo: Sumisha Naidu Malaysiakin
Photo: Sumisha Naidu Malaysiakini

Ourvoice.or.id- Rakyat Malaysia akan ikut Pemilu pada 5 Mei. Kedua koalisi utama di negeri itu menjanjikan berbagai insentif untuk warga Malaysia yang beragam – dari etnis hingga jenis kelamin. Namun satu kelompok sosial kerap diabaikan yaitu Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender – mereka yang dianggap sebagai warga ilegal di Malaysia.

“Saya pikir mereka melihat kami sebagai minoritas dan minoritas yang diabaikan. Dalam global statistik jumlah kami 3 hingga 10 persen dari populasi keseluruhan. Jadi kami bisa jadi kuda hitam dalam pemilu.”

Angela Kuga Thas adalah pendiri Seksualiti Merdeka.

Di sebuah demonstrasi, para pengunjuk rasa memegang spanduk yang bertuliskan “Tidak ada lesbian! Tidak ada Gay! Tidak ada Biseksual! Tidak ada Transeksual!!”

Perlakuan Malaysia terhadap komunitas lesbian gay, transgender dan biseksual, LGBT, sering disoroti dunia internasional.

Mulai dari adanya pedoman untuk mendeteksi homoseksualitas, pentas musik anti-gay, hingga penganiayaan terang-terangan …

Banyak orang di komunitas LGBT merasa Malaysia masih harus menempuh jalan panjang untuk betul-betul bisa menerapkan kesetaraan.

“Kami tidak berkeliaran membunuh orang-orang. Kami juga tidak menggangu orang lain. Jadi saya yakin gay dan lesbian harus diberi kesempatan untuk hidup dengan layak seperti orang lain.”

Di Malaysia, menjadi homoseksual bisa membuat Anda berurusan dengan hukum.

Bahkan hukumannya lebih berat jika Anda seorang Muslim, kata Angela.

“Menurut hukum perdata, pasal 377 – sodomi adalah tindakan kriminal dan pasal ini bisa dikenakan pada homoseksual. Sedangan berdasarkan hukum Syariah lebih luas. Selain sodomi juga masuk Liwat, musahaka atau lesbianisme, serta orang-orang transgender. Hukum Syariah ini berlaku di seluruh negeri dan menjadi masalah karena beberapa hukum Syariah menargetkan identitas mereka. Misalnya jika seorang pria berpakaian atau bergaya seperti perempuan, mereka bisa ditangkap walau tidak melakukan apapun yang melanggar moral atau hukum.”

Tahun ini, sebuah acara musik yang didukung pemerintah, berjudul ‘Asmara Songsang’ diproduksi dan dipentaskan di sekolah-sekolah dan universitas nasional.

Tujuan dibuatnya acara musik ini adalah untuk mendidik masyarakat tentang meningkatnya pengaruh komunitas LGBT.

Dengan makin dekatnya masa Pemilu, para pemilih LGBT harus membuat pilihan di antara dua koalisi yang ada.

Padahal anggota kedua koalisi ini pernah secara terbuka mengkritik cara hidup LGBT.

“Kami pernah melihat ada politikus yang membela kami tapi ini membuat partainya marah. Para pembela kami itu malah disingkirkan dari kancah politik.”

“Menurut saya pemerintah masih bisa menangani masalah ini. Mereka tidak secara langsung mendukung LGBT dan juga tidak secara langsung menentang kelompok ini. Buktinya kami masih hidup sampai saat ini.”

Q. Apakah ini mempengaruhi keputusan Anda untuk memilih?

“Saya cukup puas dengan penerimaan orang saat ini. saya tidak akan meminta terlalu banyak karena kami tahu posisi kami. Dibandingkan yang lain, kondisi kami tidak terlalu buruk.”

Namun ada juga warga Malaysia yang berpikir perlu ada perubahan.

“Ini bukan sesuatu yang harus dikriminalisasikan. Apa yang dilakukan orang-orang itu dibalik pintu yang tertutup, bukan urusan kita.”

Jadi apa yang harus dilakukan Malaysia agar bisa memenuhi kebutuhan komunitas LGBT di masa yang akan datang?

“Menurut saya, pemerintah manapun yang berkuasa, harus mendidik diri mereka sendiri, dan mulai hidup dengan prinsip dan tata kelola mereka dan perlu menyadari fakta kalau setiap orang punya hak yang sama.”

Sumber : portalkbr.com

Video berita ini Klik : Komunitas LGBT Malaysia: Pemilih yang Terlupakan