Search
Close this search box.

Membaca Curhat ODHA di Facebook

Ourvoice.or.id- Curhat para ODHA (orang dengan HIV AIDS) di Indonesia seringkali diungkapkan di Group Facebook Monitoring ARV yang dibuat oleh LSM Indonesia AIDS Coalition (IAC).

Group Facebook tersebut memang sengaja dibuat oleh IAC mengingat sering sekali stock obat ARV didapati menghilang di daerah-daerah. Bahkan kadang obat yang kadaluarsa pun tetap diedarkan demi memecahkan persoalan kekosongan obat ini.

Berikut dua contoh celetukan yang sudah menjadi fenomena rutin yang dihadapi oleh orang dengan HIV (ODHA) di Indonesia yang diutarakan di
Group Facebook Monitoring ARV :
“Sisa stok (Ket- Obat ARV) tinggal 2 butir, hasil ngemis kemarin cari pinjaman ke teman dapat 5 butir, hari ini menempuh jarak 120 KM (PP) dari rumah sakit induk ke rumah sakit satelit tetap hasilnya Efavirens (ket-nama jenis obat ARV) kosong… yah sudahlah mungkin sudah saatnya untuk berhenti ARV….. tetap optimis hidup akan selalu indah…..” (seorang ODHA di Gorontalo)

“lagi lagi masaalah ARV,,,, 2 bln yg lalu di balikpapan TENOFOVIR (ket-Jenis obat ARV) kosong, kini HIVIRAL yg kosong…. yang bermasalah dimana nya yaaa pengiriman obat yg lambat ataukah pelaporan dari rumah sakit yg ga bener…..?????????????? ada yang bisa bantu ga…..??????” (RR, Perempuan, Balikpapan)

Irwandy Widjaja, staff IAC (Indonesia AIDS Coalition) bagian Community Mobilization menjelaskan menanggapi keluhan para ODHA tersebut, menurutnya pemerintah sendiri memahami betapa besar peran obat ARV di dalam upaya program pengendalian AIDS di Indonesia.

Bukan saja obat ARV mampu selamatkan nyawa ODHA untuk tetap bertahan hidup, obat ARV juga telah menjadi pesan bagi kesehatan publik kepada masyarakat luas dengan memberi wajah tidak menakutkan pada infeksi HIV sehingga diharapkan masyarakat berani memeriksakan status HIV nya.

“Obat ARV telah dibuktikan melalui penelitian mampu menurunkan tingkat penularan baru HIV sebesar 96 persen pada hubungan seks yang beresiko. Ditambah lagi Kehadiran obat ARV telah menurunkan tingkat kematian akibat AIDS dari 2,8% di tahun 2011 menjadi 1,6% di September tahun 2012,” ujar Irwandy dalam rilisnya yang diterima Tribunnews.com, Minggu (14/4/2013).

Namun sayangnya, obat ARV memiliki karakteristik yang khas yaitu harus dikonsumsi secara kontinyu tanpa boleh terputus. Bahayanya apabila terputus dikhawatirkan HIV dalam tubuh akan kebal dan tidak mempan lagi dihentikan oleh obat ARV jenis tersebut dan jenis obatnya harus diganti dengan yang lebih mahal. Dan hal inilah yang membuat ketersediaan ARV secara kontinyu menjadi hal yang sangat penting.

“Selama ini, distribusi obat ARV dilakukan oleh Kementrian Kesehatan langsung ke RS Rujukan terapi ARV di seluruh Indonesia dengan pembiayaan ditanggung sepenuhnya oleh negara,” kata Irwandy.
Faktanya, dalam setahun terakhir, sudah lebih dari 7 kali Irwandy mengaku membuat pelaporan stok ARV kosong dan kadaluarsa kepada Subdit AIDS Kemenkes. Dan lokasi yang mengalami kekosongan dan kadaluarsa itu ada di kota Gorontalo, Manado, Bekasi, Balikpapan, Malang, Bandung, Makassar.

“Alasan yang kami dapatkan dari laporan di daerah maupun penjelasan Kemenkes selalu klasik yaitu Rumah Sakit terlambat mengirimkan order obat, Kemenkes sudah mengirimkan tapi belum diterima, stok tersedia namun tidak ada yang request dan berbagai alasan klasik lainnya yang kadang cenderung sulit diterima di akal kenapa kok tidak pernah bisa selesai” tegas Irwandy.

Diutarakan Irwandy, dengan seringnya stok ARV kosong bahkan sampai kadaluarsa pun masih diedarkan kadang membuat ODHA menjadi kehilangan semangat hidup dengan meneruskan terapinya.

“Kami meminta pada Pemerintah, khususnya Kementrian Kesehatan untuk duduk bersama dengan ODHA, mendiskusikan persoalan ini dan mencari jalan keluar yang sifatnya strategis dan berjangka panjang. Bukan seperti sekarang yang cenderung seperti pasif dan menunggu kasus baru bergerak upayakan perbaikan.” ungkap Irwandy.

Sumber : tribunnews.com