SuaraKita.org – Masih dalam momentum bulan Ramadhan, Pendidikan Seksualitas (PSK) kali ini mengundang Amar Alfikar untuk membedah bukunya, Queer Menafsir. Acara berlangsung sembari ngabuburit dari jam 4 sore hingga adzan magrib.
Selain menerbitkan banyak tulisan soal Queer Theology, Amar Alfikar juga adalah penerima beasiswa untuk program MA Theology and Religion di University of Birmingham di Inggris.
Bukunya Queer Menafsir ditulis dan berangkat dari pengalaman, renungan, dan refleksi teologis dirinya sebagai queer Muslim yang mencoba menawarkan tafsir inklusif atas berbagai terminologi ketubuhan, ketuhanan, dan keislaman yang saling berkelindan.
Buku ini memperkenalkan gagasan teologi queer yang mengandaikan pemahaman keagamaan di mana seluruh manusia —apapun identitas gender, ekspresi gender dan orientasi seksualnya— memiliki potensi yang sama untuk mendekati-Nya, memiliki ruang yang sama untuk ‘berbicara’ tentang-Nya.
Asumsi bahwa keragaman gender dan seksualitas adalah ‘produk Barat’, dan bahwa agama pasti menolak keragaman gender dan seksualitas, merupakan dua mitos besar yang hendak dijawab oleh buku ini. Dengan menggunakan lived realities kelompok queer sebagai sumber pengalaman teologis yang otoritatif, buku ini merekonstruksi tafsir keagamaan dan ketuhanan sebagai basis keadilan dan penerimaan terhadap identitas yang selama ini selalu dicurigai dan dipinggirkan atas nama agama dan Tuhan.
Mengawali diskusi, Amar mengatakan bahwa proses menulis buku Queer Menafsir cukup lama.
“Rencana menulis itu sudah cukup lama. Terutama saat saya mulai terjun ke dunia aktivisme. Dulu saya termasuk orang yang anti dengan aktivisme. Saya sudah merasa nyaman dengan bubble sendiri, terlalu nyaman dengan privilege yang diterima dari keluarga dan sebagainya. Waktu itu tidak merasa punya kesadaran,” jelasnya.
Amar bercerita, dari situ dia banyak berjumpa dengan tokoh-tokoh agama yang progresif yang kemudian membuka matanya soal agama.
“Bersukur bahwa agama yang selama ini di mata saya penuh dengan kekerasan, bahwa agama hanya dipakai untuk menuding orang, dan hal itu menutupi bahwa agama memiliki nilai prinsip universal cinta kasih,” tambah Amar.
Diskusi berlanjut ke sesi tanya jawab, yang dipandu oleh Moderator Dina Listiorini.
Diskusi lengkap bisa ditonton di sini:
YouTube
Sumber Informasi:
QUEER MENAFSIR – Yayasan LKiS