Oleh: Josua*
Pada Mulanya…
Di tengah arus perubahan zaman yang semakin menggalakkan kesetaraan dan keberagaman, masih terdapat celah-celah diskriminasi yang mengintai, terutama bagi perempuan. Absqueerditas perempuan, sebuah konsep yang menggambarkan keunikan dan keberanian dalam menyuarakan diri, menjadi penting untuk diangkat dalam rangka memperingati Zero Discrimination Day. Hari yang diperingati setiap tahun ini mengajak kita semua untuk merenungkan dan beraksi melawan segala bentuk diskriminasi yang masih merajalela di berbagai lapisan masyarakat. Dalam konteks perempuan, absqueerditas bukan hanya tentang keberanian dalam mengekspresikan diri, tetapi juga tentang bagaimana perempuan dapat membebaskan diri dari belenggu stereotip dan prasangka yang kerap membatasi potensi mereka. Ini adalah momen untuk merayakan keberagaman dan menghargai setiap individu, terlepas dari gender, ras, agama, atau latar belakang sosial-ekonomi mereka. Peringatan Zero Discrimination Day untuk semua, dengan fokus pada absqueerditas perempuan, menjadi kesempatan untuk mengingatkan kita semua bahwa setiap individu memiliki hak untuk hidup bebas dari diskriminasi. Melalui pemahaman dan penghargaan terhadap keunikan setiap individu, kita dapat bersama-sama membangun dunia yang lebih inklusif, adil, dan penuh kasih sayang. Perempuan dan queer adalah dua entitas yang sering kali dipandang berseberangan dengan norma-norma masyarakat. Perempuan, yang sering kali dianggap sebagai objek hasrat, dan queer, yang mengalami stigma karena ketidaksesuaian dengan norma gender dan seksualitas, keduanya memiliki perspektif unik dalam menyuarakan diri. Artikel ini akan menggali bagaimana perempuan dalam konteks queer mengeksplorasi keunikan dan keberanian dalam menyuarakan diri.
Adalah Kebahagiaan
Dalam labirin kehidupan yang kompleks dan penuh dengan ekspektasi sosial, memahami dan mengakui bahwa setiap manusia merupakan sebuah entitas yang unik dan tidak dapat direduksi menjadi sekedar label merupakan sebuah pencerahan. Pemahaman ini mengajak kita untuk melihat lebih dalam, bahwa setiap individu adalah kumpulan dari berbagai cerita, pengalaman, dan aspirasi yang tidak bisa semata-mata diwakili oleh kata-kata sederhana yang sering kali dilekatkan oleh masyarakat. Keinginan untuk menemukan kebahagiaan merupakan dorongan universal, namun dalam praktiknya, jalan menuju kebahagiaan sering kali tidaklah mudah. Banyak dari kita berusaha mencari kebahagiaan melalui cara berpikir yang independen, tetapi merasa terhambat oleh ketakutan akan konsekuensi dari pilihan-pilihan yang ada di depan mata. Kebahagiaan bukan hanya tentang menciptakan momen-momen bahagia, tetapi juga tentang perjuangan untuk mempertahankan kebahagiaan tersebut di tengah tantangan hidup.
Adalah keinginan
Dalam konteks relasi antara laki-laki dan perempuan, sering kali terjadi dinamika kuasa yang tidak setara. Nafsu, sebagai dorongan batin, sering kali berkaitan dengan keinginan untuk mendominasi atau memiliki orang lain. Paradigma patriarki telah lama memosisikan perempuan sebagai objek untuk memenuhi kepentingan laki-laki, dengan mengategorikan perempuan ke dalam tiga peran utama: perawan, ibu, dan pelacur. Masing-masing kategori ini mencerminkan cara pandang yang mengurangi kompleksitas dan keberagaman perempuan sebagai individu. Konstruksi patriarki dan maskulinitas telah lama menjadikan tubuh perempuan sebagai objek, bahkan sebelum perempuan tersebut dapat memahami dan mengenali tubuhnya sendiri. Tubuh perempuan sering kali dipandang sebagai milik orang lain, sehingga perempuan cenderung memahami tubuhnya bukan sebagai bagian dari dirinya, melainkan sebagai objek untuk konsumsi orang lain.
Adalah Hasrat
Di era modern, ketika reproduksi bukan lagi tujuan utama dari aktivitas seksual dan emosi serta afeksi tidak lagi dianggap sebagai kebutuhan esensial, benda-benda seperti sex toys dapat menjadi pusat perhatian dan idola baru. Perempuan sering terjebak dalam jebakan cinta, di mana meskipun ia menjadi subjek dengan hasrat dan keinginan, ia tetap dijadikan objek gairah oleh orang lain. Perempuan sering kali menjadi sasaran tatapan dan keinginan, bahkan ketika mereka merasa dicintai, mereka dapat terperangkap dalam narsisisme. Skandal, yang sering dianggap sebagai pelanggaran terhadap norma-norma moral tentang apa yang dianggap benar, adalah tema yang melekat dalam pengalaman queer. Pengalaman queer sering kali mencakup kehidupan yang menyimpang dari norma-norma tradisional tentang gender dan seksualitas. Perspektif queer memberikan kesempatan bagi siapa pun untuk memaknai kembali dan mendefinisikan ulang apa yang dianggap normal, memberikan ruang bagi keberagaman dan keunikan individu.
Pada akhirnya adalah Kebebasan
Hidup adalah tentang mengeksplorasi apa yang kita inginkan dan menemukan cara untuk meraihnya. Terkadang, kita harus menerima keabsurdan dan peristiwa-peristiwa yang tidak masuk akal yang terjadi dalam hidup, daripada mencoba membohongi diri sendiri dengan pemikiran yang lebih rasional. Ada misteri dalam ungkapan queer, yang tidak hanya merujuk pada sesuatu yang belum bisa dinamai dengan pasti, tetapi juga membuka peluang bagi berbagai kemungkinan lain yang dapat menjadi bagian dari pengalaman hidup kita. Dalam merayakan Zero Discrimination Day, kita diingatkan tentang pentingnya menghargai keberagaman dan keunikan setiap individu, terutama perempuan yang sering kali menjadi korban diskriminasi. Perempuan queer, dengan keberanian mereka dalam mengeksplorasi identitas dan menentang batasan-batasan yang ada, memberikan inspirasi bagi kita semua untuk membangun dunia yang lebih inklusif dan bebas dari prasangka. Mereka menunjukkan bahwa kebahagiaan dan kebebasan dalam mengekspresikan diri adalah hak setiap individu, dan perjuangan melawan diskriminasi adalah perjuangan bersama yang memerlukan penghargaan terhadap keberagaman dan keunikan setiap orang.
*Penulis berdomisili di Yogyakarta, penulis bisa dihubungi melalui akun instagramnya di @josuaest