Search
Close this search box.

[Opini] Menggantung Asa pada Kepemimpinan Inklusif

 

Oleh: Maria Fillieta*

SuaraKita.org – Pesta demokrasi tinggal menghitung hari, salahkah bila kuberharap pelaksanaan pemilu yang lebih inklusif di negeriku tercinta ini? Tahun demi tahun berganti, namun masalah intoleransi tak kunjung mereda. Tidak hanya kasus intoleransi di bidang keagamaan saja, Indonesia juga darurat kasus intoleransi terhadap minoritas gender dan seksual.

Buktinya, baru-baru ini Manajer Advokasi SEJUK, Thowik kembali melaporkan kasus penganiayaan berujung kematian seorang transpuan di Kupang, Dessy Aurelia Sasmita di tanggal 23 Desember 2023 silam usai mencuat kabar transpuan di Tangerang dibunuh kemudian dibakar pada 9 November.

Apalagi saat menjelang pemilu seperti sekarang, banyak politikus memakai isu ini untuk menuai simpati dan dukungan publik. Hal ini dibuktikan oleh Pramono Ubaid selaku komisioner Komnas HAM berdasarkan hasil penelusuran timnya. Beliau mengatakan bahwa ada kekhawatiran dari kelompok minoritas gender dan seksual di Medan menjelang pelaksanaan pemilu 2024 karena pernyataan Bapak Bobby Nasution yang menegaskan Medan adalah “kota bebas LGBT”.

Caleg Sukabumi bahkan melakukan “kampanye anti LGBT” kepada para generasi muda dengan membawa sederet narasi negatif. Bahkan, Sekjen Jaringan Nasional (Jarnas) For Gibran, Azwar Muhammad secara gamblang menyatakan bahwa paslon kedua tidak pro LGBT dan isu dasi dan pin pelangi itu hanya pelintiran dan sengaja digoreng oleh beberapa pihak lewat media.

Jujur saya merasa bingung dengan sikap mereka, katanya mereka tetap berlandaskan konstitusi terkait hak asasi manusia dan warga negara, tapi kok cenderung diskriminatif ya?

Padahal, kalau saya baca di pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi ‘Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya’ juga pasal 22E UUD 1945 dimana pemilihan umum setiap warga negara Indonesia berhak memilih dan dipilih tanpa ada diskriminasi apapun baik sosial, ekonomi maupun gender dan seksualitas. Kenyataannya sangat berbanding terbalik dan menurut saya ini sudah masuk ranah pelanggaran, lho.

Dalam buku Kepoin Ganjar, Ganjar pernah berujar tentang pentingnya menciptakan lingkungan yang mendukung keberagaman dan menerima perbedaan. Pertanyaannya, kenapa tidak digalakkan kepemimpinan yang inklusif dan mewujudkan pemilu yang ramah HAM seperti deklarasi dari KPU? Mengapa mereka terus-terusan melanggengkan stigma buruk terhadap kelompok minoritas gender dan seksual? Mengapa mereka justru menampilkan wajah penguasa yang ingin menyingkirkan kami?

Namun, berkaca dari ketiga debat yang telah terlaksana, menurut saya tidak semua capres dan cawapres menjadikan kepemimpinan inklusif sebagai program utama. Dalam debat perdana, saya melihat kubu paslon kedua tampak enggan membahas tentang kasus-kasus pelanggaran HAM berat dan dianggap selalu dipolitisasi setiap akan pemilu. Kalau membahas saja enggan, lantas bagaimana kelanjutan kasus-kasus seperti Dessy dan transpuan lainnya? Di mana keberpihakan paslon kedua terhadap keberlangsungan hidup minoritas gender dan seksual?

Paslon kedua menurut saya juga hanya memprioritaskan anggaran hanya untuk kebutuhan alutsista saja, padahal negara sedang tidak dalam kondisi perang. Sedangkan isu pertahanan dan keamanan lainnya seperti keamanan siber agaknya kurang diperhatikan.

Nyatanya banyak kasus diskriminasi di ruang-ruang digital. Berdasarkan temuan Remotivi, sebagian besar responden (36%) mengalami content takedown saat menunjukkan dukungan terhadap kelompok minoritas gender dan seksual, dan 5% adalah konten yang bercerita tentang identitas gender seperti proses transisi dan melela.

Kasus persekusi dan serangan daring juga dirasakan oleh 57% responden baik di Instagram, Youtube maupun saat Live. Menurut saya, ini menjadi bukti bahwa paslon kedua cenderung abai dalam menciptakan keamanan dan inklusifitas gender di ranah digital yang seharusnya juga menjadi concern beliau.

Berbeda dengan paslon kedua, saya rasa paslon tiga mampu mewujudkan kepemimpinan inklusif melalui program musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Dengan program ini menurut saya bisa menjadi jembatan bagi minoritas gender dan seksual untuk berbagi keluh kesah yang mereka rasakan seputar pelayanan publik dan berdiskusi dengan pemerintah bagaimana solusinya. Hasilnya pun juga bisa lebih transparan karena publik bisa mengontrolnya langsung lewat aplikasi.

Besar harapan saya semoga siapapun presiden dan wakil presiden yang terpilih nantinya bisa mewujudkan kepemimpinan yang lebih inklusif dan memberi ruang bagi kami agar dapat leluasa memberikan suaranya tanpa diskriminasi serta bebas dari segala bentuk ancaman saat berada di TPS maupun di luar TPS. Karena bagaimanapun, kami tetaplah warga negara Indonesia yang memiliki hak yang sama di mata hukum dan butuh didukung, diwadahi, didengar, dimengerti dan dirangkul.

 

Referensi:
Amabel, Winona dan Surya Putra B. 2023. Menjadi Queer di Internet : Pembatasan Ekspresi dan Serangan Digital terhadap Individu dan Kelompok dengan Ragam Gender dan Seksualitas di Indonesia. Remotivi : Jakarta

Gabriella, Veronica. 2023. Kepoin Ganjar Anti Ribet, Kerjanya Sat-Set. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer.

https://www.jpnn.com/news/for-gibran-menjamin-prabowo-tidak-pro-lgbt/

https://kupang.tribunnews.com/2023/12/27/sejuk-respon-kasus-kematian-transpuan-dessy-oktovianus-di-kupang-ntt/

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/15809/Keseimbangan-Antara-Hak-dan-Kewajiban.html#:~:text=Pasal%2027%20ayat%201%20%3A%20%22Segala,itu%20dengan%20tidak%20ada%20kecualinya.%22&text=Pasal%2027%20ayat%202%20%3A%20%22Tiap,penghidupan%20yang%20layak%20bagi%20kemanusiaan.%22/

https://news.ddtc.co.id/soal-pelayanan-publik-berkeadilan-ini-kata-3-capres-di-debat-pertama-1799186/

https://www.voaindonesia.com/a/prabowo-nilai-ganjar-tendensius-terkait-ham-/7396023.html/

https://cakrawikara.id/wp-content/uploads/2023/08/FS-Jelang-Pemilu-2024.pdf/

M.Rosseno.2021.https://nasional.tempo.co/read/1725005/komnas-ham-sebut-kelompok-lgbt-di-medan-insecure-hadapi-pemilu-2024/

 

*Penulis adalah seorang content creator yang berbasis di Jakarta. Penulis dapat dihubungi melalui instagram @fillieta15.