Oleh: Hartoyo*
SuaraKita.org – Rea Narissara adalah satu dari banyak teman komunitas yang pernah kami dampingi akses adminduk. Sekitar satu setengah tahun yang lalu kami berkenalan dengannya, Rea mengetahui program KTP komunitas melalui media online yang kami promosikan.
Saat pertemuan awal bersama kami di sebuah mall kota Medan, Rea tidak memiliki dokumen yang dia pegang sendiri karena pernah hilang. Meski orang tua Rea berada di kota lainnya di Sumut, dirinya tak bisa pulang karena tidak diterima keluarganya dan sudah memutuskan untuk tidak mau lagi terhubung dengan keluarganya.
Meski Rea tidak bercerita secara detil konflik yang dimilikinya itu, kami menyimpulkan mungkin situasinya sama yang dialami oleh banyak komunitas minoritas gender di Indonesia.
Dikarenakan semua dokumen yang dimilikinya hilang, maka Rea harus membuat semuanya dari awal, yakni KTP dan KK kota Medan, Sumut. Ia bercerita, dirinya pernah meminta bantuan kepada “calo” via online, kemudian diminta uang sebesar Rp 15 juta rupiah.
Setelah berkonsultasi dengan Suara Kita, kami kemudian mendampingi Rea ke kantor Dukcapil Kota Medan. Di sana, pertama yang dilakukan oleh Dukcapil Kota Medan adalah cek Biometrik melalui mata dan sidik jari untuk mengetahui apakah Rea memiliki data dokumen negara atau tidak.
Syukurlah ternyata melalui Biometrik keluar data aktif Rea melalui sistem Dukcapil. Mulai dari NIK, alamat asal Rea, termasuk juga nama kedua orang tuanya. Ini satu tahapan yang memudahkan proses selanjutnya, cetak KTP dan KK.
Biometrik digunakan untuk mengetahui data seseorang yang sudah pernah diinput sebelumnya. Siapapun warga negara tidak akan bisa berbohong atau menutupi siapa identitas dirinya sebenarnya kalau sudah pernah didata. Sehingga melalui sistem ini, seorang warga yang telah didata tidak akan mungkin bisa melakukan input data baru lagi pada sistem.
Kembali ke persoalan Rea, setelah diketahui NIK aktifnya dirinya bisa langsung cetak KTP dengan nama lahir dan alamat asalnya di Dukcapil kota Medan. Tapi karena Rea ingin menjadi warga kota Medan, maka proses yang harus dilakukan mengurus pemindahan warga negara dari kota asal ke kota Medan.
Biasanya hal ini dilakukan melalui kantor Dukcapil setempat di seluruh wilayah Indonesia. Ada form khusus yang harus diisi oleh Rea. Tapi Rea sempat disarankan oleh Dukcapil untuk datang sendiri kantor Dukcapil asal. Untung kepala dinas Dukcapil asal paham dan surat pindah warga negara (SKPWNI) Rea keluar dari Dukcapil asalnya. SKPWNI itulah akan menjadi data utama Dukcapil kota Medan memasukkan data Rea menjadi warga kota Medan.
Setelah input data berhasil, baru bisa cetak KTP dan KK baru dengan alamat kota Medan. Jadi sekarang Rea sah menjadi warga baru kota Medan.
Hal lain, saat hendak memasukkan data SKPWNI ternyata foto dalam dokumen itu masih penampilan lama Rea. Ada perbedaan tampilan Rea dahulu dengan situasi sekarang. Maka Rea kemudian meminta mengganti fotonya di KTP ke kantor Dukcapil kota Medan. Proses itu juga dilalui dengan baik.
Tahapan Rea menjadi warga kota Medan dengan penampilan wajah baru, telah berhasil. KTP dan KK Rea juga telah dia dapatkan. Sah jadi warga kota Medan dengan penampilan foto baru di KTP.
Kemudian Rea ingin mengubah identitas nama, maka proses yang harus dilalui ke pengadilan negeri Medan. Kami jelaskan pada Rea bahwa jika ingin mengubah nama dan jenis kelamin, ada konsekuensi perubahan pada dokumen lainnya. Misalnya pada ijazah, akta lahir atau dokumen lainnya.
Rea memahami itu, dia katakan, “tidak apa-apa mas nanti pelan-pelan saya urus.”
Maka dimulailah tahap perjuangan selanjutnya, permohonan penetapan pergantian nama di pengadilan negeri kota Medan. Pada saat itu, Rea saya hubungan dengan pengacara Siska Barimbing di kota Medan dan keduanya sepakat menjadi klien dan pengacara.
Ada dinamika dan cerita sendiri pada proses pengadilan menurut Rea, tapi kami terus konsolidasi jarak jauh. Ada syarat dokumen yang harus dipenuhi, yaitu akta lahir!
Untung sekali Rea memiliki foto copy akta lahir lamanya, sehingga sangat membantu proses di pengadilan. Kalau tidak punya akta lahir, harus mengurus lagi akta lahir di Adminduk di mana Rea lahir.
Meskipun harus berhadapan dengan hakim yang bias atau bahkan melontarkan pernyataan-pertanyaan yang melecehkan, Rea tetap tenang dan fokus.
Apakah orang tua harus dihadirkan? Pada beberapa kasus, hakim meminta orang tua dihadirkan tapi karena ada pengacara maka saksi adalah dua teman Rea yang dihadirkan dalam sidang. Akhirnya hakim ketok palu, sah permohonan Rea dikabulkan untuk pergantian nama barunya, REA NARISSARA. Satu tahapan lagi telah dilalui dengan mulus oleh Rea.
Sekarang masuk ke tahapan selanjutnya, mengubah data nama dalam adminduk, di KTP, KK dan akta lahir ke kantor Dukcapil kota Medan. Rea kembali lagi ke kantor Adminduk kota Medan untuk mengubah data nama barunya dengan menunjukkan putusan pengadilan.
Proses ini juga dilalui dengan baik, nama Rea telah masuk dalam sistem Adminduk. Sehingga KTP dan KK Rea juga sudah sesuai dengan nama pada putusan pengadilan. Khusus untuk akta lahir, ada surat lampiran yang menjelaskan perubahan nama Rea. Sekarang, dokumen adminduk sudah sesuai, tinggal menyesuaikan dokumen lainnya, seperti rekening bank, paspor, maupun ijazah sekolah.
Proses penting dalam hidup Rea sudah berhasil dilalui dengan baik dan semua sesuai prosedur hukum. Untuk urusan ijazah nanti saya urus kalau situasi lebih tenang, ungkap Rea sambil beberapa kali mengucapkan terima kasih.
Sudah hampir 1,5 tahun sejak putusan pengadilan, baru-baru ini Rea memberi kabar via Wa berisikan;
“Mas Toyo, udah Rea ubah nama di Ijazah, yang bisa hanya surat lampiran aja sama kayak di akta lahir,” kabar itu tentu sebuah berita menggembirakan. Proses-proses penting telah dilalui oleh seorang Rea.
Individu yang sebelumnya tak memiliki dokumen adminduk, terpisah dengan keluarga karena perjuangan identitas dirinya. Sekarang semua dokumen telah dia miliki kembali sebagai hak warga negara. Apakah Rea akan melangkah untuk perjuangan selanjutnya, mengajukan permohonan pengadilan untuk penyesuaian jenis kelamin? Semua kita serahkan pada Rea.
Karena proses itu bukan sebuah keharusan bagi setiap komunitas. Karena ada banyak aspek yang mesti dipersiapkan secara lebih matang, psikologis, kesehatan, termasuk juga uang yang tidak kecil jumlahnya. Tapi apa pun putusan Rea, kami akan terus dukung dan menjadi teman setianya untuk berjalan bersama berjuang.
Jakarta, 12 November 2023
*Koordinator Advokasi Adminduk Dan Jaminan Sosial Komunitas Transgender di Indonesia.