Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Shinta Ratri lahir di Bantul 15 Oktober 1962 dan besar di Kota Yogya. Berasal dari keluarga penjual kerajinan khas Yogya, Shinta sudah terbiasa berwirausaha semenjak kecil. Mak Shinta, (begitu biasa kami memanggilnya – red) bercerita bahwa sejak kecil, dirinya sudah sadar sebagai transpuan. Bahkan, saat SMP, Shinta biasanya mengikuti pelajaran olahraga bersama para murid perempuan. ”Saya tahu bahwa saya perempuan, tetapi saya terlahir laki-laki,” ujarnya.

Shinta termasuk yang beruntung, keluarganya menerima identitasnya sebagai transpuan. Jadi Shinta tidak perlu keluar dari rumah dan hidup di jalanan seperti kawan-kawan transpuan lainnya. 

”Penerimaan keluarga itu merupakan sesuatu yang paling esensial untuk kawan-kawan transpuan. Kalau ada penerimaan dari keluarga, transpuan tidak perlu melarikan diri dari rumah,” katanya.

Selain berwiraswasta, Shinta juga aktif berorganisasi. Ikatan Waria Yogyakarta (IWAYO) adalah organisasi yang pernah diketuainya tahun 2010-2016. Selain itu Shinta juga ikut dalam pembukaan pesantren Al-Fatah, sebuah pesantren yang didirikan untuk para transpuan yang ingin mendalami agama. Pesantren tersebut juga tersebut juga aktif mengampanyekan pemenuhan hak-hak dasar transpuan dengan menggalang dukungan dari berbagai pihak. Sebab, selama ini, banyak transpuan yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya.

Shinta juga menegaskan bahwa, menjadi transpuan bukan sebuah pilihan, melainkan takdir. Oleh karena itu, seorang transpuan tidak bisa ”disembuhkan” agar kembali menjadi laki-laki. ”transpuan ini, kan, bukan pilihan. Kami menjadi transpuan karena ditakdirkan. Tidak bisa transpuan itu disuruh nikah agar bisa kembali jadi laki-laki,” katanya. 

Hasil dari perjuangannya, Shinta memperoleh sejumlah penghargaan internasional. Pada 2019, ia memperoleh penghargaan sebagai pembela hak asasi manusia (HAM) dari Front Line Defenders, organisasi internasional yang berpusat di Irlandia. Pada Juli 2022, Shinta juga memperoleh penghargaan bidang keanekaragaman dan pembangunan berkelanjutan dari lembaga Casa Asia yang berbasis di Spanyol. 

Sampai akhir hayatnya mak Shinta masih aktif merawat keberagaman dan memperjuangkan hak-hak dasar transpuan. (R.A.W)