SuaraKita.org – Ada saat ketika saya kesepian dan hari-hari itu masih menghantuiku seperti mimpi buruk. Meskipun saya telah menjadi transgender berlisensi pilot yang pertama di negara itu sekarang, saya mengalami banyak siksaan selama masa kecil saya. Sesuai tradisi di masyarakat kami, anak perempuan hanya boleh bermain dengan boneka tapi saya selalu melanggar stereotip bahkan di tahun-tahun pembentukan saya. Saya dulu bermain dengan mobil dan pesawat terbang pada periode itu. Untungnya, saat bermain suatu hari, pikiran untuk menjadi pilot muncul di benak saya. Hari ini, mimpiku menjadi kenyataan.
Pada tahun 2014, saya sedang membolak-balik koran ketika sebuah cerita tentang transgender menarik perhatian saya. Saat membaca itu, saya mencurigai identitas saya untuk pertama kalinya. Pada usia 13 tahun, saya menyadari bahwa saya adalah seorang transgender. Selanjutnya, saya mulai bermimpi bahwa suatu hari saya akan mendapatkan tubuh pilihan saya yang kemudian akan mencerminkan kepribadian saya yang sebenarnya.
Di negara di mana orang menilai Anda dari identitas Anda, mengungkapkannya bukanlah hal yang mudah. Awalnya, saya enggan mengungkapkan identitas saya bahkan kepada orang tua saya, tetapi entah bagaimana, ketika saya di kelas 12, saya melakukannya. Namun, alih-alih memahami situasi saya, orang tua saya membawa saya ke psikiater untuk perawatan karena mereka pikir saya bisa ‘sembuh’. Selama menjalani apa yang disebut pengobatan, saya menderita trauma mental dan fisik. Setelah menjadi tak tertahankan, saya akhirnya berkata kepada orang tua saya bahwa saya tidak akan melakukan sesuatu yang ‘absurd’ mulai sekarang.
Alasan utama saya awalnya setuju dengan tuntutan orang tua saya adalah saya tidak ingin menyakiti mereka. Juga, saya ingin meninggalkan India sesegera mungkin dan terbang ke luar negeri untuk pelatihan pilot saya dengan persetujuan orang tua saya. Kemudian, setelah pindah ke Afrika Selatan, saya mengerti apa yang sebenarnya saya inginkan dalam hidup saya. Identitas yang selama ini saya sembunyikan, saya umumkan melalui media sosial. Satu keputusan berani membawa saya ke tempat saya hari ini.
Sejujurnya, tidak terlalu sulit bagi saya untuk menjalani transisi tetapi tidak semua orang bernasib seperti saya. Ada suatu masa ketika di negara bagian asal saya, Kerala, banyak transgender menjadi sasaran kekerasan. Karena ketakutan dan dengan sedikit harapan untuk masa depan yang lebih baik, beberapa transgender harus meninggalkan Kerala ke tempat-tempat seperti Delhi, Mumbai dan Karnataka.
Namun, Kerala kini menjadi negara bagian pertama yang merumuskan kebijakan transgender. Wilayah ini menyusun kebijakannya pada tahun 2014 bahkan sebelum keputusan NALSA datang. Di bawah aturan ini, pemerintah negara bagian telah menyediakan reservasi di perguruan tinggi untuk transgender dan beasiswa untuk orang trans yang lebih lemah secara ekonomi. Pemerintah Kerala juga telah menyediakan uang dan perumahan untuk operasi transgender. Sebagai orang trans, saya ingin melihat implementasi kebijakan progresif seperti itu di seluruh negeri. (R.A.W)
Sumber: