Search
Close this search box.

Apa Sulitnya Akses KTP

Oleh: Hartoyo*

 

SuaraKita.org – Mungkin sebagian orang dan publik awalnya berpikir bahwa pengurusan KTP bagi komunitas transpuan (waria) akan ada identitas baru, transgender atau mengubah jenis kelaminnya sebagai perempuan. 

Seperti yang sudah yang ada dalam siaran pers sebelumnya, bahwa KTP yang kami urus tidak mengubah apapun, baik nama maupun jenis kelamin. Semua sesuai nama lahir pemberian orang tua atau dokumen yang ada. 

Apa istimewanya KTP bagi Transgender ? 

Ketika Anda lahir dan besar dalam sistem sosial arus utama tanpa hambatan sosial, ekonomi, politik maupun budaya, untuk mendapatkan KTP memang bukan hal yang sulit. 

Anda tinggal datang ke RT, RW atau kantor desa/kelurahan membawa syarat dokumen, maka akan dapat KTP atau KK. Awalnya kami juga berpikir begitu, apa sih susahnya urus KTP? 

Tapi ketika mendengar dan mengetahui cerita langsung kehidupan komunitas transgender (transpuan) yang sudah terbuang dari keluarga dan sosial. Mereka berani kehilangan banyak akses hanya untuk jujur pada diri sendiri. Disitulah letak persoalan mikro dan makro nya. 

Misalnya, seorang transpuan yang terbuang dari keluarga, karena mengubah penampilan ekspresi gendernya, membuat dirinya terpinggirkan dari akses apapun. 

Baik terbuang dari keluarga, sosial, maupun segala akses layanan pemerintah. Mereka akan dianggap “aneh”, liyan atau sakit oleh sistem sosial/politik yang ada. 

Kalau soal diskriminasi dan kekerasan yang mereka alami karena pilihannya, sudah menjadi perjalanan hidup mereka sehari-hari. 

Akibat peminggiran itulah, rasa tidak percaya diri muncul ketika harus berhadapan dengan sistem pemerintahan. Belum lagi umumnya komunitas transgender hidup miskin dan tidak berpendidikan tinggi. 

Selama bertahun-tahun mereka terus kesulitan dan tidak tahu bagaimana mendapatkan akses identitas sebagai warga negara. Mau masuk ke kantor pemerintah saja sudah tidak nyaman karena semua mata tertuju pada mereka, bahkan pada level kelurahan mereka tidak berani. 

Maka, upaya Dirjen Dukcapil Kemendagri, seluruh Disdukcapil Kab/Kota di seluruh Indonesia bekerjasama dengan lembaga pendamping (LSM), untuk membantu komunitas transgender mendapatkan akses KTP menjadi sangat tepat. 

Sehingga, apa yang dilakukan oleh Dirjen Dukcapil ini dapat menjadi contoh baik, untuk semua jenis layanan atau program pemerintah lainnya.

Belajar dari Dirjen Kemendagri, pemerintah harus mendesain bagaimana akses komunitas paling marginal secara sosial, budaya, ekonomi dan politik terhadap semua program pemerintah yang ada. 

Misalnya soal Adminduk, jaminan sosial, jaminan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan maupun program lainnya. 

Karena itulah esensi kehadiran negara pada warganya khususnya yang termarjinalkan. Karena itu semua merupakan mandat UUD 45, Pancasila dan cita-cita para pendiri bangsa ini. Mensejahterakan setiap warga negaranya. Kalau kata slogan SDGs, “No one left behind”.

 

*Hartoyo, Anggota Perkumpulan Suara Kita, Pendamping Advokasi KTP Transpuan