Suarakita.org- Aksi solidaritas sesama komunitas kembali Suara Kita lakukan. Minggu, 9 Juni 2020, Suara Kita bersama dengan Gaylamp membagikan paket sembako dari #CoronaAPCOMpassion kepada rekan-rekan komunitas LGBTQI di Provinsi Lampung. Kota Bandar Lampung, Kabupaten Pringsewu, dan Kabupaten Pesawaran menjadi fokus lokasi pembagian bantuan.
Menurut situs dinkes.lampungprov.go.id, ada 181 kasus positif Covid-19 di Provinsi Lampung, dengan rincian 41 orang dirawat, 128 sembuh, dan 12 orang meninggal. Sementara itu ada 154 orang pasien dalam pengawasan dan 3.372 orang dalam pemantauan di Provinsi yang terletak di pulau Sumatera ini.
Ikram Baadila, Dewan Pengawas Suara Kita yang tinggal di Lampung, mengatakan bahwa merebaknya wabah Covid-19 di Provinsi ini sempat membuat warga panik namun berkat kerja sama dengan berbagai pihak situasi bisa sedikit ditanggulangi. Organisasi masyarakat sipil melakukan gerakan solidaritas untuk kelompok rentan, termasuk di dalamnya kelompok LGBTQI, lalu pemerintah lokal pun membagikan bantuan sosial kepada warga.
Untuk bantuan pemerintah, Ikram menandai satu persoalan yang kerap menimpa kelompok LGBTQI di wilayah ini. “Selama ini mereka (komunitas LGBTQI – red) tidak mendapatkann (bantuan pemerintah – red),” kata Ikram. Berdasarkan penuturan Ikram, kelompok LGBTQI tidak mendapatkan bantuan pemerintah karena masalah administrasi. Banyak individu LGBTQI yang merantau ke kota, namun kartu keluarga masih menggunakan kartu keluarga yang beralamatkan kampung halaman mereka. “Kalaupun mereka tinggal sendiri, mereka tidak diprioritaskan,” Lanjut Ikram.
Mischelle, pengurus Gaylam, mengatakan bahwa wabah Covid-19 ini mengubah banyak hal. Gaylamp, organisasi komunitas TG&MSM, harus menghentikan kerja-kerja penanggulangan HIV-nya hingga Agustus 2020. Dampak Covid-19 tidak hanya menyasar Gaylamp, tetapi merata hingga ke level komunitas. “Bagi mereka yang kerja di sektor kecantikan seperti salon, [atau] bekerja sebagai pekerja seks di hotspot, mengalami penurunan pendapatan, teman-teman yang bekerja di perusahaan, mereka dirumahkan, [dampak] itu merata di tiap kabupaten,” ujar Michelle.
Rendi, seorang transpuan berusia 24 tahun yang menjadi salah satu penerima paket bantuan, menyatakan bahwa selama merebaknya wabah Covid-19, pendapatannya menurun drastis. “Jika bisa dipersenin, bisa 80% tidak ada,” ungkap Rendi. Sebelum Covid-19, Rendi mendapat rejeki lebih dari sektor kecantikan dan kepanitiaan pernikahan, karena ada pandemi, semua acara pernikahan dibatalkan. “Dengan adanya wabah ini tuh bener-bener full enggak ada, dari mulai wedding, terus kayak acara-acara apapun enggak ada kayak begitu yang menggunakan sanggar atau make up segala macem, itu bener-bener terasa banget,” lanjut Rendi. Oleh sebab itu, Rendi berterima kasih atas bantuan yang dia dapat. (Teguh)