Search
Close this search box.

All in My Family, Sekali Keluarga Tetap Keluarga

Suarakita.org – “Kita harus peka untuk mencari cara bagaimana hubungan dengan keluarga tetap harmonis tanpa kita menjadi orang lain,” ungkap Dicky Sugianto, psikolog  yang  menjadi narasumber diskusi film Suara Kita pada Sabtu, 1 Februari 2020 lalu.

Diskusi film Suara Kita membedah film dokumenter bertajuk All in My Family, mengisahkan tentang Wu Hao, seorang gay asal Cina yang berusaha mengenalkan pasangan dan kedua anaknya ke keluarga besar Hao saat perayaan tahun baru imlek. Wu Hao sendiri sudah membuka identitasnya sebagai gay ke hadapan keluarganya sejak usia 20 tahun.

Sebagaimana keluarga konsevatif di Cina, isu homoseksualitas tidak terbayangkan dalam keluarga Hao. Dalam film, sang Ibu tegas menyatakan bahwa konsep homoseksualitas tidak ada dalam tradisi dan kebudayaan keluarganya. Meskipun begitu, beliau pun menyatakan tidak punya pilihan, karena  bagaimanapun Wu Hao adalah anaknya.

Konflik makin menarik ketika Wu Hao dan pasangannya Eric berniat untuk mempunyai anak melalui proses inseminasi buatan. Sang Ibu menolak ide Hao karena khawatir nanti anak yang dilahirkan tidak bahagia karena tidak memiliki figur Ibu. Namun, semakin ibunya menolak, Hao semakin ingin punya Anak.

Menurut Dicky, untuk memahami film dokumenter ini penting pula memahami aspek budaya dan sistem psikologis budaya Tionghoa. Dia menambahkan bagaimana dalam budaya Tionghoa penghormatan pada tetua sangat dijunjung tinggi. Hal ini terlihat dari bagaimana satu keluarga berdebat apakah Kakek perlu tahu orientasi seksual Hao, dan bagaimana Hao mempunyai anak. “Dalam budaya Tionghoa, memberikan keturunan sama dengan memberikan penghargaan kepada keluarga,” ungkap Dicky.

 “Film ini banyak sesuai dengan konteks Indonesia, mungkin karena sama-sama Asia”, ungkap N, peserta asal Jakarta timur. Kemudian N menceritakan kisah temannya yang ketahuan gay kemudian mengalami kekerasan.

“Memang untuk jadi gay yang coming out (terbuka – red) di Indonesia sulit, teman-teman harus paham resikonya”, ungkap H.  Dia menambahkan biasanya kalau pun orang tua tidak melakukan kekerasan, biasanya orang tua cenderung protektif. “Kita harus kasih penghormatan bagi orang-orang yang paham resiko coming out, namun tetap memilih untuk coming out,” ungkapnya. (Teguh)