Search
Close this search box.

Politisasi LGBT untuk Pilkada

Oleh: Hartoyo*

SuaraKita.org – Kota Depok akan berlangsung Pemilihan Kepala Daerah. Kepala daerah yang berkuasa sekarang (incumbent) akan bertarung lagi. Kita tahu kota Depok salah satu basis suara PKS dan kelompok radikal/intoleran. Dan Incumbent mendapat dukungan kelompok intoleran dan didukung oleh PKS. 

Kota Depok memang salah satu zona “rawan” bagi perkembangan keberagaman di Indonesia. Walau secara historis Depok sebenarnya wilayah yang beragam. Dan ironisnya, di Depoklah Universitas Indonesia berada.

Kita tahu sebelumnya Walikota Depok buat pernyataan di media akan melakukan razia di rumah-rumah LGBT Depok. Beritanya sempat “heboh” dan mendapat respon keras dari ketua PDIP kota Depok. Walau sang Walikota membantahnya ketika ditanya media. 

Poster ajakan untuk melakukan aksi demo yang beredar melalui pesan instant

Hari ini (31/1) ada aksi menolak LGBT di kota Depok. Sangat mungkin sekali aksi ini ada kaitan dengan Pilkada Depok yang akan berlangsung sebentar lagi.  Sang calon walikota butuh panggung, dipakailah isu LGBT. Kelompok pendukungnya dipastikan dari kelompok-kelompok intoleran/radikal yang dipakai oleh salah satu calon. 

Inilah contoh real bagaimana perkawinan antara syahwat kekuasaan, politisasi agama, dan isu kelompok marginal dipakai untuk mendapatkan simpatik publik. Kelompok tersebut menebar ketakutan dan kepanikan publik dengan isu LGBT. 

Sepertinya isu LGBT dipetakan oleh kelompok radikal/intoleran sebagai isu paling strategis “menghipnotis” massa dalam politik Pilkada. Apalagi pelaku Reynhard tinggal di Depok. Maka tepat momentnya. 

Dalam konteks Depok isu LGBT dinilai cukup strategis, karena akan mampu membungkam kelompok nasionalis, Islam progresif bersuara atau takut. Sehingga ini akan berdampak pada dukungan massa untuk calon pemimpin Walikota yang anti LGBT. 

Pola ini sama yang dipakai saat di Pilkada DKI dan Pilkada Gubernur di Sumut untuk menyerang Ahok dan Djarot. Walau isunya bukan LGBT, tapi isu soal Al Maidah dan pemimpin muslim. Aksinya juga selalu dilaksanakan pasca sholat Jumat seolah-olah sedang berjihad membela Islam. 

Polanya persis sama dan sangat bisa terbaca. Padahal mereka semua para anggota kelompok intoleran/radikal berjubah agama untuk syahwat kekuasaan politik. 

Kelompok-kelompok intoleran/radikal memang akan selalu menggunakan isu-isu LGBT, keyakinan/agama, PKI, anti asing/cina, anti liberalisme, feminisme. Isu-isu ini akan terus mereka pakai untuk membakar massa, tak tahu sampai kapan berakhir. 

Maka, bagi kita yang sangat ingin Indonesia tetap damai, dan beragam. Jangan pernah terkecoh dengan gerakan kelompok ini. Kita perlu bersatu dan saling menguatkan untuk melawan kelompok intoleran/radikal yang mau merusak negeri ini dengan isu-isu tersebut.  

Salam Perjuangan

*Penulis adalah Direktur Perkumpulan SuaraKita