SuaraKita.org – Menurut sebuah penelitian yang dipublikasikan di jurnal Pediatrics, akses terhadap obat pemblokir pubertas selama masa remaja memiliki kaitan dengan pikiran untuk bunuh diri di antara remaja transgender
Jack L. Turban, MD, dari Massachusetts General Hospital di Boston, dan rekannya mensurvei 20.619 orang dewasa transgender (berusia 18 hingga 36 tahun) untuk menilai riwayat pemblokiran pubertas yang dilaporkan sendiri selama masa remaja. Hubungan antara akses ke pemblokiran pubertas dan hasil kesehatan mental orang dewasa, termasuk beberapa tindakan bunuh diri, dievaluasi.
Para peneliti menemukan bahwa 16,9 persen responden melaporkan bahwa mereka pernah menginginkan pemblokiran pubertas sebagai bagian dari perawatan terkait gender mereka. Dari 45,2 persen peserta yang ditegaskan berjenis kelamin lelaki, 2,5 persen menerima pemblokiran pubertas.
Mereka yang menerima pengobatan dengan pemblokiran pubertas memiliki peluang lebih rendah untuk memiliki pikiran untuk bunuh diri seumur hidup dibandingkan dengan mereka yang menginginkan pemblokiran pubertas tetapi tidak menerimanya (rasio odds yang disesuaikan, 0,3), ketika menyesuaikan untuk variabel demografis dan tingkat dukungan keluarga untuk identitas gender.
“Hasil ini sejalan dengan literatur masa lalu, menunjukkan bahwa pemblokiran pubertas untuk remaja transgender yang menginginkan perawatan ini dikaitkan dengan hasil kesehatan mental yang menguntungkan,” tulis para peneliti. (R.A.W)
Jurnal Pubertal Suppression for Transgender Youth and Risk of Suicidal Ideation dapat diunduh pada tautan berikut:
[gview file=”http://suarakita.org/wp-content/uploads/2020/01/Pubertal-Suppression-for-Transgender-Youth-and-Risk-of-Suicidal-Ideation.pdf”]
Sumber: