Search
Close this search box.

Kisah Hema : Jalan Hidup Seorang Trangender Lelaki

Oleh: Mathan*

SuaraKita.org – “Kuncinya satu, kita harus terus berpikiran positif sama diri kita sendiri, gitu.” Begitulah kira-kira yang diucapkan oleh Hema (bukan nama sebenarnya – red) ketika dijumpai di salah satu café di Jakarta Pusat. 

Hema datang dengan mengenakan kemeja panjang kotak-kotak hijau dan langsung memesan kopi pahit hitam kesukaannya. Ia baru saja menyelesaikan pelatihan pendidikan dasar mengenai hukum di salah satu LSM di Jakarta. 

Hema adalah seorang transgender lelaki. Perawakannya yang tegap, berkulit legam dan kumis serta janggutnya yang cukup lebat membuat penulis kaget pada awalnya, karena tidak menyangka bahwa ia adalah seorang transgender lelaki. 

Sejak kecil, Hema memang merasa ada yang berbeda dari dirinya bahkan sebelum ia masuk sekolah. Ia sadar bahwa ia adalah seorang lelaki, tetapi dengan tubuh yang unik. Namun hal tersebut ia pendam cukup lama dan ia manut saja dengan peraturan sosial yang ada, yaitu dengan memiliki rambut panjang dan berpakaian seperti perempuan tomboy.

Selain itu, ketertarikannya kepada perempuan juga telah ia rasakan sejak usia yang masih belia. “Saya dari dulu emang sukanya sama perempuan, Kak. Kalau lelaki mah, ada yang pegang saya juga bisa saya pukul, kali!” begitu katanya yang langsung disambut gelak tawa kami berdua. “Tapi saya tahan aja sendiri, sampai SMA baru punya pacar perempuan.”

Ketika kedua orang tuanya mengetahui ada yang berbeda dari anak gadisnya, sontak saja terjadi penolakan dan menyebabkan dirinya untuk memutuskan kabur dari rumah selama kurang lebih 5 tahun. Ia kabur dan tinggal bersama dengan pacarnya. “Jadi saya itu mengalami dua kali kekerasan. Pertama sama papa saya, waktu saya masih tinggal di rumah orang tua saya. Makanya saya kabur. Kedua sama kakak lelaki saya, waktu saya memutuskan buat pulang ke rumah orang tua.” Kekerasan ini pula yang akhirnya menyebabkan trauma pada dirinya, terlebih terhadap kakaknya. Hingga hari ini, Hema masih belum berkomunikasi dengan kakaknya. 

Pada akhirnya, kedua orang tua Hema dapat menerima keadaan dirinya setelah disambangi oleh tim dari SuaraKita yang mencoba untuk merekonsiliasi Hema dengan keluarganya. “Setelah didatangi oleh tim dari SuaraKita, rada mendingan sih. Mereka jadi lebih bisa mengerti kalau ini memang jalan hidup saya, yang saya pilih tanpa paksaan.” Hal ini lah yang akhirnya menjadi semangat bagi Hema untuk dapat membahagiakan kedua orang tuanya. “Ya, saya sih inginnya adopsi anak. Tapi yang utama untuk orang tua dulu aja deh.”

Tubuhnya yang kekar dan kumis serta janggutnya yang lebat tak lepas dari terapi hormon yang telah hema jalani secara telaten selama kurang lebih 2 tahun terakhir sejak tahun 2017. Terapi ini ia lakukan tanpa keterangan dari dokter, sehingga semua ia lakukan secara otodidak. “Saya cari – cari sama temen, terus dikasih tau ya saya coba – coba sendiri. Pertama nonton Youtube, terus akhirnya ada lagi yang mengajarkan bagaimana cara yang benar,” begitu jelasnya ketika ditanya mengenai terapi hormon. 

“Ada satu kalimat yang saya terus pegang, kalau mau jadi lelaki ya jangan setengah-setengah. Itu kata pacar pertama saya, Kak. Makanya saya jadi makin yakin buat terapi hormon.” Bagi Hema, keinginannya untuk menjalankan terapi hormon memang dari dalam dirinya sendiri yang yakin berada dalam tubuh yang salah. Namun, dorongan dari pacar pertamanya telah memantapkan pilihan hidupnya, untuk mengambil jalan ini. “Saya nyaman dengan keadaan saya yang sekarang karena dulu saya menderita banget dengan tubuh yang dulu. Selama ini hidup dengan kedok, tidak bisa happy karena tidak bisa jadi diri sendiri,” jawabnya mengenai pilihannya melakukan terapi hormon. “Sekarang saya bisa menjadi diri sendiri dan saya jauh lebih bahagia.”

Hema merupakan salah satu anggota aktif Sahabat Kita. Sahabat Kita merupakan kumpulan orang-orang yang akan membantu teman-teman komunitas LGBT jika ada masalah, seperti sahabat bagi temannya.  Langkah besar ini ia ambil karena ia ingin menjadi salah satu penolong bagi teman-teman yang juga berada di posisinya dan membutuhkan pertolongan. “Di SuaraKita ini dapat banyak pengetahuan, kita jadi melek hukum dan pengetahuan pokoknya banyak bertambah,” jelas Hema. “Saya pernah dibantu SuaraKita, maka saya juga mau membantu teman-teman lain di luar sana melalui Sahabat Kita.” 

Penulis adalah seorang mahasiswa yang pernah magang di SuaraKita