Search
Close this search box.

 

SuaraKita.org – Pendukung hak LGBT di Nepal telah mendorong pemerintah untuk melakukan sensus terhadap komunitas LGBT.

Menurut publikasi LGBT lokal Pahichan, pemerintah terakhir melakukan survei 10 tahun yang lalu.

Mereka menemukan 4.000 orang yang diidentifikasi sebagai LGBT.

Tetapi, menurut Pahichan, populasi orang LGBT di Nepal jumlahnya lebih dari 500.000.

Mereka melaporkan bahwa sekitar 300 pekerja sektor layanan publik LGBT coming out. Ini menunjukkan jumlah orang LGBT di seluruh negeri jauh lebih tinggi dari 4.000.

Sekarang pemerintah telah menunjukkan minat dalam melakukan sensus terhadap populasi LGBT, para aktivis mendesak pemerintah untuk melakukan penelitian dengan cara yang sensitif.

‘Biro [statistik] harus mengatur formulir terpisah yang menargetkan komunitas ini’ desak Pahichan.

Juga mendesak kelompok LGBT non-pemerintah untuk membantu komunitas LGBT untuk ikut serta dalam sensus.

Baik Inggris dan Hong Kong baru-baru ini mempertimbangkan mengumpulkan data sensus tentang komunitas LGBT.

Di Hong Kong, para ahli mengatakan sensus akan memberikan bukti empiris warga LGBT.

Proposal untuk sensus Inggris berikutnya, pada 2021, termasuk pertanyaan sukarela tentang orientasi seksual dan identitas gender.

Jika pertanyaan disetujui, ini akan menjadi pertama kalinya Inggris melacak informasi ini dalam sensus mereka.

Kehidupan LGBT di Nepal

Negara pegunungan Asia Selatan itu juga melegalkan seks gay pada 2007.

Secara teoritis, Nepal memiliki undang-undang untuk melindungi kesetaraan LGBT. Namun, aktivis setempat telah memperingatkan, itu tidak selalu terjadi dalam praktik.

Selain itu, banyak LGBT Nepal menolak gender ketiga dalam dokumen kewarganegaraan. Ini karena tidak menjamin hak yang menyertainya.

Misalnya, orang Nepal tidak bisa mendapatkan SIM dengan ID gender ketiga.

“Selalu ada romantisasi Nepal sebagai salah satu negara yang lebih toleran di Asia; Namun, realitas dasarnya sangat berbeda, kata penyelenggara parade kebanggaan tahun ini, Rukshana Kapali.

Hukum pidana baru yang diberlakukan pada Agustus tahun lalu gagal menjamin pernikahan yang setara.

Para pembuat undang-undang tahun lalu berjanji bahwa parlemen komunitas LGBT akan terus membahas dan mengadvokasi isu-isu LGBT.

Ini termasuk masalah kewarganegaraan, kesetaraan pernikahan, kekerasan dalam rumah tangga, adopsi, dan akses ke kesehatan dan pendidikan. (R.A.W)

Sumber:

GSN