Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Kelompok LGBT di Jepang khawatir dengan meningkatnya kasus outing yang cepat, yang merujuk pada pengungkapan secara terbuka tentang seksualitas seseorang dan atau identitas gender yang bertentangan dengan keinginan mereka.

Pusat Dukungan Shakaiteki Hosetsu mengatakan bahwa pihaknya telah menerima peningkatan panggilan dalam enam tahun dari 2012 tentang outing melalui saluran telepon bantuan sejak 2012. Mereka menerima 110 panggilan telepon tentang masalah tersebut.

Namun pusat itu hanya mengkategorikan panggilan telepon tentang outing hanya tiga dari enam tahun tersebut. Selain itu, banyak panggilan yang tidak terjawab, sehingga pusat itu percaya bahwa angka itu bisa 24 kali lebih tinggi.

Kelompok LGBT mengatakan bahwa tindakan outing telah memaksa seseorang untuk keluar dari pekerjaan atau pendidikan mereka. Mereka juga mengatakan telah banyak korban mengalami masalah kesehatan mental.

Orang tua dari seorang mahasiswa pascasarjana berusia 25 tahun yang meninggal karena bunuh diri setelah teman sekelasnya melakukan outing kepadanya menuntut mahasiswa itu dan universitas. Mereka mengklaim universitas gagal menangani kebutuhan putra mereka dengan tepat.

Pada bulan Februari, mereka mencapai penyelesaian dengan teman sekelasnya tetapi Pengadilan Distrik Tokyo menolak kasus mereka terhadap universitas. Mereka berencana untuk mengajukan banding atas keputusan itu.

Outing  merupakan tindak pidana

“Melakukan outing kepada seseorang dapat menghancurkan hubungan manusia,” kata pengacara Kazuyuki Minami yang mewakili orang tua setelah vonis.

“Pengadilan sama sekali tidak menyebutkan pertanyaan substantif tentang ya atau tidak tentang outing adalah tindakan yang melanggar hukum,” kata Kazuyuki Minami yang jelas frustrasi dengan keputusan pengadilan.

Pengacara berpendapat outing harus dianggap sebagai kejahatan.

Sementara homoseksualitas tidak ilegal di Jepang, seksualitas dan masalah gender sangat tabu.

“Banyak minoritas seksual berada dalam situasi di mana mereka merasa harus bersembunyi,” kata pengacara Shinya Maezono yang menjalankan situs web dukungan hukum untuk orang-orang LGBT.

“Pertama-tama, orang-orang selain mereka yang berkepentingan perlu memahami minoritas seksual dengan lebih baik dan kemudian kita bisa berharap itu akan memungkinkan orang LGBT menjadi lebih terbuka.”

Bulan lalu, Jepang menegakkan hukum kontroversialnya yang mengharuskan orang trans menjalani sterilisasi jika mereka ingin transisi . Sebuah survei bulan Maret mengungkapkan setengah dari siswa LGBT di Jepang yang melamar pekerjaan pertama mereka memiliki pengalaman ‘tidak nyaman’ selama wawancara.

Tetapi ada beberapa gerakan pada isu-isu LGBTI ketika kasus-kasus penting dimulai pada Senin (15/4) lalu untuk mendengar keluhan terhadap larangan Jepang tentang pernikahan sesama jenis. (R.A.W)

Sumber:

GSN