Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Sebuah penelitian telah menemukan bahwa undang-undang anti-gay Malawi berarti bahwa anggota komunitas LGBT + rentan terhadap penangkapan yang sewenang-wenang, kekerasan fisik dan diskriminasi.

Menurut Human Rights Watch (HRW) organisasi hak asasi manusia yang merilis laporan penelitian tersebut, Pasal 153 dan 156 KUHP Malawi melarang “pelanggaran tidak wajar” (unnatural offences) dan “praktik tidak senonoh sesama lelaki”.


Undang-undang tersebut berarti bahwa lelaki yang terlibat dalam aktivitas seksual sesama jenis dapat dipenjara hingga empat belas tahun, dan perempuan hingga lima tahun.

Penelitian juga menemukan bahwa orang-orang yang ekspresi gendernya berbeda dari apa yang ditetapkan pada mereka, termasuk transgender, paling mungkin ditargetkan dengan kekerasan dan diskriminasi.

Untuk penelitian tersebut, Human Rights Watch mewawancarai sejumlah LGBT di Malawi, yang menceritakan kisah kebrutalan polisi atas identitas seksual atau gender mereka.

Seorang transgender perempuan, yang dinamai Olivia dalam laporan penelitian, mengatakan dia dan temannya – yang juga trans – ditangkap setelah mereka diserang oleh massa.

Dia mengatakan dia ditangkap karena polisi mengira bahwa dia gay, dan mereka mulai “menampar dan meninju” dia untuk memaksanya mengaku.

Mereka juga menemukan bahwa hak atas perawatan kesehatan  individu LGBT diingkari. Seorang lelaki transgender, bernama Eric, dipukuli oleh sekelompok geng yang mengira dirinya lesbian. Ketika dia pergi ke rumah sakit, perawat menolak untuk merawatnya.

Penelitian tersebut menemukan bahwa penolakan pemerintah untuk mencabut undang-undang anti-gay berarti bahwa Malawi adalah lingkungan yang bersifat menghukum bagi komunitas LGBT.

Dalam laporan penelitiannya Human Rights Watch merekomendasikan bahwa pemerintah Malawi mendekriminalisasi hubungan seks konsensual sesama jenis untuk memastikan bahwa anggota komunitas LGBT lebih terlindungi.



Malawi telah berulang kali mendapat kecaman dari kelompok-kelompok hak asasi manusia karena perlakuannya terhadap LGBT.


Pada 2012, pemerintah di Malawi menegaskan bahwa mereka tidak lagi menangkap dan menahan orang untuk melakukan aktivitas seksual sesama jenis.

Namun, pada tahun 2016, hakim senior menginstruksikan polisi untuk terus menegakkan hukum sementara keputusan pemerintah “ditinjau.”

Pada saat itu, Menteri Kehakiman, Samuel Tembenu berkomitmen untuk meninjau kembali undang-undang anti-gay negara tersebut. Namun, hal ini belum terjadi.

Pada tahun 2015, hukum Pernikahan, Perceraian dan Hubungan Keluarga Malawi mulai berlaku, yang melarang ikatan hubungan sejenis (same-sex unions) . Hukum yang sama juga menetapkan bahwa jenis kelamin seseorang ditentukan pada saat lahir dan tidak dapat diubah.(R.A.W)

Laporan penelitian dapat diunduh pada tautan berikut:

[gview file=”http://suarakita.org/wp-content/uploads/2018/10/Let-Posterity-Judge-Violence-and-Discrimination-against-LGBT-people-in-Malawi.pdf”]

Sumber:

HRW

pinknews