SuaraKita.org – Sebuah penelitian yang dipimpin oleh para peneliti dari Hudson Institute of Medical Research di Australia telah mengidentifikasi 12 perbedaan genetik yang signifikan antara transgender perempuan dan lelaki non-transgender. Dihipotesiskan bahwa gen-gen ini, yang diketahui terlibat dalam pensinyalan hormon seks, mungkin berkontribusi pada kesadaran identitas gender seseorang.
Penelitian ini menganalisis DNA dari 380 transgender perempuan, dibandingkan dengan 344 lelaki non-transgender. Hasilnya mengidentifikasi dua belas varian genetik fungsional pada transgender perempuan yang berhubungan dengan gen yang terlibat dalam mengatur hormon seks estrogen dan androgen.
“Ini adalah studi terbesar dan paling komprehensif di dunia yang meneliti perubahan gen yang mengontrol pensinyalan hormon seks pada transgender perempuan,” kata penulis utama dalam penelitian, Vincent Harley. “Ini mengidentifikasi beberapa gen baru atau variasi genetik yang belum pernah dilihat sebelumnya dalam disforia gender.”
Penelitian terbaru ini merupakan bagian dari penelitian yang sedang berkembang yang meneliti kemungkinan asal-usul biologis dari identitas gender. Awal tahun ini sebuah tim dari Augusta University mempresentasikan beberapa hasil dari penelitian yang belum ditinjau sejawat yang mengidentifikasi sejumlah varian genetik yang memberi kesan memainkan peran dalam identitas transgender.
Penelitian lain, yang juga dipresentasikan pada awal 2018, meneliti aktivitas otak pada anak-anak transgender. Hasilnya menyatakan scan MRI mengungkapkan pola aktivasi otak pada anak-anak transgender yang lebih mirip dengan jenis kelamin yang mereka inginkan, dibandingkan dengan jenis kelamin biologis mereka.
Sebuah penelitian yang lebih besar yang secara komprehensif meneliti genom dari 10.000 subjek (termasuk 3.000 subjek adalah transgender) sedang berlangsung saat ini. Mencakup lima lembaga di seluruh Eropa dan Amerika Serikat, pekerjaan ini lagi-lagi memburu penanda-penanda genetik yang dapat memberikan petunjuk kepada asal biologis yang mendukung identitas gender.
Penelitian-penelitian ini secara provokatif tidak dapat disangkal, dengan banyak perdebatan masih berputar-putar di seputar pertanyaan tentang asal-usul identitas gender. Dalam sebuah wawancara dengan ABC News di Australia, Sally Goldner dari Transgender Victoria secara adil merangkum pro dan kontra dari esensialisme ilmiah semacam ini.
“Senang melihat penelitian yang mendukung apa yang sudah kita ketahui – bahwa kita adalah kita,” kata Sally Goldner. “Hal ini tidak begitu baik jika orang-orang tampaknya tidak cocok dengan semacam tes genetika, jika itu pernah dikembangkan.”
Vincent Harley tentu saja setuju bahwa tujuan penelitiannya bukanlah untuk mengurangi identitas gender menjadi asal genetika yang sederhana. Sebaliknya, dia berharap apa yang dikerjakannya membantu mengurangi diskriminasi dan penderitaan yang dialami oleh para transgender.
“Apa yang membuat Anda merasa seperti lelaki atau perempuan itu rumit dan melibatkan interaksi antara banyak gen yang berbeda, seperti tinggi, berat badan atau tekanan darah,” kata Vincent Harley. “Namun, sementara gen memainkan peran, mereka bukan satu-satunya faktor yang terlibat dalam menentukan identitas gender.”
Penelitian baru ini diterbitkan dalam Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. (R.A.W)
Sumber: