Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Salah satu diplomat Singapura yang cukup berpengaruh menyerukan pencabutan sebuah undang-undang yang mengkriminalkan seks antar sesama lelaki, beliau mengatakan sudah waktunya bagi kota-negara modern untuk meninggalkan undang-undang “kuno”.

Keputusan Mahkamah Agung India awal bulan ini yang mendekriminalisasi seks homoseksual telah memicu perdebatan baru di Singapura, dan sebuah tantangan hukum baru telah diajukan terhadap hukum seks anti-gay tersebut.

Hubungan seks di antar sesama lelaki adalah ilegal di Singapura di bawah “Pasal 377A” dalam hukum pidana, yang diwarisi dari era kolonial Inggris, meskipun jarang ditegakkan.

Tommy Koh, seorang veteran diplomat  dan mantan duta besar untuk PBB dan Amerika Serikat, menulis dalam sebuah kolom untuk surat kabar pro-pemerintah The Straits Times bahwa undang-undang tersebut harus ditinggalkan.

“Pasal 377A adalah hukum kuno, tidak didukung oleh sains, dan harus dicabut,” kata Tommy Koh, yang juga pakar hukum internasional dan duta besar di kementerian luar negeri.

Lelaki berusia 80 tahun itu mengatakan Singapura adalah salah satu dari sedikit negara yang masih melarang sodomi karena hukum itu diwarisi dari hukum pidana Inggris lama.

“Untuk negara yang menganut sains dan teknologi, sangat mengherankan bahwa, pada aspek yang satu ini, hukum belum diperbarui terkait bukti ilmiah,” katanya.


Tommy Koh mengatakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menghapus homoseksualitas dari daftar gangguan mentalnya, dan sementara para pemimpin agama menganggap sodomi sebagai dosa itu seharusnya bukan kejahatan.

Terakhir kali tantangan diajukan terhadap undang-undang tersebut adalah pada tahun 2014 tetapi pengadilan banding menolaknya, mengatakan bahwa itu terserah kepada parlemen untuk mencabut undang-undang.

DJ Singapura, Johnson Ong, mengajukan tantangan baru terhadap Undang-undang kriminalisasi homoseksual pada awal bulan ini.

Pengacara yang mewakili Johnson Ong, atau yang dikenal sebagai DJ Big Kid, mengatakan mereka akan berusaha untuk menunjukkan larangan itu bertentangan dengan jaminan konstitusi kebebasan pribadi.

Meskipun Singapura yang makmur memiliki budaya yang hidup dan modern, sikap resmi terhadap homoseksualitas tetap konservatif.

Tetapi dukungan publik untuk hak-hak gay telah berkembang, dengan ribuan orang muncul dalam beberapa tahun terakhir untuk acara tahunan hak asasi gay Pink Dot Singapura. (R.A.W)


Sumber:

thestar