Oleh: Adelsi Madaboria*
Judul | : | New Evidence of Genetic Factors Influencing Sexual Orientation in Men: Female Fecundity Increase in the Maternal Line |
Jurnal | : | Archives of Sexual Behavior |
Volume & Halaman | : | Vol. 38, Hal. 393–399 |
Tahun | : | 2009 |
Penulis | : | Francesca Iemmola & Andrea Camperio Ciani |
SuaraKita.org – Orientasi seksual dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor biologis, lingkungan, maupun sosial. Banyak penelitian yang sudah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor tersebut lebih dalam, termasuk faktor biologis. Menurut Hu dkk. (1995), secara biologis, gen pada lengan panjang kromosom X daerah q28 dalam susunan genetik manusia dapat mempengaruhi orientasi seksual lelaki.
Faktor genetik yang mempengaruhi orientasi seksual seseorang menimbulkan pertanyaan mengenai keberadaan gen homoseksual berkaitan dengan teori seleksi alam, terutama berkaitan dengan kemungkinan makhluk hidup untuk bereproduksi. Kaum homoseksual melakukan reproduksi jauh lebih sedikit dibandingkan kaum heteroseksual (Bell dan Weinberg, 1978). Preferensi kaum homoseksual mengurangi kemungkinan untuk berhubungan seks dengan lawan jenis dan bereproduksi.
Jika berdasarkan seleksi alam, karakteristik yang mengurangi atau menghilangkan kemampuan makhluk hidup bereproduksi akan tereliminasi dalam populasi secara progresif. Inilah yang menimbulkan pertanyaan mengapa seleksi alam tidak dapat mengeliminasi sifat homoseksual pada populasi manusia.
Francesca Iemmola dan Andrea Camperio Ciani berusaha menjawab pertanyaan tersebut, melalui penelitiannya yang dipublikasikan dalam Archives of Sexual Behavior pada tahun 2009. Jurnal tersebut berjudul New Evidence of Genetic Factors Influencing Sexual Orientation in Men: Female Fecundity Increase in the Maternal Line. Jurnal tersebut membahas adanya kaitan gen yang mempengaruhi orientasi seksual lelaki, dengan tingkat kesuburan anggota keluarga lain dari pihak ibu (maternal).
Penelitian ini merupakan pengulangan penelitian yang dipublikasikan tahun 2004, dengan mencakup partisipan yang lebih banyak. Penelitian yang dipublikasikan tahun 2004 tersebut merekrut 198 lelaki (100 heteroseksual, 98 homoseksual). Penelitian tersebut dipublikasikan dalam jurnal Evidence for maternally inherited factors favouring male homosexuality and promoting female fecundity oleh Andrea Camperio Ciani, Francesca Corna, dan Claudio Capiluppi.
Penelitian yang diulas merekrut 250 lelaki (98 heteroseksual, 152 homoseksual). Pengulangan dengan partisipan yang lebih banyak bertujuan untuk memperjelas dan memperkuat hasil penelitian yang dipublikasikan tahun 2004 tersebut.
Sebanyak 250 lelaki direkrut dengan kriteria: secara biologis lelaki, berumur di atas 18 tahun, dan tidak diadopsi. Sebanyak 98 lelaki adalah heteroseksual, 20 direkrut dari pantai dan resor, 15 merupakan pekerja hotel dan wisatawan, 11 dari bar dan klub malam, 25 dari klub sepakbola, 25 dari universitas, dan 2 dari gym.
Sebanyak 152 lelaki adalah homoseksual, 40 direkrut dari pantai dan resor, 25 merupakan pekerja hotel dan wisatawan, 39 dari bar dan klub malam, 28 dari klub gay, 15 dari universitas, dan 5 dari gym. Partisipan homoseksual yang tidak menikah sebanyak 90%, sedangkan heteroseksual sebanyak 58%.
Setiap partisipan yang mengkonfirmasi ketersediaannya, diberikan pre-test singkat tertulis mengenai anggota keluarga terdekat (orang tua, kakek nenek, saudara kandung, paman, bibi, dan sepupu). Peneliti memberikan penjelasan secara rinci dan selalu ada di dekat partisipan untuk mengklarifikasi keraguan partisipan.
Partisipan kemudian diberikan kuesioner yang terdiri atas tiga bagian, yaitu:
- Riwayat hidup yang terdiri atas: usia, tempat lahir, wilayah domisili, gelar akademik tertinggi, profesi, status pernikahan, dan urutan kelahiran.
- Tes Skala Kinsey (Kinsey dkk., 1948) dalam skala 7-point (0 = eksklusif heteroseksual, sampai 6 = eksklusif homoseksual).
- Jumlah keturunan yang dihasilkan oleh orangtua, kakek, nenek, paman, bibi, saudara lelaki, saudara perempuan, dan sepupu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat reproduksi anggota keluarga pihak ibu partisipan homoseksual lebih tinggi dibandingkan dengan anggota keluarga pihak ibu partisipan heteroseksual secara signifikan. Anggota keluarga dari pihak ibu yang menunjukkan angka signifikan, yaitu: ibu, ibu dari partisipan anak sulung, serta bibi dari pihak keluarga ibu. Selain itu, tingkat reproduksi yang diakumulasi dari kerabat maternal partisipan homoseksual (ibu, ibu dari partisipan anak sulung, bibi dari pihak keluarga ibu, dan paman dari pihak keluarga ibu) juga secara signifikan lebih tinggi dibandingkan partisipan heteroseksual.
Hal ini berhubungan dengan penelitian Hu dkk. (1995), mengenai adanya pengaruh gen daerah q28 pada kromosom X terhadap orientasi seksual lelaki. Lelaki memiliki satu kromosom X yang didapatkan hanya dari ibu kandungnya, dan kromosom Y dari ayah kandungnya. Oleh karena itu, lelaki tidak mendapat sifat genetis kromosom X dari ayah kandungnya. Sifat gen daerah q28 di kromosom X, yang dapat mempengaruhi orientasi seksual lelaki, didapatkan lelaki hanya dari ibu kandungnya.
Hal tersebut dapat memperkuat hasil penelitian yang sedang diulas, yaitu adanya hubungan secara genetik orientasi seksual lelaki dengan tingkat reproduksi anggota keluarga dari pihak ibu (maternal), yang menurunkan kromosom X pada lelaki.
Meningkatnya tingkat reproduksi garis keluarga maternal lelaki homoseksual dapat mengimbangi berkurangnya tingkat reproduksi lelaki homoseksual. Hal tersebut dapat menjelaskan penyebab lelaki homoseksual tetap ada dalam jumlah yang stabil.
Penelitian ini juga menunjukkan jumlah kakak lelaki yang dimiliki partisipan homoseksual lebih banyak dibandingkan partisipan heteroseksual. Jumlah kakak perempuan, adik lelaki, dan adik perempuan yang dimiliki keduanya tidak memiliki perbedaan yang signifikan.
Hasil mengenai jumlah kakak lelaki ini dapat berkaitan dengan studi yang dilakukan oleh Blanchard dan Klassen (1997), yang mengusulkan terdapat peran reaksi imun ibu ketika mengandung janin lelaki. Terdapat reaksi dari sistem imun ibu terhadap antigen H-Y yang dihasilkan janin lelaki pada tahap awal kehamilan.
Hal ini akan berpengaruh terhadap perkembangan jaringan otak janin tersebut, yang berhubungan dengan orientasi seksual. Reaksi ini meningkat sesuai dengan urutan kelahiran lelaki dari ibu tersebut (Blanchard dan Klassen,1997). Inilah yang dapat menjelaskan mengapa lelaki homoseksual cenderung memiliki kakak lelaki yang lebih banyak dibandingkan lelaki heteroseksual.
Penelitian mengenai hubungan biologis tingkat reproduksi anggota keluarga pihak ibu dengan orientasi seksual lelaki, oleh Iemmola dan Ciani, merupakan salah satu dari sekian banyak penelitian mengenai homoseksualitas dari segi biologis. Penelitian homoseksualitas dari segi biologis juga dibutuhkan untuk memahami keberagaman seksualitas sebagai sesuatu yang alami, sehingga lebih dapat diterima dan dimengerti. (R.A.W)
Jurnal penelitian dapat diunduh pada tautan berikut:
[gview file=”http://suarakita.org/wp-content/uploads/2018/07/New-Evidence-of-Genetic-Factors-Influencing-Sexual-Orientation.pdf”]
*Adelsi Madaboria adalah mahasiswa Jurusan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. Pernah mengikuti OSN Biologi sampai tingkat Provinsi Jawa Barat dan kompetisi seni visual.
Daftar Pustaka
Ciani, A.C., Corna, F., & Capiluppi, C.(2004). Evidence for maternally inherited factors favouring male homosexuality and promoting female fecundity. Proceedings of the Royal Society of London B: Biological Sciences, 271, 2217–2221.
Hu, S., Pattatucci, A.M., Patterson, C., Li, L., Fulker, D.W., Cherny,S.S., et al. (1995). Linkage between sexual orientation and chromosome Xq28 in males but not in females. Nature Genetics, 11, 248–256.
Bell, A. P., & Weinberg, M. S. (1978). Homosexuality: A study of diversity among men and women. New York: Simon & Schuster.
Kinsey, A.C., Pomeroy, W.B., & Martin, C.E.(1948). Sexual behavior in the human male. Philadelphia: W.B. Saunders Company.
Blanchard, R., & Klassen, P. (1997). H-Y antigen and homosexuality in men. Journal of Theoretical Biology, 185, 373–378.