Search
Close this search box.

Taiwan: Setahun Lagi Untuk Legalisasi Kesetaraan Pernikahan

Oleh: Boris Dittrich*


SuaraKita.org – Ada 25 negara di dunia di mana pasangan sesama jenis dapat menikah. Tapi di Taiwan belum.

Pada 23 Mei, saya mengunjungi Taipei atas undangan dari Marriage Equality Coalition Taiwan. Saya bukan saja bertemu dengan aktivis yang berkampanye untuk hak pernikahan yang setara, tetapi juga dengan Wakil Presiden Chen Chien-jen, anggota parlemen nasional dari berbagai partai politik, dan konselor dan sekretaris eksekutif pemerintah Kota Taipei. Beberapa yurisdiksi, termasuk kota Taipei dan kota-kota besar lainnya di Taiwan, serta sembilan kabupaten lain di Taiwan, memungkinkan pasangan sesama jenis untuk mendaftarkan hubungan mereka sebagai pasangan. Tetapi ikatan hubungan tersebut hanya memberikan hak yang lebih sedikit daripada pernikahan.

Selama bertahun-tahun, para aktivis Taiwan telah mendorong kesetaraan pernikahan. Pada Mei 2017, mahkamah konstitusi Taiwan memustuskan bahwa definisi hukum pernikahan “antara seorang lelaki dan seorang perempuan” sebagai tidak konstitusional. Keputusan bersejarah ini membuka jalan bagi kesetaraan pernikahan. Pengadilan memberi legislatif Taiwan jangka waktu yang terbatas selama dua tahun untuk mengesahkan kesetaraan pernikahan dalam hukum. Legislatif Taiwan dapat dengan mudah mengubah definisi pernikahan dalam KUHP atau memperkenalkan undang-undang baru tentang kesetaraan pernikahan. Jika badan legislatif gagal memberikan dalam waktu dua tahun, pengadilan memutuskan bahwa pasangan LGBT secara otomatis akan dapat menikah.

Salah satu hari pada kunjungan saya ke Taiwan adalah hari peringatan satu tahun dari keputusan tersebut. Saya mendesak wakil presiden dan pemerintahnya untuk menggunakan periode yang tersisa untuk memperkenalkan kesetaraan pernikahan. Dia mengakui bahwa putusan pengadilan adalah tonggak sejarah di jalan menuju kesetaraan bagi LGBT di Taiwan, yang menghadapi stigma sosial dan budaya dan diskriminasi. Namun, dia mengatakan bahwa hal-hal menjadi lebih rumit karena tiga proposal referendum nasional diprakarsai oleh kelompok anti-pernikahan gay bernama Happiness of the Next Generation Alliance. Dua dari proposal ini bertujuan untuk memblokir pernikahan sesama jenis.

Pada bulan April, Komisi Pemilu Taiwan meninjau dan menyetujui proposal ini. Tahap kedua dari gerakan referendum dimulai, di mana kelompok anti-pernikahan gay perlu mengumpulkan sekitar 280.000 tanda tangan yang setara dengan 1,5 dari pemilih yang berhak. Jika mereka mendapatkan tanda tangan itu, Taiwan akan mengadakan referendum nasional mengenai apakah akan mengizinkan pernikahan bagi pasangan sesama jenis.

Sebuah referendum tentang isu hak asasi seperti kesetaraan perkawinan yang berlaku menyerahkan hak asasi manusia pasangan sesama jenis ke kontes popularitas, menempatkan mereka dalam posisi rentan. Kehidupan dan identitas individu LGBT akan terbuka untuk debat publik, pemeriksaan, evaluasi dan kadang-kadang pelecehan. Tetapi dalam demokrasi, mayoritas penduduk tidak boleh dapat memblokir atau mengambil hak-hak dasar dari minoritas. Bagian dari tanggung jawab legislatif dan yudikatif adalah untuk menegakkan dan melindungi hak-hak minoritas.

Dalam percakapan saya dengan wakil presiden dan anggota parlemen saya menyarankan agar politisi di Taiwan harus menunjukkan kepemimpinan dan mengusulkan amandemen terhadap undang-undang sipil yang memungkinkan pasangan sesama jenis memiliki hak pernikahan yang sama seperti pasangan heteroseksual. Jika mereka memilih rute undang-undang khusus, mereka seharusnya tidak menyajikan versi yang diperlunak dari KUHP tetapi memberikan pasangan sesama jenis hak pernikahan yang setara persis seperti pasangan jenis kelamin yang berbeda dalam hukum perdata.

Para politisi tidak boleh bersembunyi di balik fakta bahwa mungkin ada beberapa di masyarakat Taiwan yang enggan melihat kemajuan dalam masalah ini. Pengalaman dari negara-negara yang telah memperkenalkan kesetaraan pernikahan menunjukkan bahwa setelah pasangan sesama jenis dapat menikah, debat pun mereda dan orang menjadi lebih terbuka terhadap hak-hak pasangan sesama jenis.

Masih ada satu tahun lagi dalam jangka waktu dua tahun yang diizinkan oleh pengadilan konstitusional. Dengan melakukan tugasnya, legislatif Taiwan memiliki kesempatan unik untuk menunjukkan bahwa persamaan hak dan non-diskriminasi bukanlah kata-kata kosong dalam konstitusi Taiwan. Badan legislatif dapat menjadikan Taiwan sebagai negara Asia pertama di mana pasangan sesama jenis dapat menikah dan membuat Taiwan menjadi sumber inspirasi bagi seluruh wilayah asia dan dunia.(R.A.W)

*Boris Dittrich adalah Direktur Program Advokasi Hak LGBT di organisasi Human Rights Watch

Sumber:

appledaily