Search
Close this search box.

SuaraKita.org – The Equal Opportunities Commission (EOC) telah mendesak pemerintah untuk mengubah undang-undang tentang pengakuan identitas transgender secara hukum.

Status individu transgender harus diakui selama mereka membuat “pernyataan hukum bahwa yang bersangkutan bermaksud untuk hidup secara permanen sesuai gender yang dia tegaskan”, kata komisi tersebut.

Sementara aktivis LGBT menuntut perubahan dalam undang-undang, pemimpin Kristen setempat tetap resisten.

Mereka telah mengusulkan perubahan pada fasilitas dan kebijakan sosial, misalnya, toilet netral gender.

Langkah yang diusulkan menuju kesetaraan muncul setelah ribuan orang menghadiri acara LGBT equality di Hong Kong pada bulan November lalu.

EOC menemukan bahwa “undang-undang pengenalan gender komprehensif” diperlukan.

Pemerintah “seharusnya tidak berkonsultasi mengenai apakah skema pengenalan gender harus diperkenalkan di Hong Kong, melainkan skema pengenalan jenis apa yang harus diadopsi,” kata ketua EOC Alfred Chan Cheung-ming.

EOC menginginkan Pemerintah Hong Kong untuk menghindari penekanan pada prosedur medis untuk menentukan jenis kelamin, dan sebaliknya mengandalkan “pernyataan hukum”.

Langkah ini sejalan dengan perkembangan internasional dan memberi harapan kepada aktivis LGBT yang ingin Hong Kong mengikuti jejak Inggris untuk mengadopsi Undang-Undang Pengakuan Gender.

“Sebuah skema pengenalan gender diperlukan sesegera mungkin”, kata Alfred Chan Cheung-ming.

Ini terlepas dari daerah otonom yang secara resmi menjadi bagian dari China, yang memiliki catatan hak LGBT yang mengerikan.

Pihak berwenang China mengumumkan larangan konten daring gay tahun lalu.

Proposal EOC membandingkan keputusan baru-baru ini di wilayah tersebut untuk membatalkan misa Natal bagi komunitas LGBT setelah seorang Uskup berbicara tentang “keberdosaan” gay.

Pemerintah Hong Kong menerima lebih dari 15.000 tanggapan terhadap konsultasi publik mengenai pengakuan hukum transgender tahun lalu.

Tinjauan hak transgender serupa di Inggris telah ditunda oleh Pemerintah setelah serangan balik dari kelompok sayap kanan.

Konsultasi di Hong Kong didorong oleh kasus transgender perempuan pada tahun 2013 yang diberi hak untuk menikahi pasangannya.

Namun, keputusan ini hanya berlaku untuk orang-orang yang telah menjalani operasi penyesuaian jenis kelamin.

Status identitas yang diakui secara hukum bagi individu transgender masih belum jelas di wilayah ini. (R.A.W)

Sumber:

pinknews