SuaraKita.org – The National Council of Churches in India (NCCI), yang mewakili sekitar 14 juta orang, telah menerbitkan sebuah surat terbuka yang menyatakan homoseksualitas harus didekriminalisasikan. Mahkamah Agung India sedang mempertimbangkan untuk membatalkan undang-undang era kolonial yang mengkriminalkan tindakan homoseksual.
“Homoseksualitas dan homo-erotisme telah dipraktekkan di India sejak dahulu kala,” tulis surat tersebut. Dan menambahkan: “Aktivitas homoseksual tidak pernah dikecam atau dikriminalisasi pada jaman India kuno.”
Dewan gereja tersebut berpendapat bahwa undang-undang anti-gay adalah peninggalan penjajah Inggris, yang mengenalkan konsep homofobia ke India berdasarkan nilai-nilai Victoria.
“Gereja-gereja di India perlu memberikan pertimbangan yang bertanggung jawab atas prakarsa Mahkamah Agung India untuk meninjau Pasal 377 sehubungan dengan hak konstitusional dan hak untuk privasi, dan suara keadilan dan cinta.
“Sebagai pengikut Kristus yang tidak konformis, umat yang secara konsisten mempertanyakan tradisi moralitas publik yang tidak adil dan tidak berbelas kasihan, seruan kita adalah menolak semua hukum yang mencela, mengkriminalkan, dan menyingkirkan manusia, dan berusaha untuk memfasilitasi komunitas yang inklusif dan penuh kasih. “
Surat tersebut muncul pada saat Pasal 377 KUHP India, yang melarang hubuan seksual antar lelaki, akan ditinjau ulang oleh pengadilan tinggi India untuk menentukan keabsahannya.
Pengadilan mengumumkan pekan lalu bahwa keputusan tersebut, yang dicontoh dari undang-undang Inggris abad ke-16, akan diperiksa sebelum bulan Oktober 2018.
Hukum zaman kolonial melarang “hubungan seksual jasmaniah yang dianggap tidak sesuai tatanan alam, dengan sesama lelaki, perempuan atau hewan”.
Mereka yang dihukum berdasarkan Pasal 377 dapat menghadapi hukuman penjara seumur hidup.
Keputusan untuk meninjau ulang undang-undang tersebut muncul saat pengadilan menemukan bahwa hampir 200 orang telah dihukum karena melakukan tindakan homoseksual pada tahun 2013.
Aktivis mengatakan bahwa undang-undang tersebut lebih umum digunakan untuk mengadili mereka yang melakukan pelanggaran seksual terhadap anak-anak dengan jumlah sekitar 1.347 kasus yang terjadi pada tahun 2015.
Mereka juga mengatakan bahwa bagian tersebut digunakan untuk memeras dan mengintimidasi individu LGBT India serta untuk mencegah akses layanan HIV / AIDS.
Pengadilan mengatakan bahwa “seseorang atau sekelompok orang yang menentukan sebuah pilihan tidak boleh berada dalam ketakutan.
Larangan terhadap homoseksualitas telah dihapuskan pada tahun 2009 di pengadilan tinggi Delhi. Namun, larangan itu dipulihkan empat tahun kemudian oleh pengadilan tertinggi.
Keputusan untuk memperkuat undang-undang tersebut disambut dengan kritik internasional, dan India menghadapi kecaman dari kelompok-kelompok besar termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pencabutan pemulihan larangan tersebut dianggap kontroversial karena pasal 21, yang menjamin hak privasi. Sedangkan keputusan untuk meninjau kembali tentang larangan tersebut diyakini oleh para ahli sebagai hal yang positif.
Anand Grover, seorang pengacara senior di India, mengatakan bahwa peninjauan ulang pasal tersebut “tidak ada pilihan selain untuk berhasil mendekriminalisasi homoseksualitas”.
Tahun lalu, sebuah keputusan mengenai kasus pribadi menjadi preseden untuk memberikan hak asasi manusia bagi LGBT. Keputusan tersebut, yang berada dalam kasus privasi yang tidak terkait, tampaknya menegaskan bahwa individu-individu LGBT berhak mendapatkan hak dasar untuk hidup.
Keputusan tersebut juga mempertanyakan keputusan yang mengembalikan Pasal 377, yang pada awalnya mengatakan bahwa undang-undang tersebut tidak diskriminatif karena hanya berdampak pada “sebagian kecil populasi negara tersebut”.
Mahkamah Agung memutuskan: “Sebagian kecil dari populasi negara yang merupakan lesbian, gay, biseksual atau transgender ‘bukanlah sebuah dasar untuk menolak hak privasi.”
Sembilan hakim Mahkamah Agung India menegaskan: “Orientasi seksual adalah atribut penting dari privasi. Diskriminasi terhadap individu berdasarkan orientasi seksual sangat menyinggung martabat dan harga diri individu. Kesetaraan menuntut agar orientasi seksual masing-masing individu dalam masyarakat harus dilindungi. Hak atas privasi dan perlindungan orientasi seksual terletak pada inti hak fundamental yang dijamin oleh Konstitusi.” (R.A.W)
Sumber:
Pinknews