Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Lautan bendera pelangi dan kostum berkilau memenuni pusat kota Taipei yang menyelenggarakan pride parade LGBT terbesar di Asia. Acara ini

adalah yang pertama diadakan sejak pengadilan tinggi Taiwan memutuskan untuk mendukung kesetaraan pernikahan.

Taiwan tampaknya menjadi tempat pertama di Asia untuk melegalkan kesetaraan pernikahan setelah pengadilan konstitusional mengatakan pada bulan Mei bahwa undang-undang yang mencegah hubungan LGBT melanggar hak kebebasan menikah.

Keputusan pengadilan tersebut memberi pemerintah waktu selama dua tahun untuk melaksanakan keputusan tersebut.

Kegembiraan itu dirasakan dalam parade yang diadakan pada hari Sabtu (28/10), saat kerumunan peserta parade menari melewati pusat ibukota dilatar belakangi oleh hingar bingar suara musik.

 

Namun di balik perayaan tersebut, beberapa orang merasa frustrasi karena tidak adanya kemajuan dalam undang-undang pernikahan sejak Mei.

“Banyak orang tidak mampu menunggu dua tahun,” kata Joseph Wu, (46) yang ikut berparade bersama pasangannya. Mereka telah berhubungan selama enam tahun.

“Kami hanya menginginkan hak yang sama dengan pasangan heteroseksual. Kami juga melakukan dinas militer kami, kami membayar pajak yang sama, jadi kenapa kami tidak bisa melakukan hal yang sama? ” katanya.

Hino Chen (29), menggemakan sentimen ini, menambahkan bahwa dia berharap pemerintah akan mengubah undang-undang sipil daripada memberlakukan undang-undang terpisah untuk mengizinkan kesetaraan pernikahan – yang menurut para kritikus masih diskriminatif.

“Kita semua adalah sama, kami juga ingin membentuk keluarga,” kata Hino.

 

Aktivis hak LGBT menyatakan frustrasinya bulan lalu ketika sebuah pengadilan administratif Taipei menolak permintaan dari pasangan lesbian untuk menikah.

Namun, Taiwan dipandang sebagai salah satu masyarakat paling progresif di Asia dalam hal hak-hak LGBT.

Bagi Benny Chan (35) yang berasal dari Hong Kong, ada baiknya pergi ke Taipei hanya untuk parade. Dia berpakaian seperti seorang permaisuri Cina dengan gaun emas yang tidak berani dia pakai di Hong Kong.

“Hong Kong lebih konservatif, mungkin karena pengaruh China,” kata Benny.

“Baru ketika saya di Taiwan saya berpakaian seperti ini dan tidak takut untuk mengekspresikan diri. (R.A.W)

Sumber:

Hongkongfp