SuaraKita.org – Rupert Colville, pejabat United Nations High Commissioner for Human Rights, mengutuk tindakan yang dianggap sebagai tren global yang mengganggu yang melibatkan penangkapan massal, penahanan, dan penyiksaan individu LGBT.
Pada sebuah konferensi pers di Jenewa, Rupert Colville mengatakan bahwa pihak berwenang di Azerbaijan, Mesir, dan Indonesia telah melanggar hukum internasional karena telah melakukan tindakan tersebut dalam beberapa pekan terakhir.
Beberapa waktu lalu, pihak berwenang di Azerbaijan membebaskan sekitar 83 orang tahanan LGBT, yang telah ditangkap pada bulan September. Sementara dalam tahanan, sebagian dari mereka mengalami penyiksaan seperti pemukulan dan terapi kejut.
Pihak berwenang di Baku, ibukota Azerbaijan, mengklaim bahwa mereka menahan orang-orang ini untuk tuduhan sebagai pekerjaan seks, “hooliganisme,” dan “menolak perintah polisi,” walaupun pengacara menolak klaim tersebut sebagai dalih.
“Setiap penangkapan yang dilakukan berdasarkan orientasi seksual atau identitas gender yang sebenarnya atau yang dirasakan adalah definisi dari kesewenang-wenangan dan melanggar hukum internasional,” kata Rupert Colville.
Pada bulan September, pihak berwenang Mesir menahan setidaknya 11 orang karena mengibarkan bendera pelangi di sebuah konser dan menggunakan aplikasi kencan gay. Mereka yang ditangkap dikenai pemeriksaan anal secara paksa, demikian menurut laporan Amnesty International.
Di Indonesia, polisi kembali menahan sekitar 50 lelaki di sebuah sauna awal bulan ini dalam serangkaian penggerebekan yang menargetkan individu LGBT yang hasilnya adalah penangkapan, kecaman oleh publik, dan tes HIV yang dilakukan secara paksa.
Rupert Colville juga menantang kebenaran mengenai tuduhan sebagai pekerja seks – yang umum terjadi di ketiga negara tersebut terhadap individu LGBT – dengan catatan bahwa “di hampir semua kasus, terdakwa telah menolak tuduhan tersebut atau mengindikasikan bahwa mereka dipaksa untuk mengakui keterlibatan mereka.”
Pejabat PBB tersebut menuntut siapa pun yang ditahan karena identitas LGBT mereka di Azerbaijan, Mesir, dan Indonesia untuk segera dilepaskan. (R.A.W)
Sumber: