SuaraKita.org- Sebuah hukum yang dianggap “mengerikan” yang menghukum seseorang sampai mati karena orang yang mereka cintai merupakan salah satu fokus dari sebuah resolusi internasional terbaru. Resolusi PBB dengan judul “The question of the death penalty” disusun untuk mengecam hukuman terberat, yaitu hukuman mati yang salah satunya dihadapi oleh individu yang melakukan hubungan seks sesama jenis atas dasar suka sama suka telah disepakati pada hari Jumat lalu oleh 47 anggota Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa. Dua puluh tujuh negara memilih untuk mendukung resolusi tersebut; 13 negara memilih untuk menentangnya dan 7 negara menyatakan abstain.
“Sangat tidak masuk akal untuk memahami bahwa ada ratusan juta orang yang tinggal di negara di mana seseorang dapat dieksekusi hanya karena orang yang mereka mencintai” kata Renato Sabbadini, direktur eksekutif organisasi LGBT ILGA, dalam sebuah pernyataan. “Ini adalah sebuah momen dimana masyarakat internasional secara terbuka menyoroti bahwa undang-undang yang mengerikan ini harus diakhiri.”
ILGA, sebuah organisasi yang melibatkan lebih dari 1.200 organisasi anggota dari 132 negara yang berkomitmen untuk kesetaraan hak asasi manusia bagi LGBT yang memiliki status konsultatif di Perserikatan Bangsa-Bangsa, menyebut resolusi tersebut sebagai “sesuatu yang bersejarah.” Organisasi tersebut pernah membuat sebuah laporan baru-baru ini dan memetakan rincian hukum yang berkaitan dengan orientasi seksual di seluruh dunia.
Resolusi tersebut meminta negara-negara yang belum menghapuskan hukuman mati untuk memastikan bahwa hal itu tidak “diterapkan secara sewenang-wenang atau dengan cara yang diskriminatif.
Saat ini ada enam negara (delapan jika termasuk sebagian Suriah dan Irak yang diduduki ISIS) yang menerapkan hukuman mati untuk hubungan sesama jenis. Hukuman ini berlaku di seluruh negara di Iran, Arab Saudi, Sudan dan Yaman, dan di beberapa provinsi di Nigeria dan Somalia.
Di lima negara lain yaitu Afghanistan, Mauritania, Pakistan, Qatar dan Uni Emirat Arab, penafsiran hukum Syariah secara teknis mengizinkan hukuman mati, namun diperkirakan tidak akan diajukan; ILGA mengatakan bahwa negara-negara ini dapat menerapkan hukuman yang lebih ringan. Dan di satu negara (Brunei Darussalam) hubungan sesama jenis adalah ilegal, namun belum menerapkan prosedur hukum kriminalnya.
Resolusi tersebut juga mengecam hukuman mati karena perzinahan, dengan memberi catatan bahwa hal tersebut tidak proporsional diberikan kepada perempuan. Selain berfokus pada gender dan orientasi seksual, resolusi baru ini dibuat berdasarkan laporan PBB baru-baru ini yang meneliti tentang dampak hukuman yang tidak proporsional atau diskriminatif terhadap sebuah kelompok atau seseorang yang: memiliki cacat mental atau intelektual, berusia di bawah 18 tahun di saat tindakan tersebut terjadi, warga negara yang rentan secara ekonomi, warga negara asing, individu yang menjalankan hak mereka atas kebebasan beragama atau berkeyakinan dan kebebasan berekspresi, termasuk dalam golongan ras dan etnis minoritas atau perempuan yang sedang hamil.
ILGA mengatakan bahwa enam upaya yang dilakukan oleh Mesir, Rusia dan Arab Saudi untuk mengubah resolusi dan melemahkan dampaknya masing-masing dapat dijatuhkan dalam pemilihan yang sering dilaukan secara tertutup. ILGA juga memuji delapan negara yang mempelopori resolusi tersebut yakni Belgia, Benin, Kosta Rika, Prancis, Meksiko, Moldova, Mongolia dan Swiss – untuk sikap kepemimpinan dan dukungan mereka.
André du Plessis, kepala Program PBB dan Advokasi di ILGA mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka “berpegang pada prinsip” melalui negosiasi dan masa pemilihan yang sulit. (R.A.W)
Sumber: