Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Tiga tahun setelah kasus terapi konversi gay pertama di China yang menarik perhatian luas, kelompok LGBT masih dipaksa oleh anggota keluarga mereka untuk menjalani berbagai bentuk terapi. 
Klinik yang menganjurkan terapi konversi juga dilaporkan memperpanjang proses terapi untuk menghasilkan lebih banyak uang, dan juga menghindari bentuk upaya pengobatan yang tidak masuk akal seperti terapi kejutan elektro yang dapat digunakan sebagai bukti di pengadilan.

“Kami menerima tiga sampai empat laporan setiap bulan pada tahun ini, mencari bantuan agar dapat lolos dari terapi yang dilakukan secara paksa,” kata Peng Yanhui, direktur sebuah LSM LGBT Rights Advocacy China.
Anggota keluarga mengirim korban, yang kebanyakan masih berusia sekolah menengah atau mahasiswa, ke rumah sakit jiwa, klinik, agen konseling psikologis dan bahkan pusat rehabilitasi pecandu narkoba dan internet, kata Peng Yanhui.

Menurut statistik yang dikumpulkan LSM LGBT Rights Advocacy China pada bulan Mei, negara tersebut memiliki sekitar 170 lembaga, yang sebagian besar merupakan lembaga penyuluhan psikologis yang memberikan berbagai jenis perlakuan kepada masyarakat LGBT.

Versi ketiga dari Chinese Classification of Mental Disorders (CCMD-3) pada tahun 2001 menyingkirkan homoseksualitas dan biseksualitas dari daftar kelainan..
Banyak klinik yang mengklaim dapat ‘mengobati’ homoseksualitas berulang kali meminta korban untuk menjalani semua jenis tes termasuk pemindaian CT dan tes darah untuk memperpanjang proses dan menghasilkan lebih banyak uang, kata Peng Yanhui.

“Beberapa individu LGBT dipaksa untuk melakukan tes selama beberapa bulan sebelum diberi resep psikotropika, dan satu di antaranya menghabiskan lebih dari 10.000 yuan (lebih dari 20 Juta Rupiah) hanya untuk tes,” kata Peng Yanhui.

Penggugat dalam kasus terapi konversi gay pertama di China, Xiao Zhen (nama samaran), mencatat keseluruhan proses pengobatan, di mana pusat konseling psikologis mengklaim dapat ‘menyembuhkan’ homoseksualitas dan kemudian memberinya terapi kejutan elektro.

Kasus tersebut berakhir di pengadilan Beijing pada bulan Desember 2014 yang menetapkan bahwa pusat konseling psikologis tersebut harus meminta maaf dan memberikan kompensasi kepada Xiao Zhen.  Meskipun kasus ini secara luas telah dianggap selesai, bentuk terapi ini terus berlanjut. Dalam kasus terakhir, seorang perempuan berusia awal 20-an melarikan diri dari rumah setelah dirawat di rumah sakit selama tiga bulan. Dia masih dalam pelarian sampai sekarang, kata Peng Yanhui.

“Ayahnya memintanya untuk berhenti dari pekerjaannya dan menguncinya di rumah sebelum dia berhasil melarikan diri. Kami akan membantunya setelah dia mengundurkan diri dan akan memanggil polisi jika dia ditangkap oleh keluarganya,” tambah Peng Yanhui.

Pendiri LSM yang berbasis di Guangzhou, Trans Center, yang mengidentifikasi dirinya sebagai H.C., mengatakan bahwa LSM tersebut telah menerima sekitar tiga laporan setiap bulannya sejak bulan Mei.

“Banyak individu LGBT tidak punya waktu untuk mencari pertolongan, karena keluarga mereka telah memutuskan hubungan individu tersebut dari dunia luar sebelum mengirim mereka untuk menjalani perawatan paksa. Dengan demikian jumlah korban sebenarnya jauh lebih besar,” 

LGBT Rights Advocacy China mengumpulkan informasi tentang klinik yang menawarkan terapi konversi. China memiliki 170 klinik tersebut, dengan mayoritas berada di kota lapis pertama dan kedua.

Satu pusat konsultasi psikologis yang terdaftar di Xi’an, Provinsi Shaanxi, China sebelah Barat Laut, mengklaim bahwa pusat tersebut telah merawat lebih dari 1.000 orang gay sejak didirikan pada tahun 1995.

“Kami biasanya menawarkan pengobatan dan hipnosis kepada pasien, dan banyak di antaranya ‘disembuhkan’ pada akhirnya,” seorang karyawan klinik bermarga Chen mengatakan kepada seorang wartawan yang menyamar sebagai klien.

Ketika ditanya bagaimana dia mendefinisikan telah disembuhkan, Chen mengatakan bahwa orang tua mereka melaporkan bahwa perilaku mereka telah kembali normal. Padahal penelitian sebelumnya di negara-negara Barat mengklaim bahwa kemungkinan “mengobati” homoseksualitas mendekati nol.

Pemaparan media yang berulang terhadap kasus terapi konversi gay masih gagal untuk menghentikan praktik tersebut, namun menurut Peng Yanhui, sekarang lebih banyak invidu LGBT meminta bantuan sebelum terapi dimulai dan tidak lagi mematuhi orang tua mereka tanpa berpikir lebih lanjut.

Setelah menerima panggilan bantuan, Peng Yanhui biasanya akan merekomendasikan dokter gay yang ramah LGBT setempat dan menyarankan agar mereka mengumpulkan bukti yang dapat dipergunakan di pengadilan, seperti rekaman dan kuitansi.

“Bagi mereka yang telah menerima terapi dan dikurung di rumah, kami sarankan mereka mengajukan perintah penangguhan penahanan dari pengadilan,” katanya.

Di bawah undang-undang anti-kekerasan rumah tangga pertama di China, yang mulai berlaku pada tahun 2016, korban dapat mengajukan permohonan untuk menunda perintah terhadap pasangan atau anggota keluarga mereka tanpa mengajukan kasus terlebih dahulu.

Tapi membantu orang transgender memiliki kesulitan sendiri, karena mereka lebih suka menggunakan nama samaran karena nama mereka di tanda pengenal mereka biasanya menunjukkan jenis kelamin aslinya, kata H.C.

Peng Xiaohui, seorang seksolog di Central China Normal University di Wuhan, Provinsi Hubei, mengatakan kepada bahwa sulit untuk secara resmi melarang terapi konversi LGBT di China karena masih banyak orang percaya bahwa minoritas seksual sedang sakit.

Peng Xiaohui menyarankan agar kelompok LGBT terus melakukan kampanye untuk menuntut hak mereka.

“Tapi kelompok LGBT harus tidak terikat terhadap kelompok politik atau yayasan asing ketika menuntut hak mereka,” Peng Xiaohui memperingatkan. (R.A.W)

Sumber:

globaltimes