Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Aderonke Apata mengajukan aplikasi untuk memperoleh suaka 13 tahun yang lalu dan pernah mendapatkan  dua kali penolakan.

Penolakan terakhir pada tahun 2015 datang saat hakim mengatakan kepadanya bahwa pengadilan menganggap  dia memalsukan seksualitasnya.

Aderonke khawatir jika dia dideportasi ke Nigeria dia akan menghadapi persekusi.

Dalam keputusasaan, Aderonke mengirimkan video pribadi kepada hakim yang berisi rekaman dirinya dan pasangannya yang sedang melakukan hubungan intim sebagai bukti seksualitasnya.

Tindakan tersebut menarik banyak dukungan untuk kasusnya, dan ratusan ribu orang menandatangani petisi untuk mendukung permohonannya untuk mendapatkan suaka.

Pada kampange di halaman Facebooknya, “Asylum for Aderonke”, Aderonke menulis bahwa setelah 13 tahun “perjuangan” dia akhirnya mencapai hasil yang dia inginkan.

Dia mengatakan : “Saya sangat bersukacita dan senang mengetahui bahwa sekarang saya aman dan dapat hidup bebas sebagai manusia!”

Aderonke kemudian mengucapkan terima kasih kepada keluarga, teman, tim pengacara dan para aktivis yang membantu kampanyenya dan orang-orang yang mendukung perjuangannya.

“Saya tidak bisa cukup berterima kasih kepada semua orang. Anda semua telah berkontribusi pada kemenangan ini. Tidak mungkin bagi saya untuk mencantumkan semua yang berdiri di sekeliling saya dan saya menghargai kalian semua, “katanya.

Dia juga mengambil kesempatan untuk mengingatkan kepada orang-orang  yang mendukungnya untuk mendukung orang lain yang meminta suaka karena takut penganiayaan karena seksualitas mereka.

“Saat Anda bersukacita dengan saya karena saya telah mendapatkan suaka, ingatlah bahwa masih banyak orang yang masih berada di posisi yang sama dengan saya selama lebih dari 13 tahun!

“Saya meminta Anda semua untuk berdiri dengan saya dan mereka untuk berjuang mengubah sistem permohonan suaka LGBT yang tidak manusiawi dan merendahkan orang yang berjuang untuk menjadi dirinya sendiri ,” tambahnya.

Aderonke menjadi pengkritik setia Yarl’s Wood Immigration Removal Centre setelah menghabiskan lebih dari satu tahun di sana pada tahun 2014.

Aderonke menggambarkan fasilitas tersebut sebagai “kamp konsentrasi” karena orang-orang dapat ditahan di sana dalam waktu yang tidak terbatas. Pencari suaka “seharusnya tidak diperlakukan sebagai penjahat,” katanya.

Sejak mendapat suaka, Aderonke Apata telah mengkritik The Home Office (Departemen yang bertanggung jawab atas imigrasi, kontrol keamanan dan ketertiban)  atas penanganan mereka terhadap pencari suaka LGBT.

Dia berkata: “The Home Office perlu mengejar ketinggalan dengan yang lainnya, menghapuskan kebijakan ‘bukti seksualitas’ yang kejam yang masih berlaku sejak tahun 1967. Semua orang LGBT yang mencari suaka di Inggris menginginkan untuk diperlakukan setara dengan pencari suaka lainnya,  dengan cara yang adil, bermartabat dan berperikemanusiaan.

“Setelah dipaksa kabur dari kampung halaman untuk menghindari tindak kebencian dan intoleransi, dicap pembohong oleh The Home Office yang merendahkan dan kejam terhadap individu LGBT yang mencari suaka, saya berharap The Home Office akan melihat ke belakang, merenungkan kasus saya dan memperlakukan semua orang dengan sopan dan terhormat, yang pantas mereka dapatkan”. (R.A.W)

Sumber:

pinknews