Search
Close this search box.

[Liputan] Halal Bihalal GP Anshor Jakarta Barat, Merawat Kebhinekaan dan Melawan Radikalisme

SuaraKita.org – GP Anshor Jakarta Barat mengadakan Halal Bihalal dan acara dialog kebangsaan yang bertemakan: Merawat Kebhinekaan dan Melawan Radikalisme. Acara pada Jum’at (14/7) lalu yang bertempat di sebuah hotel di bilangan Jakarta Barat dimulai pada pulul 19.00 WIB. Banyak undangan yang hadir dalam acara tersebut termasuk para pewarta dari berbagai media.

Beberapa bulan terakhir ini banyak kasus yang membuat keresahan dalam masyarakat sebangsa dan setanah air. Indonesia yang terkenal sebagai negara maju kelima terbesar di dunia yang sedang bersaing dengan beberapa negara besar lainnya di dunia sedang mengalami ancaman keterpurukan dari beberapa kasus yang memancing terjadinya radikalisme serta pengikisan kebhinekaan.

Hal itulah yang membuat GP Anshor melaksanakan dialog yang bertemakan persatuan ini. GP Anshor mengharapkan dengan adanya diskusi terbuka ini peserta dapat lebih mengerti dan mengambil tindakan yang benar dalam menghadapi masalah tersebut. Pembukaan acara diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya serta beberapa sambutan. Ketua GP Anshor dalam sambutannya mengharapkan kita semua sebagai anak bangsa saling bekerjasama untuk melawan radikalisme dan membangun bangsa menjadi lebih baik.

Dalam acara dialog dengan moderator Hizbullah Huda  ini dihadirkan tiga orang narasumber yang akan menjadi pembicara. Irene H.Gayatri, M.A, peneliti dari Puslit Politik LIPI membuka dialog tersebut sebagai pembicara pertama. Beliau mengatakan bahwa pemerintah harus dapat mempertahankan pluralitas Indonesia. Pemerintah harus lebih peka dan tegas terhadap masalah radikalisme yang semakin marak. Kegiatan dialog antar umat beragama harus dapat rutin diselenggarakan pemerintah agar komunikasi antar warga negara menjadi lebih baik. Menurutnya pemerintah harus bertindak tegas dalam hal ini dan tidak melakukan pembiaran. Jika dibiarkan menurut Irene akan menjadi hal yang disebut olehnya sebagai creeping in the carpet atau bisa juga diibaratkan seperti penyakit kanker, “gerakannya tidak terlihat tau-tau udah stadium empat”.

Pembicara kedua adalah Koordinator AIKONESIA, Paul Iman, BSc. Menurutnya dia tidak berbicara sebagai narasumber, tetapi menjadi salah satu suara. “saya adalah bagian dari kita”, begitulah kalimat yang beliau ucapkan. Baginya, pendiri bangsa membuat kita “susah”. Karena dengan terbentuknya Pancasila, pendiri negara membuat kita bebas sepenuhnya untuk menentukan bagaimana kita berbangsa dan bermasyarakat tapi dalam waktu yang bersamaan harus juga terasa indah. Dalam masyarakat Indonesia, banyak organisasi dari tingkatan yang atas sampai yang bawah. Masing-masing mempunyai pandangan yang berbeda mengenai bagaimana seharusnya Indonesia berjalan. “Itu adalah hal yang baik, tapi titik temu dari banyaknya pandangan tersebut belum ditemukan,” kata beliau. Ia menyarankan agar dialog seperti ini dapat dihadiri oleh sahabat-sahabat lain yang belum ikut. Tentu dialog yang diharapkan positif, supaya dapat menemukan sebuah titik temu. Diharapkan dengan adanya interaksi tersebut, didapat pengertian tentang pandangan masing-masing orang yang bermacam-maca, bahkan sampai ada yang terobsesi untuk merubah dasar negara.

Selanjutnya Dendy Finsa, SH sebagai Sekretaris GP Anshor DKI Jakarta menjadi pembicara yang terakhir dalam dialog ini. Lebih berbicara mengenai GP Anshor, beliau memaparkan menurut apa yang ia ketahui bahwa Tuhan mencpitakan manusia beragam, suku dan bangsa, dan Tuhan menghendaki untuk saling mengenal. Kebhinekaan yang Indonesia miliki tidak melanggar aturan agama. “Bagi kami (GP Anshor) merawat kebhinekaan adalah suatu “Jihad”, menangkal setiap radikalisme yang akan merongrong NKRI.” Selanjutnya beliau mengajak untuk bersatu, tidak bisa berjalan sendiri-sendiri karena dengan berjalan bersama itulah arti Indonesia.”

Dari acara dialog tersebut dapat disimpulkan bahwa hendaknya masyarakat Indonesia tidak gampang terpengaruh oleh taktik yang dilakukan para teroris atau kaum-kaum radikal yang tidak mencintai kebhinekaan Indonesia.  (J.C/A.P)