Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Bagi Jordyn Dyck, masalah ini secara harfiah adalah masalah antara hidup dan mati. Remaja berusia 14 tahun tersebut telah berkali-kali berusaha untuk bunuh diri dan sudah melewatkan hari-harinya untuk dapat bersekolah, serta beberapa hal besar lain dalam hidupnya.

Dia mengidentifikasikan dirinya sebagai gender non-biner dan melela ke teman sekelasnya dua tahun yang lalu. Namun hal tersebut malah membuat Jordyn menjadi sasaran bullying, peecehan dan diskriminasi. Para murid di sekolahnya banyak yang bertanya apakah Jordyn adalah seorang lelaki atau perempuan, bahkan mereka sampai mengirim foto-foto Jordyn waktu kecil bahkan mereka mengirimkan foto tidak senonoh kepadanya.

“Saya ingin mati saja,” kata Jordyn.

“Orang-orang tidak menyukai saya, saya pikir ini karena siapa saya saat ini”.

“Saya merasa tidak dapat mendukung diri sendiri dan orang lain juga tidak mendukung diri saya.

“Yang saya rasakan hanya ketakutan dan kesendirian.” Kata remaja yang tinggal di wilayah Saskatchewan, ketika diwawancarai oleh kantor berita CBC.

Saat ini, Jordyn sedang mencari sebuah sekolah, namun ingin juga mendapatkan pengakuan resmi atas status gendernya. Meski dia sadar bahwa hal tersebut sejauh ini masih belum memiliki hasil yang positif.

 “Saya rasa seharusnya tidak perlu melibatkan hakim, karena seharusnya anda bisa menjadi diri anda sendiri,” kata Jordyn. Namun kasusnya akan disidangkan di Court of Queen’s Bench pada hari Senin (17/7).

Ayah Jordyn, Dustin Dyck, memberikan dukungan terhadap perjuangan Jordyn tentang status gendernya. Dia mengatakan jika Jordyn berhasil mendapatkan pengakuan, maka orang-orang tidak lagi dapat mempertanyakan apakah ‘Apakah Jordyn seorang lelaki atau perempuan?’ Karena Jordyn sudah menunjukkan siapa dia kepada mereka.

Dustin juga mengatakan bahwa jika anaknya mendapatkan pengakuan tentang gendernya, maka dia akan setara dengan orang-orang lain, dan jika rasa kesetaraan itu muncul maka tidak akan ada lagi ruang untuk terjadinya bullying.

Dustin yang juga seorang aktivis pembela hak transgender menjelaskan bahwa anak-anak kerap “menyakiti diri mereka sendiri karena tidak dapat mengubah penanda gender yang mereka miliki.” Hal ini didukung oleh data statistik terkini yang sedang menyoroti kesulitan yang dihadapi oleh anak-anak transgender.

Sebuah penelitian di Inggris bulan lalu menemukan bahwa hampir dari setengah anak-anak transgender yang sedang sekolah pernah berusaha untuk bunuh diri, sementara empat dari lima orang anak menyakiti diri mereka sendiri. Sebuah penelitian dari tahun lalu menemukan bahwa 40 persen indvidu transgender di Amerika Serikat setidaknya pernah mencoba untuk melakukan tindakan bunuh diri semasa hidup mereka.

Jordyn bukanlah satu-satunya anak yang sedang berjuang untuk mendapatkan kesetaraan gender agar diakui oleh pemerintah Kanada. Fran Forsberg, orang tua seorang anak yang tinggal di wilayah yang sama dengan Jordyn empat tahun yang lalu pernah berusaha untuk mengubah penunjukkan gender resmi anaknya Rens yang waktu itu berusia 9 tahun.

Beberapa waktu yang lalu juga pernah diberitakan bahwa Searyl Atli Doty yang berusia delapan bulan, dari British Columbia, adalah orang pertama yang diidentifikasi secara resmi sebagai agender. (A.P)

Sumber:

Pinknews