Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Parlemen Malta akan mengesahakan undang-undang kesetaraan pernikahan setelah rancangan undang-undang tentang peraturan penyelenggaraan pernikahan tersebut melalui proses pemilihan suara pada hari Rabu (5/7). Keputusan tersebut memberi isyarat terbaru dalam perubahan sikap yang terjadi di negara Katolik tersebut sejak referendum 2011 yang melegalkan perceraian. Semenjak referendum tersebut, Malta mengakui serikat sipil dan tahun lalu menjadi negara Eropa pertama yang melarang terapi konversi terhadap individu LGBT.

Bulan lalu, Perdana Menteri Joseph Muscat mengatakan bahwa kesetaraan pernikahan akan menjadi salah satu prioritasnya setelah dia memenangkan pemilihan. “Malta ingin tetap menjadi pemimpin dalam isu penegakan hak LGBT dan kebebasan sipil, untuk dijadikan contoh bagi negara-negara lain di dunia,” katanya.

Perubahan tersebut merupakan bagian dari apa yang diharapkan oleh pemerintah Malta, yaitu memodernisasi pernikahan yang nantinya akan memungkinkan pasangan LGBT untuk mengadopsi anak. Dalam rancangan undang-undang tersebut, rujukan kepada “istri”, “suami”, “ibu” dan “ayah” semuanya dilebur menjadi preferensi gender-netral seperti “orang tua” dan “pasangan”.

Evelyne Paradis, direktur eksekutif asosiasi LGBT ILGA untuk wilayah Eropa mengatakan bahwa rancangan undang-undang tersebut disambut dengan sangat baik. “Undang-undang tersebut adalah sebuah bagian yang hilang dalam sebuah teka-teki ketika menyangkut hak keluarga di Malta,” katanya. “Penggunaan istilah gender-netral berarti bahwa setiap orang setara dan jauh lebih inklusif, terutama bila menyangkut komunitas transgender.”

Namun dibalik harapan agar rancangan undang-undang tersebut akan segera disahkan, beberapa anggota parlemen mengatakan bahwa mereka akan memberikan suara menentangnya. Anggota parlemen nasionalis Edwin Vassallo mengatakan bahwa dia akan menentang undang-undang tersebut untuk disahkan  karena “secara moral tidak dapat diterima.” Dia menuduh Perdana Menteri Malta Joseph Muscat  “menyebabkan kerusakan sosial yang bertentangan dengan hukum alam.”

Pekan lalu, Jerman akhirnya menjadi salah satu dari negara-negara Eropa yang juga melegalkan hukum kesetaraan pernikahan bagi pasangan LGBT. Belanda adalah negara pertama yang mengambil langkah tersebut di tahun 2001. Sejak saat itu, lebih dari 20 negara lain mengikutinya, termasuk Spanyol, Kanada, Argentina, Prancis, Inggris, Jerman, Irlandia dan Amerika Serikat. (R.A.W)

Sumber:

CNN

.