SuaraKita.org – Ribuan orang memadati Hong Lim Park pada hari Sabtu (1/7) saat Singapura mengadakan acara LGBT tahunan ke-9 Pink Dot. Untuk pertama kalinya, pagar barikade mengelilingi taman dengan tujuh pos pemeriksaan keamanan yang dipasang di sekelilingnya. Hal ini dilakukan agar panitia penyelenggara mematuhi aturan yang dikeluarkan sebelumnya tentang pelarangan orang yang bukan warga negara Singapura untuk ikut ambil bagian dalam acara tersebut.
Sesuai amandemen Undang-undang Ketertiban Umum yang dikeluarkan pada bulan Oktober tahun lalu, mulai bulan November 2016, penyelenggara acara yang diadakan di Speakers’ Corner (sebuah tempat di pojok Hong Lim Park, Singapura yang digunakan untuk menyuarakan aspirasi) “harus memastikan bahwa hanya warga Singapura atau penduduk tetap Singapura yang berpartisipasi dalam prosesi acara tersebut”.
Antrian mengular disekeliling taman tersebut dimana warga negara dan pemilik izin tinggal tetap mengantri untuk masuk ke lokasi acara. Di pintu masuk, petugas keamanan memeriksa tanda pengenal peserta dan memeriksa barang bawaan mereka.
Loh Kwek Leong (63) seorang pensiunan, yang berada di antrian bersama istri, anak perempuannya, dan pasangan anak perempuannya, mengatakan bahwa menurutnya acara LGBT tahunan tersebut layak untuk dilakukan.
Mantan surveyor tanah, yang menghadiri Pink Dot untuk keempat kalinya, mengatakan: “Suatu hari orang-orang ini akan diberi kebebasan untuk mencintai dan menikahi seseorang dari jenis kelamin yang sama. Dan ketika cucu-cucu saya melihat kembali hal ini, saya ingin mereka melihat kakek mereka berada di sisi yang benar dalam sejarah. “
Lebih dari 60 personil keamanan dan petugas polisi tambahan dipekerjakan untuk memeriksa kartu identitas dan tas peserta., ini tiga kali jumlah petugas keamanan yang disewa tahun lalu dan penyelenggara mengeluarkan biaya empat kali lipat lebih besar, kata juru bicara Pink Dot, Paerin Choa.
Pertama kali Pink Dot mempekerjakan petugas keamanan pada tahun 2014, setelah acara LGBT tersebut mendapat tentangan secara terbuka dari beberapa kelompok dan ada kekhawatiran tentang terjadinya tindakan pelanggaran.
Perubahan lain di Pink Dot tahun ini adalah sponsornya. Tahun lalu, panitia menghadapi hambatan saat pemerintah Singapura mengklarifikasi bahwa acara yang diadakan di Speakers’ Corner tidak boleh didukung oleh pendanaan asing. Kala itu, Pink Dot memiliki 18 sponsor tapi hanya lima yang merupakan sponsor perusahaan lokal. Sisanya adalah perusahaan multinasional seperti Google, Facebook, Twitter dan Barclays. Sejak saat itu, perusahaan lokal telah meningkat, dengan 120 perusahaan di antaranya mensponsori dengan hasil lebih dari 240.000 Dollar – melebihi target penyelenggara yang hanya 150.000 Dollar yang berasal dari 100 perusahaan.
Pada sebuah konferensi pers sebelum acara tersebut dimulai pada hari Sabtu, Paerin Choa mengatakan bahwa dia berharap warga Singapura akan berbondong-bondong menghadiri acara tersebut “terlepas dari hambatan dimana peserta harus menunjukkan tanda pengenal” dan mengirimkan pesan bahwa mendukung komunitas LGBT bukanlah budaya asing.
Sepuluh perusahaan asing termasuk Google, Facebook dan Apple bulan lalu telah menulis surat kepada pihak berwenang yang meminta izin untuk mendukung Pink Dot.
Kementerian Dalam Negeri Singapura telah mengatakan: “Pemerintah telah menjelaskan posisinya mengenai masalah ini. Kami ingin menegaskan kembali bahwa entitas asing seharusnya tidak mendanai, mendukung atau mempengaruhi kejadian yang berkaitan dengan masalah domestik, terutama masalah politik atau masalah sosial yang kontroversial dengan nuansa politik
“Ini adalah tentang pilihan politis, sosial atau moral yang hanya diputuskan oleh warga negara Singapura sendiri. Pembatasan ini juga berlaku, misalnya, untuk acara yang diadakan dalam rangka mendukung isu LGBT, dan juga acara yang diadakan untuk menentang isu tersebut.” (R.A.W)
Sumber: