SuaraKita.org – Mahkamah Agung Taiwan telah memutuskan bahwa pelarangan penerapan kesetaraan pernikahan bagi pasangan LGBT adalah sebuah hal yang tidak konstitusional. Parlemebadan Legislatif memiliki waktu dua tahun untuk mengubah undang-undang pernikahan tersebut, atau pasangan LGBT dapat menikah dan/atau mendaftarkan pernikahan mereka berdasarkan undang-undang yang ada.
Jay Lin dan pasangannya Jona Chen memiliki anak kembar, mereka memiliki anak berkat bantuan donor sel telur serta seorang Ibu pengganti. Jay, ayah biologis dari anak kembar tersebut bercerita tentang pentingnya perubahan hukum baginya dan keluarganya.
“Sama seperti keluarga yang lain”
“Saya percaya, bahwa manifestasi dari cinta seharusnya tidak memandang perbedaan kategori. Saya telah melihat begitu banyak pasangan gay di Taiwan yang telah hidup bersama dalam waktu yang lama, bahkan lebih lama jika dibadingkan dengan pasangan heteroseksual.” Kata Jay Lin
Menurutnya pasangan ini membutuhkan perlindungan hukum sah agar dapat melaksanakan pernikahan yang sah.
“Saya sudah bersama-sama dengan pasangan saya, Jona selama empat tahun. Kami belum menikah, tetapi kami sangat berharap bisa segera melangsungkan pernikahan. Tahun lalu, ibu pengganti saya, melahirkan anak kembar di Amerika. Saya membawa si kembar ini ke Taiwan saat mereka berumur satu bulan. Sejak itu, kami melakukan sebagaimana layaknya orang tua terhadap bayi, seperti: memberi imunisasi, memandikan, memberi makan, mengenalkannya kepada keluarga serta teman dan menyesuaikan kehidupan kami di sekitar mereka”.
Jay Lin memiliki pekerjaan, namun pasangannya Jona Chen terpaksa berhenti bekerja agar dapat lebih fokus untuk mengurus anak-anak di rumah. Namun, menurut Jay, saat membawa anak-anak mereka ke dokter atau kursus merawat bayi bagi orang tua misalnya, Jona sering dianggap bukan sebagai orang tua.
Masalahnya, dikarenakan Jay sering bepergian untuk bekerja, dan jika ada sesuatu yang yang membutuhkan persetujuan atau tanda tangan orang tua, maka Jona seharusnya dapat menggantikan Jay untuk menandatangani hal tersebut. Seperti perwakilan dari salah satu orang tua saja.
Jay Lin berharap bahwa tidak akan ada kejadian apapun yang menempatkan mereka ke dalam situasi yang sulit. Selama ini hanya masalah kecil ketika membawa anak kembar mereka ke dokter atau menandatangani surat surat perjanjian dengan sekolah.
Tapi Jay Lin berharap pasangannya Jona dapat diakui sebagai orang tua dan memiliki legalitas terhadap anak kembar mereka
Kebutuhan akan adopsi yang lebih banyak
Jay Lin pertama kali mencoba untuk mengadopsi anak di Taiwan, namun banyak orang yang berkata kepadanya; “Jangan repot-repot, banyak pekerja sosial yang tidak menganggap pasangan LGBT layak”.
Menurut Jay Lin, memungkinkan pasangan LGBT untuk dapat melakukan pernikahan agar mereka memenuhi syarat untukmengadopsi anak, adalah sangat penting bagi pasangan-pasangan gay LGBTyang ingin memiliki anak.
Tahun lalu jumlah adopsi di Taiwan hanya sekitar 300 orang. Jika ditambahkan dari intra keluarga adopsi bisa sampai 1.000 orang. Setengah dari 300 anak yang di adopsi oleh anggota non-keluarga dibawa pergi ke luar negeri, sisanya tetap tinggal di Taiwan. Hal itu menunjukkan bahwa tidak banyak anak yang diadopsi oleh pasangan heteroseksual lokal. Jadi, melihat hal ini seharusnya pasangan LGBT harus mendapatkan izin untuk dapat mengadopsi dan menyediakan rumah kepada anak-anak tersebut.
Dibutuhkan perubahan dengan segera
Proses memiliki anak dengan ibu pengganti (Surrogate mother) tidak hanya mahal namun juga membutuhkan waktu yang cukup lama.
Ada sekitar 200 keluarga LGBT yang terdaftar di jaringan Taiwan LGBT Family Rights Advocacy (ikatan mereka belum diakui sebagai pernikahan oleh negara). Tapi angka tersebut bukan angka yang pasti. Jay Lin merasa yakin bahwa pasti masih ada ribuan keluarga LGBT lain, tetapi mereka belum mau melela atau menghindar untuk di catat.
Banyak pasangan LGBT yang belum melaporkan atau tidak tahu bagaimana melaporkan ikatan mereka kepada kelompok advokasi.
Mereka berharap undang-undang kesetaraan pernikahan segera dilegalisasi, karena kampanye pemilihan presiden akan dimulai pada tahun 2018. Mereka khawatir isu tentang kesetaraan pernikahan ini akan dikesampingkan
Tujuan dari mereka adalah untuk mengumpulkan segala kekuatan agar sesuatu yang mereka harapkan terjadi pada akhir Juni nanti. (A.P)
Sumber: