SuaraKita.org – Ancaman dari kelompok islam ekstrim di Libanon gagal dalam upaya membatalkan acara Beirut LGBT Pride Week yang berakhir pada hari minggu (21/5) lalu di Beirut, Ibukota Libanon.
Di sebuah negara dimana homoseksualitas adalah sebuah tindakan ilegal, sekitar 4000 orang menghadiri lusinan acara, termasuk konferensi, acara perayaan dan pelatihan yang bertempat di dalam dan luar kota Beirut yang bernaung di bawah acara Beirut Pride
Pada Sabtu malam, bendera pelangi, simbol LGBT yang diakui secara internasional, berkibar di depan 18 buah bar yang terletak di Mar Mikhael, sebuah kawasan kehidupan malam yang populer di ibu kota Lebanon. Bendera tersebut juga dikibarkan di halaman kedutaan Inggris dan Belanda di Beirut
Hadi Damien, yang memprakarsai Beirut Pride, mengatakan: “Jumlah peserta yang hadir melampaui bayangan dari panitia”. Acara tersebut diijadwalkan bertepatan dengan Hari Internasional Melawan Homofobia, Bifobia dan Transfobia (IDAHOT) pada tanggal 17 Mei, Beirut Pride dijadikan sebagai dasar dari sekian banyak acara yang diorganisir oleh LSM dan aktivis hak LGBT yang telah bertahun-tahun berkampanye melawan homofobia di Lebanon.
Namun, keberhasilan mereka diawali dengan hal yang tidak menyenangkan, acara pertama Beirut Pride dibatalkan kurang dari 24 jam sebelumnya karena ancaman dari kelompok Islam.
Persatuan Cendekiawan Muslim Lebanon, sebuah kelompok Salafi, pada tanggal 14 Mei, menggunakan media sosial untuk menyuarakan tentangannya terhadap diskusi dan presentasi dari LSM Proud Lebanon tentang isu dan hak LGBT. Dalam beberapa jam, sebuah hotel di pusat kota Beirut yang dijadwalkan menjadi tempat berlangsungnya acara tersebut membatalkan penggunaan tempat mereka.
“Pihak hotel meminta maaf dan mengatakan bahwa mereka tidak dapat memberikan jaminan keamanan untuk semua orang,” kata Cosette Maalouf, petugas advokasi di Proud Lebanon, dia menambahkan bahwa tempat tersebut “mendapat tekanan dari pihak berwenang Lebanon untuk membatalkan acara tersebut”.
Demikian pula, tempat lain yang juga membatalkan sebuah acara yang diselenggarakan oleh Helem, LSM pembelah hak LGBT Lebanon. Menurut manajer pusat komunitas Helem, Joseph Aoun, instruksi pembatalan tersebut berasal dari “sebuah badan keamanan negara Lebanon” yang menuruti “ancaman dari kelompok radikal”.
Namun, kampanye penerimaan masyarakat terhadap LGBT telah membuat langkah signifikan di Lebanon akhir-akhir ini. Bahkan sebuah restoran milik warga Libanon baru-baru ini menampilkan pasangan sejenis dalam sebuah iklan mereka.
Hadi Damien berpendapat bahwa meningkatnya jumlah peserta Beirut Pide dikarenakan adanya upaya-upaya pembatalan acara tersebut. Sebagai contoh 450 orang – empat kali jumlah yang diperkirakan – menghadiri malam “curhat” pada hari Senin, di mana pembicara tamu dan hadirin berbagi cerita pribadi mereka sebagai anggota dan teman komunitas LGBT. Dima Matta, yang memandu acara tersebut, mengatakan “jumlah tangan yang terangkat menunggu untuk berbicara di lautan hadirin membuat hati saya bahagia.”
Beirut Pride 2018 rencananya akan dijadwalkan pada tanggal 12-20 Mei tahun depan. (R.A.W)
Sumber: