Oleh: Michael Sainato*
SuaraKita.org – Perhuangan hak-hak LGBT telah menuai banyak keuntungan dalam beberapa tahun terakhir di Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya, namun di banyak bagian dunia lain masih banyak orang yang mempertaruhkan nyawa mereka untuk memperjuangkan hak LGBT.
Pada tanggal 11 Mei lalu, diberitakan bahwa seorang lelaki Irlandia dibunuh secara brutal di Maroko karena dia seorang gay setelah dia berkencan dengan seorang lelaki di sebuah apartemen.
Dalam persidangan yang sedang digelar di Indonesia, jaksa menuntut hukuman 80 cambukan masing-masing untuk dua lelaki yang di pengadilan “mengaku” melakukan hubungan sejenis setelah mereka digerebek, difilmkan dan dilaporkan oleh warga lainnya. Jika terbukti bersalah, kedua lelaki tersebut akan menjadi yang pertama di Indonesia yang dicambuk karena berhubungan seksual sejenis, berdasarkan sebuah prinsip hukum syariah yang diterapkan di provinsi Aceh 2 tahun yang lalu untuk menenangkan separatis.
Pada 12 Mei, Badan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Human Rights Council) mendesak El Salvador untuk melindungi transgenender pembela hak asasi manusia Karla Avelar dan yang lainnya. Sejak awal tahun, setidaknya tujuh orang transgender terbunuh dalam kejahatan atas dasar kebencian di El Salvador. Kejahatan atas dasar kebencian terhadap transgender juga meningkat di Amerika Serikat; 2016 adalah tahun paling mematikan bagi individu transgender di Amerika Serikat. Dengan 27 pembunuhan yang tercatat sejauh ini di tahun 2017, tingkat kejadian pembunuhan tampaknya tidak menurun.
Pada bulan Maret 2017, surat kabar New York Times melaporkan pembunuhan brutal terhadap seorang transgender perempuan yang dipukuli, disiksa, dan kemudian dibunuh. Pembunuhan tersebut mengejutkan Amerika Serikat, menyebabkan beberapa orang menyerukan kepada pemerintah untuk menangani masalah kekerasan dan diskriminasi terhadap transgender.
Selama beberapa bulan terakhir di Republik Chechnya yang berada dibawah kekuasaan Rusia, sejumlah lelaki homoseksual telah ditangkap dan dikumpulkan ke sebuah pusat penahanan dan dieksekusi. Pemerintah Rusia telah menolak laporan tersebut, namun mereka menahan lima orang pada 11 Mei karena mencoba mengajukan petisi ke pemerintah Rusia yang ditandatangani oleh 2juta orang untuk mengakhiri penganiayaan terhadap lelaki gay dan menuntut penyelidikan yang layak.
Di antara penganiayaan di Chechnya, kantor berita Independent baru-baru ini melaporkan seorang anak berusia 17 tahun dilempar dari balkon sembilan lantai oleh pamannya karena menjadi gay. Seorang lelaki yang berhasil lolos dari penahanan dan penyiksaan Chechnya menceritakan kejadian yang dia alami kepada wartawan, lelaki yang dianonimkan demi keselamatan tersebut menceritakan bagaimana mereka disiksa di sebuah kamp karena orientasi seksualnya. Meskipun homoseksualitas telah disahkan di Rusia pada tahun 1993, pelanggaran hak asasi manusia dan diskriminasi masih merajalela di negara ini.
Dilaporkan juga pada tahun 2016 bahwa homoseksualitas adalah sebuah pelanggaran yang dapat dihukum mati di Yaman, Iran, Mauritania, Nigeria, Qatar, Arab Saudi, Afghanistan, Somalia, Sudan dan Uni Emirat Arab. Di daerah yang dikuasai ISIS di Suriah dan Irak, organisasi teroris telah merilis beberapa video yang mengeksekusi homoseksual. LGBT dinyatakan sebagai hal yang terlarang di 74 negara di seluruh dunia.
Masih banyak upaya yang perlu dilakukan untuk membela hak LGBT bahkan di Amerika Serikat. Pengadilan Banding Virginia Barat memutuskan pada tanggal 12 Mei bahwa serangan anti-gay tidak tercakup dalam undang-undang kejahatan atas dasar kebencian pemerintah sebagai tanggapan atas kasus di mana seorang lelaki keluar dari kendaraannya dan menyerang 2 lelaki gay yang dilihatnya sedang berciuman. Di Mississippi, untuk pertama kalinya pada minggu ini seorang hakim federal akan memberikan sebuah hukuman berdasarkan tuduhan kejahatan atas dasar kebencian kepada seorang lelaki yang mengaku bersalah telah membunuh seorang remaja transgender pada tahun 2015.
Hak asasi LGBT diserang di seluruh dunia. PBB pada bulan Juni 2016 untuk menunjuk seorang ahli untuk menangani kekerasan dan diskriminasi berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender di seluruh dunia. Pada bulan November 2016, Perserikatan Bangsa-Bangsa memilih untuk mempertahankan jabatan itu setelah beberapa negara mencoba untuk mencabut mandat atas jabatan tersebut. Dalam pemilihan yang dilakukan, terlihat dengan jelas negara mana yang yang anti dan pro penegakan hak-hak LGBT. Banyak upaya yang harus dilakukan untuk memperjuangkan hak LGBT baik itu di negara-negara yang sangat tertinggal maupun negara yang memiliki tradisi untuk melawan kelompok LGBT. (R.A.W)
*Michael Sainato adalah seorang jurnalis lepas yang bermukim di Florida, Amerika Serikat, dapat dihubungi via twitter @msainat1
Sumber: