SuaraKita.org – Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (Perbara) atau lebih populer dengan sebutan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) pada tahun ini genap berusia 50 tahun. Mereka mengadakan pertemuan tahunan ke-30 di Manila minggu lalu.
Berkenaan dengan perayaan hari yang bersejarah tersebut, ASEAN SOGIE Caucus (ASC) menyerukan untuk lebih banyak memperhatikan isu-isu yang berkaitan dengan hak-hak bagi komunitas LGBT di kawasan ASEAN. ASC menyerukan agar pemerintah negarara anggota untuk menegakkan kewajiban hak asasi manusia mereka untuk melindungi hak-hak LGBT. LGBT di asia tenggara masih berhadapan dengan tindak kekerasan dan diskriminasi, hal ini sangat penting untuk diperhatikan.
“Kehidupan orang-orang yang memiliki orientasi seksual, identitas gender, dan ekspresi gender yang berbeda di Asia Tenggara terus berisiko. Resiko ini termasuk pelestarian stigma, hukum yang diskriminatif dan tindak kekerasan yang terjadi dalam kehidupan sosial, politik dan budaya. Dalam banyak kasus, kehidupan Individu LGBT telah direnggut oleh pembunuhan bermotif kebencian yang diabaikan atau salah dilaporkan sebagai kejahatan reguler” kata ASC dalam sebuah pernyataan.
Pada pertemuan minggu lalu tersebut, ada penolakan secara umum untuk mengakui hak-hak LGBT. Ini diakui berdasarkan bagaimana negara-negara anggota memilih dalam pembentukan resolusi SOGIE Perserikatan Bangsa-Bangsa. Hanya Thailand dan Vietnam yang memilih untuk membentuk Ahli Independen SOGIE (IESOGIE).
Pada bulan Desember 2016, resolusi Majelis Umum PBB yang menangguhkan mandat IESOGIE, Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura memilih untuk menentang mandat tersebut. Laos, Myanmar dan Filipina abstain pada resolusi tersebut. Hanya Kamboja, Thailand, dan Vietnam yang teguh untuk mempertahankan mandat IESOGIE.
Dalam pernyataannya, ASC juga menyoroti insiden kekerasan dan diskriminasi yang terjadi baru-baru ini terhadap LGBT. ASC juga memberi contoh undang-undang yang diskriminatif di negara-negara Asia Tenggara tertentu. Contoh-contoh ini merupakan bukti sejauh mana kawasan ini harus memperbaiki kehidupan masyarakat LGBT. ASC menganggap ASEAN sebagai badan regional hanya membuat kemajuan yang sangat sedikit dalam usaha untuk menegakkan hak-hak LGBT.
Untuk itu ASC menyerukan agar:
- Negara-negara anggota ASEAN harus meninjau dan mengubah undang-undang yang ada yang secara langsung atau tidak langsung mendiskriminasikan LGBT, dan memberlakukan undang-undang anti-diskriminasi nasional.
- Negara anggota ASEAN harus menjamin tempat yang aman bagi pembela hak asasi manusia LGBT dan memastikan perlindungan mereka dari kekerasan dan pelecehan.
- Institusi hak asasi manusia ASEAN, khususnya AICHR (Komisi Antar-Pemerintah ASEAN untuk HAM ) dan ACWC (Komisi ASEAN untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak) sebagai pemangku kepentingan utama dalam perlindungan dan promosi hak asasi manusia, harus mengembangkan dan melaksanakan rencana aksi regional mereka yang mengakui dan mengafirmasikan LGBT.
- Institusi hak asasi manusia ASEAN, khususnya AICHR dan ACWC, harus menetapkan mekanisme yang secara efektif memantau, menerima, dan merespons komunikasi yang menuduh pelanggaran hak asasi manusia yang melibatkan individu-individu LGBT. (R.A.W)
Sumber: