SuaraKita.org – Setiap 21 April, bangsa kita merayakan hari Kartini. Mengapa harus dirayakan? Karena Kartini adalah pahlawan nasional yang sangat inspiratif. Kartini adalah seorang tokoh hebat. Seorang yang mampu melampaui dirinya sendiri dan bahkan melampaui jamannya. Dari korespondensinya dengan Ny. Abendanon, yang dibukukan dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang, nampak jelas bahwa Kartini adalah seorang perempuan pembebas, perempuan pemberani dan seorang innovator.
Kartini adalah seorang perempuan cerdas. Ia manusia kutu buku, pembelajar yang luar bisa. Saat orang masih malas membaca, Kartini berselancar dalam dunia ilmu dengan buku-bukunya. Bacaannya sangat luas dan multi dimensi. Bukan hanya membaca, Kartini juga rajin menulis artikel untuk media massa. Ada beberapa kali Kartini mengirimkan tulisannya dan berhasil dimuat di De Hollandsche Lelie. Kartini gadis muda yang haus untuk berprestasi. Dia seperti seorang yang terkena virus N-Ach alias Need of Achievement. Orang dengan N-Ach adalah para pemikir sekaligus pekerja keras yang ingin berprestasi, selalu ingin melampaui dirinya sendiri. Dengan cintanya pada membaca dan menulis, tidak mengherankan bila dalam usia yang masih sangat muda, dia seolah tahu segala sesuatu. Untuk orang Indonesia yang minat bacanya masih sangat rendah, dia tergolong manusia langka. Jauh melampaui jamannya. Itulah sebabnya, pikiran-pikirannya bahkan masih sangat relevan hingga saat ini. Kekuatan Kartini bukan pada ototnya, tetapi pada otaknya.
Ada banyak orang pintar dan cerdas. Ada yang pintar untuk kepentingan diri sendiri. Meski kariernya bisa melonjak tinggi, tapi minus pengaruh positif dalam masyarakat. Menjadi pintar itu bagus, tetapi tidak ada gunanya bila tidak punya pengaruh sosial dan tidak menjadi berkat. Di sinilah hebatnya Kartini. Kecerdasannya digunakan untuk mengubah masyarakat. Kartini membangun dan menyejahterakan sesama. Caranya? Kartini melakukan dua langkah penting, yaitu, dia mengkritisi budaya yang menindas kaum perempuan yang selama ini menempatkan mereka sebagai kaum pinggiran, sebagai makhluk marjinal. Langkah selanjutnya, dia melakukan transformasi budaya dengan membangun kapasitas manusianya, terutama kapasitas kaum perempuan.
Kartini bukan hanya mengkritisi konstruksi budaya yang menindas kaum perempuan, Kartini pun melakukan langkah selanjutnya yaitu membangun apa yang sudah dikritiknya. Dia membangun kesadaran kaum perempuan pada kapasitas dan kemampuan mereka melalui institusi pendidikan yang didirikannya. Kartini ingin memfasilitasi kaum perempuan agar mereka menjadi manusia yang cerdas. Bagi Kartini, perempuan harus mampu mengeluarkan diri mereka dari kerangkeng budaya yang selama ini membatasi mereka pada soal kasur dan dapur. Kartini melihat perempuan sebagai manusia yang utuh dan memiliki potensi hebat. Itulah sebabnya dia menolak tegas ketika kaum perempuan hanya dilihat sebatas pada tubuhnya. Perempuan jangan diredusir menjadi lekuk tubuhnya. Bukan juga pada kecantikan atau juga hanya pada kelembutannya. Salah satu potensi yang belum digarap dari kaum perempuan adalah kapasitas otaknya. Sekolah menjadi solusi utama untuk memajukan kaum perempuan. Perempuan harus maju dan berkembang. Tanpa perempuan, peradaban akan mengalami kejumudan. Tanpa kontribusi perempuan, sebuah bangsa mengalami kemunduran. Degradasi.
Kartini adalah sumber inspirasi terbaik bagi siapa pun, terutama kaum perempuan, yang ingin maju dan berkembang, perempuan tidak boleh bersikap pasif. Kaum perempuan harus aktif dan menjadi innovator masa kini. (R.A.W)
Sumber: