SuaraKita.org – Aktivis hak asasi manusia internasional mengecam tindakan penangkapan kepada sedikitnya 100 lelaki gay, dan dugaan penyiksaan yang menyebabkan 3 diantaranya tewas, di Chechnya. Sebuah surat kabar oposisi Rusia, Novaya Gazeta, mengutip klaim oleh aparat penegak hukum federal yang mengatakan lelaki, mulai usia 16-50 tahun ditahan sehubungan dengan “orientasi seksual non tradisional atau dugaan akan hal tersebut”. Penangkapan itu bermula ketika kelompok pembela hak-hak LGBT GayRussia.ru mengajukan izin untuk melaksanakan pride parade yang langsung ditolak.
Laporan tersebut dengan cepat disangkal dan disebut sebagai “fitnah dan kesalahan informasi” oleh juru bicara pemimpin Chechnya, Ramzan Kadyrov . Juru bicara Alvi Karimov menyatakan bahwa tidak ada gay yang tinggal di wilayah yang warganya mayoritas beragama Islam tersebut. “Anda tidak dapat menahan atau menekan orang-orang yang tidak ada di republik ini”. Katanya dalam wawancara dengan The New York Times.
Pernyataan Alvi Karimov gagal untuk membatalkan klaim penangkapan. Sebuah laporan yang ditulis Novaya Gazeta pada 4 april lalu menyatakan bahwa ada korban dua kali lipat lebih besar daripada laporan awal mereka, dengan sumber yang mengatakan kepada surat kabar tersebut bahwa ada upaya anti-LGBT di wilayah mayoritas Muslim tersebut, termasuk membuat kamp-kamp konsentrasi. Tahanan di kamp-kamp tersebut diperlakukan sama seperti yang dilakukan oleh Nazi di Jerman yang diduga menjadi sasaran kekerasan fisik di tangan pejabat pemerintah. Mereka yang dilepaskan, sayangnya menghadapi hukuman tambahan dari keluarga mereka, yaitu dibunuh demi kehormatan keluarga.
Rincian terhadap dugaan penangkapan dan penyiksaan ini masih terlihat samar-samar. Aktivis Chechnya Kheda Saratova yang duduk di dewan hak asasi di pemerintahan Ramzan Kadyrov menentang klaim tersebut. Dia mengatakan bahwa dalam masyarakat Chechnya, orang-orang yang menghormati tradisi dan budaya akan memburu orang-orang (LGBT) tersebut tanpa perlu dibantu oleh aparat. Dan mereka akan melakukan hal apapun demi menghilangkan orang orang ini dalam masyarakat mereka.
Sementara itu, beberapa pemimpin organisasi H.A.M angkat bicara tentang hal tersebut. Selasa (11/3) lalu Direktur dari GLAAD Sarah Kate Ellis memanggil Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Nikki Haley untuk mengutuk kejadian tersebut dan memerintahkan untuk melakukan investigasi.
I’m calling on @nikkihaley to speak up against the reported #LGBTQ concentration camps in Chechnya. RT to join me. https://t.co/NM05ag67fA
— Sarah Kate Ellis (@sarahkateellis) April 11, 2017
Kelompok advokasi yang berbasis di New York Human Rights First menggemakan sentimen mereka, mereka memanggil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson untuk berbicara tentang adanya laporan tersebut. “Dalam sidang konfirmasi nya, Rex Tillerson menanggapi pertanyaan tentang hak asasi LGBT dengan mencatat bahwa ‘nilai-nilai Amerika tidak mengakomodasi kekerasan atau diskriminasi terhadap siapa pun”. Penasihat tim advokasi Human Rights First, Shawn Gaylord dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa “Sekarang adalah waktu baginya untuk menempatkan kekuatan dan mengangkat isu ini secara langsung dengan rekan-rekannya.”
Human Rights Campaign (HRC) juga memiliki seruan yang sama kepada Rex Tillerson
On visit to Moscow, Sec. Tillerson can’t turn blind eye to citizens being tortured, killed on suspicion of being gay https://t.co/HkLotBh5q1
— HumanRightsCampaign (@HRC) April 11, 2017
Sedangkan Amnesty International, meluncurkan petisi mereka sendiri, mereka menuntut Chechnya agar berhenti “menculik dan membunuh” lelaki gay. Pemerintah Chechnya tidak akan mengakui bahwa ada lelaki gay di Chechnya, mereka bahkan memerintahkan polisi untuk “membersihkan” orang – orang yang mereka anggap tidak diinginkan”. Petisi tersebut pada rabu pagi telah memiliki lebih dari 80.000 tanda tangan.
Rabu (12/3) sore lalu, aktivis pembela hak-hak LGBT menggelar protes di depan kedutaan Rusia di London. “Kami melihat media mainstream sangat sedikit menanggapi ini, dan tindakan pemerintah sejauh ini masih lemah” kata Steve Taylor, direktur komunikasi European Pride Organizers Association (EPOA). “Kita tidak bisa hanya diam kita harus menentang kebiadaban ini”. (R.A.W)
Sumber: