Oleh : Novia Triesna Clara*
Suarakita.org- Menjadi beda memang tidak mudah. Di tengah hiruk pikuk kelompok yang menyuarakan pertentangan terhadap LGBT, saya bertemu dengan Prima Ariandanu atau biasa disapa Nunu. Dia adalah seorang lelaki gay asal Jakarta. Saya bertemu dengannya di salah satu sudut food court Atrium Senen. Ia duduk bersama seseorang yang begitu diam dan menyibukkan dirinya dengan telepon genggam.
Kesan pertama yang saya dapatkan dari Nunu, dia adalah sosok yang periang. Ketika banyak teman-teman gay yang tertutup dan mungkin menyembunyikan dirinya, tak demikian dengan dia. Lelaki ini begitu terbuka, tidak merasa terganggu dengan semua pertanyaan yang saya ajukan, dan juga pada ramainya keadaan food court. Saat itu kami duduk bersebelahan dengan sebuah keluarga. Mereka terlihat begitu agamis sehingga saya harus sedikit mengontrol volume suara ketika mengajukan pertanyaan. Namun, berbeda dengan saya, Nunu justru menjawab semua pertanyaan itu tanpa mengontrol volume suaranya. Saya yakin, mereka pun dapat mendengar percakapan saya dan Nunu karena jarak duduk kami yang begitu dekat.
Kepada saya, Nunu bercerita tentang banyak hal. Kisah dia yang begitu panjang, perjalanan yang ia mulai sejak dirinya masih begitu muda. Nunu adalah salah satu murid SMP di daerah Jakarta Utara. Saat itu, dia menyadari bahwa dirinya memiliki ketertarikan secara romantis dengan sesama jenis. “Kalaupun suka sama perempuan, itu pun sekedar mengidolakan aja.” begitu tutur Nunu saat ditanyakan sejak kapan ia menjadi seorang gay.
Di usia masih sangat muda, tentu ia masih terlalu takut untuk mencari pacar. Alih-alih mencari pasangan, hari-hari Nunu dihabiskan untuk mencari informasi seputar LGBT, terutama dunia gay. Pencarian panjang itu mempertemukan Nunu dengan teman sesama gay yang tergabung di media sosial Friendster. Sejak saat itulah, lelaki itu mulai aktif mengikuti forum-forum gay tersebut. Namun, karena pada saat itu dirinya masih bersekolah, Nunu tidak berani untuk bertemu secara langsung. Dirinya merasa takut jika ada yang berbuat macam-macam kepadanya.
Kisahnya tidak berhenti sampai disitu. Di tahun ketiga masa SMA merupakan masa-masa yang begitu sulit bagi Nunu. Pada saat itu terjadi masalah di dalam keluarga Nunu yang kebetulan bertepatan dengan detik-detik menjelang Ujian Nasional. Masalah-masalah tersebut terakumulasikan hingga membuat Nunu tertekan dan pada akhirnya memberanikan diri untuk kabur dari rumah bersama dengan teman-teman sesama gay keluar kota. Orang tuanya panik, bahkan guru-guru di sekolahnya pun sibuk mencari keberadaan Nunu. Saat itu Nunu pikir, kabur dari rumah dapat membuatnya terbebas dari semua masalah yang ada. Tapi ternyata Nunu justru merasa tak tenang. Ia mengkhawatirkan adik-adiknya dan pada akhirnya membuat Nunu memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Memutuskan untuk menghadapi semua permasalahanya.
Insiden kabur dari rumah itu menjadi titik awal orang tua Nunu mulai bertanya-tanya tentang jati diri Nunu. Namun kendati bertanya-tanya, orang tua Nunu tidak secara langsung menanyakan hal tersebut kepada anaknya. Nunu pun tidak berusaha untuk menjelaskan hal tersebut kepada orang tuanya. Ketimbang menjelaskan semuanya dari awal, Nunu lebih senang membiarkan orang tuanya menafsirkan sendiri tentang anaknya. Toh, selama ini Nunu sudah memberikan tanda-tanda bahwa dirinya adalah seorang gay. Nunu sendiri sering membawa teman-teman gay ke rumah. Sang Ibu sudah mengenal semua teman-teman Nunu. Bagi Nunu, seharusnya tanda-tanda yang ia berikan sudah lebih dari cukup untuk orang tuanya menyadari bahwa anaknya adalah seorang gay.
Saat ini Nunu tidak lagi seorang remaja yang masih mengenakan seragam sekolahnya. Sekarang dia berusia 27 tahun dan sudah menjalin hubungan bersama pasanganya selama enam tahun. Tetapi, hingga detik ini Nunu masih tidak coming out ke keluarganya. Ia merasa malas jika harus menceritakan semuanya dari awal. Nunu tak mau jika ibunya bertanya ini dan itu kepadanya. Kini, hanya segelintir teman-temanya yang mengetahui bahwa Nunu adalah seorang gay. Selebihnya, Nunu lebih senang agar orang-orang di sekitarnya menebak-nebak. Jika ada yang bertanya kepada Nunu tentang dirinya, Nunu hanya akan menjawab “Tebak aja sendiri.” yang diiringi dengan senyuman.
Kepada teman-teman gay, terutama yang saat ini masih coming in, Nunu berpesan untuk selalu terbuka dengan diri sendiri, selain itu lebih menerima akan keberagaman seksual, dan yang terpenting adalah harus dapat menentukan langkah selanjutnya yang akan diambil serta meyakini keputusan yang diambil tersebut sebagai jalan yang terbaik.
*Penulis adalah mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang saat ini sedang magang di Suara Kita.