Oleh: Irene Monroe*
SuaraKita.org – Keputusan Vatikan tentang pelarangan gay untuk menjadi pendeta Katolik cukup membuat LGBT Katolik terkejut. Sekian banyak dari kita pasti ingat pernyataan Paus Francis saat pulang setelah kunjungan selama seminggu ke Brasil pada beberapa tahun yang lalu di mana Paus itu bertanya tentang banyak berbicara tentang “gay lobby” di Vatikan.
“Ketika saya bertemu dengan seorang gay, saya harus bisa membedakan antara menjadi gay dan menjadi bagian dari lobi. Jika mereka menerima Tuhan dan memiliki kemauan yang baik, siapalah saya untuk bisa menghakimi mereka? “
Pernyataan publik ini adalah komentar yang paling afirmatif yang pernah didengar oleh LGBT dari Gereja Katolik. Bahkan pada tahun 2013 “The Advocate “ sebuah zine secara nasional terkenal dan dihormati LGBT menamakan Paus Francis sebagai “Person of the Year.”
Paus Francis dimana pernyataannya lebih cenderung liberal bagaimanapun tidak cocok pada tindakannya. Tapi, dalam melihat pendeta gay dalam konteks sejarah Gereja Katolik, Paus tahu bahwa pendeta gay selalu ada di Vatikan.
Sebagai fakta, soal lingkungan homosocial dan homoseksual dari pendeta gay selalu menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan dan tata laksana dari Vatikan serta Gereja Katolik selama berabad-abad. Kekuatan mereka untuk melela sekarang dipandang sebagai kekuatan yang tangguh dalam dinding-dinding suci Vatikan patut dipuji di satu sisi, dan dianggap sebagai sebuah kekurangan di sisi lain. Terutama dalam hal menaruh kecurigaan gay pada semua pendeta serta potensi untuk mengekspos para pendeta yang belum ingin melela.
Pendeta Donald B. Cozens, penulis “The Changing Face of the Priesthood,” menulis bahwa dengan lebih dari setengah para pendeta dan frater menjadi gay, imamat menjadi profesi gay. Banyak yang mengetahui “bagian dalam” dari Gereja Katolik akan berpendapat bahwa kependetaan selama berabad-abad menjadi profesi gay, dan tidak menobatkan seorang pendeta gay atau memecat mereka dari jabatan pendeta akan mengubah kehidupan spiritual dan kehidupan sehari-hari gereja secara drastis.
“Jika mereka menghilangkan semua orang yang berorientasi homoseksual, angkanya akan begitu mengejutkan dan akan menjadi seperti sebuah bom atom; akan melakukan kerusakan tata laksana gereja, “kata AW Richard Sipe, seorang mantan pendeta dan psikoterapis yang telah mempelajari seksualitas pendeta selama beberapa dekade. Richard juga menunjukkan bahwa untuk menghilangkan pendeta gay berarti akan pengunduran diri setidaknya sepertiga dari para uskup dunia. Dan itu sangat bertentangan dengan tradisi gereja; banyak orang kudus memiliki orientasi gay dan banyak paus memiliki orientasi gay.
Kenyataannya adalah bahwa bagaimanapun Gereja berusaha untuk merahasiakannya, Gereja Katolik adalah lembaga gay. Dan itu bukan hal yang buruk!
Masalah dalam Gereja Katolik bukan tentang pendeta gay-nya, dan solusi untuk masalahnya bukan penghapusan dari mereka. Masalah dalam Gereja Katolik adalah pelanggaran terhadap mereka. Dan saya bertanya: Siapa yang akan menghilangkan gereja dari dirinya sendiri?
Doktrin selama bertahun-tahun dari gereja yang homofobik membuat gereja sebagai tempat yang tidak aman bagi orang tua dan muda, heteroseksual dan LGBT, orang dewasa dan anak anak
Eugene Kennedy, seorang spesialis pada seksualitas dan kependetaan serta mantan pendeta menulis dalam bukunya, “The Unhealed Wound: The Church and Human Sexuality”, bahwa Gereja Katolik selalu memiliki pendeta gay, dan mereka sering menjadi contoh bagaimana seharusnya seorang pendeta itu. Untuk mengatakan bahwa orang-orang ini harus dijauhkan dari kependetaan adalah pengingkaran kepada kasih karunia Tuhan dan penghinaan terhadap mereka serta orang-orang yang mereka layani.
Pendukung dan aktivis dari “Gay Lobby” di Curia tegas menyatakan bahwa kelompok pemberani yang menonjol ini sangat penting untuk menjalankan operasional Vatikan serta melindungi diri dari kemunafikan gereja yang mengkambinghitamkan mereka untuk banyak penyakit sosial gereja.
Paus Francis tahu ini adalah salah satu alasannya berkomentar dengan mencela kekuatan politik dan aktivis “Gay Lobby” yang kuat di Curia, administrasi rahasia Vatikan.
“Masalahnya adalah tidak memiliki orientasi ini. Masalahnya adalah melobi dengan orientasi ini … Menjadi gay adalah kecenderungan. Masalahnya adalah lobi”, kantor berita Italia ANSA mengutip Paus Francis dalam konferensi pers selama perjalanan ke Brasil pada bulan Juli.
Saat ini, Gereja Katolik membutuhkan doa dan Paus tahu itu. Paus Francis menyatakan dalam sebuah wawancara pada Desember 2013 dengan majalah Jesuit bahwa “bangunan moral gereja kemungkinan akan rubuh seperti kartu yang disusun” harusnya Gereja Katolik, di abad ke-21 ini, terus menjalankan anti-modernitas seperti pendahulunya, Paus Benediktus XVI.
Sayangnya, paus yang sekarang ini sama seperti yang sebelumnya ketika mengenai penegakan doktrin gereja, akan tetapi dengan sudut pandang pastoral yang lebih ramah.
Adalah memalukan kepada sebuah Gereja yang masih melanjutkan oposisi terhadap pendeta gay dalam sorotan sejarah, realita dan pelayanan yang telah mereka beri dan akan terus mereka berikan kepada Gereja Katolik. (R.A.W)
*Pendeta Irene Monroe adalah Kolumnis tentang keagamaan, teologis publik, aktivis pembela hak-hak LGBT
Sumber