Search
Close this search box.

Oleh:

Lana Aisya Pense (2013-070-118)

Maria Amelia (2013-070-184)

Maya Martha Setianingrum (2013-070-271)

Giovana Engracia (2013-070-303)

Fakultas Psikologi UNIKA Atma Jaya Jakarta

 

 

SuaraKita.org – Keberagaman gender telah ada di Indonesia sejak jaman pra-kolonial dan sangat ketat dengan kebudayaannya. Namun hal tersebut kian menghilang dan disensor dari cerita rakyat masa kini. Pergerakan yang menyuarakan kesetaraan gender di Indonesia telah dimulai sejak  tahun 1968 hingga saat ini. Jumlah LGBT di Indonesia saat ini telah mencapai 3% dari jumlah penduduk dan sebagian besar mendapatkan berbagai macam diskriminasi. Analisa penelitian ini  menggunakan teori gender, kekerasan, keluarga, uses and gratifications, outcome mapping, social learning dan behavior change communication (BCC). Rekomendasi rancangan intervensi didasarkan pada BCC berfokus pada media sosial  Suara Kita selaku lembaga advokasi dan mediasi dalam mencapai kesetaraan hak-hak LGBT.

Pada dasarnya diskriminasi adalah pembedaan perlakuan. Perbedaan perlakuan tersebut bisa disebabkan warna kulit, golongan atau suku, dan bisa pula karena perbedaan jenis kelamin, ekonomi, agama, dan sebagainya (Fulthoni, dkk, 2009; Triyaningsih, 2015). Diskriminasi disebut juga sebagai proses untuk membedakan perbedaan diantara dua stimuli (Chaplin, 2009; Triyaningsih, 2015). Seseorang/kelompok yang mendapatkan diskriminasi akan mengalami pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau pemenuhan hak-hak dasarnya sebagai manusia. Sejarah telah menunjukkan bahwa tindakan diskriminatif justru membuat setiap individu tidak lagi menjadi manusia atau kehilangan kemanusiaannya, baik pelaku maupun korban diskriminasi (Fulthoni, dkk, 2009; Triyaningsih, 2015). Salah satu akibat dari perilaku masyarakat ini membuat kaum LGBT mendapat stigma dan diskriminasi yang mengganggu kehidupan sehari-hari mereka.

Kenyataan bahwa masyarakat masih menolak keberadaan LGBT dibuktikan dengan adanya #DaruratLGBT sebagai bentuk kampanye penolakan dari netizen terhadap LGBT. Seperti yang ada pada media sosial twitter bahwa akun @Aminullah08 menulis “25. Mari lindungi diri, anak-anak dan keluarga dari LGBT agar selamat dunia dan akhirat #DaruratLGBT” dan akun @helimidm yang mengatakan “Rusia negara ateis menolak LGBT..Indonesia harus tegas menolak. #DaruratLGBT”. Selain itu juga penelitian yang dibuat oleh Gisela Dea Nirwanto (2016) menganalisis isi dari berita yang ditulis oleh Kompas.com terkait dengan isu LGBT. Hasil penelitian mengatakan bahwa Kompas.com memihak sisi negatif dari keberadaan LGBT karena segala bentuk aktivitas, kampanye, gerakan, dan perilaku LGBT yang bertentangan dengan norma yang berlaku di Indonesia.

Hal inilah yang menjadi dasar peneliti untuk melakukan penyusunan rancangan intervensi sosial, sehingga diharapkan dapat membantu menambah pengetahuan serta masukan bagi lembaga dan pihak yang mendukung perjuangan hak LGBT. Dalam hal ini, peneliti menemukan sebuah organisasi non-profit yang sudah melakukan intervensi terhadap kaum LGBT terkait isu gender dan seksualitas yang bernama Suara Kita. Suara Kita memiliki fokus kerja di bidang media alternatif dan gerakan berbasis media online. Suara Kita bertujuan membangun media alternatif untuk dapat berdiskusi bersama teman-teman LGBT seluruh Indonesia sebagai upaya saling menguatkan sesama.Visi Suara Kita adalah mewujudkan kesetaraan dan keadilan bagi LGBT, sehingga sesuai dengan tujuan kelompok. Sedangkan misinya adalah (1) Mengembangkan kapasitas organisasi yang profesional, transparan, dan akuntabel. (2) Mengembangkan pengetahuan publik tentang LGBT melalui media informasi, pendidikan kritis kebudayaan dan perubahan kebijakan. (3) Memperkuat jaringan untuk memperjuangkan kebijakan publik yang berpihak pada LGBT (Laman Facebook Suara Kita, 2016). Dengan ini peneliti dapat memperkuat penyusunan rancangan intervensi melalui pembelajaran langsung selama kegiatan magang di Suara Kita.

 

Artikel lengkap dapat diunduh dibawah ini

[gview file=”http://suarakita.org/wp-content/uploads/2016/12/DISKRIMINASI-KAUM-LGBT-DI-JAKARTA.pdf”]