SuaraKita.org – Kepolisian Wonosobo mengirimkan pasukannya segera setelah mendapatkan laporan tentang dua orang lelaki yang akan menikah di Tengeswetan, sebuah pedesaan di kaki gunung di Jawa Tengah dengan penduduk sekitar 2000 jiwa. Singgih, anggota Kepolisian Sektor Kepil resor Wonosobo mendatangi rumah yang dihuni Andi bersama orang tuanya. Kerumunan undangan memenuhi halaman dan sebagian jalan di desa tersebut. Mereka adalah para undangan yang akan menghadiri acara pernikahan tersebut. Andi bergegas keluar dari kamarnya dengan menggunakan gaun dengan renda emas, sebuah mahkota melengkapi busana pengantin yang berbahagia. Sementara itu Didik Suseno, pasangan Andi, memakai setelan jas berwarna gelap dan sebuah untaian bunga dikalungkan di lehernya. Orangtua Didik menangis ketika mereka berdua melakukan sungkeman, sebuah upacara meninta izin untuk melakukan pernikahan.
Singgih melapor kepada komandannya bahwa dia melihat Andi dan Didik berpose untuk foto. Petugas kepolisian datang untuk menjemput Andi dan Didik ketika mereka tengah menyalami para undangan lalu membawa mereka untuk bertemu dengan kepala desa. Ini yang Andi takutkan ketika Didik mengajaknya untuk menikah. Sebenarnya ide tersebut untuk menyenangkan kedua orang tua Didik, yang tinggal jauh dari desa tersebut dan hanya bertemu Andi ketika dia menggunakan busana perempuan. Mereka berharap pasangan tersebut menikah setelah berhubungan selama 2 tahun. Dan mereka juga membantu untuk mengurus izin menikah di KUA setempat. Menurut Andi ide tersebut tidak masuk diakal, “Lamaran kamu tidak masuk diakal, kita tidak akan mungkin menikah disini, tidak akan pernah.” Kata Andi. Dia memperlihatkan kepada perangkat desa dan semua yang hadir bahwa surat permohonana menikahnya telak ditolak. Acara tersebut hanya untuk menyenangkan hati keluarga Didik.
Namun penjelasan tersebut tidak mempengaruhi pihak kepolisian. Mereka menganggap pasangan tersebut secara terselubung melanggar tatanan hukum negara. “Polisi khawatir bahwa masalah LGBT terjadi di desa ini … hal ini, pada kenyataannya, menegaskan prediksi kami bahwa LGBT menyebar,” Kata IPDA Suharwoko. Tegeswetan, seperti sebagian besar desa lain di Indonesia dihuni oleh warga yang seluruhnya Muslim dan mereka khawatir bahwa pernikahan sesama jenis akan menciptakan “kerusuhan sosial.” Sejak hari di pertengahan bulan Maret tersebut, desa kecil ini telah tersedot ke dalam kepanikan moral atas homoseksualitas yang melanda Indonesia pada semester pertama tahun ini, dimana geng-geng di jalanan menyerang organisasi LGBT dan pemerintah ikut-ikutan menabuh genderang perang. Awalnya, homoseksualitas tidak dikriminalisasi dan istilah “LGBT” hampir tidak dikenal di luar lingkaran aktivis, namun pada Januari anggota parlemen mulai menggambarkan gerakan ini sebagai ancaman eksistensial bagi negara. Ini adalah gerakan baru dalam perang budaya yang telah lama berjalan di negara yang 87% Muslim tapi secara resmi mengabadikan kebebasan beragama.
Walaupun pada akhirnya polisi membebaskan Andi dan Didik, namun dalam akun facebook milik divisi Humas Polri tertulis judul berita “Polisi berhasil menggagalkan pernikahan sesama jenis” lengkap dengan foto Andi berbusana pengantin. Kebanyakan orang Indonesia tahu dua kata yang berbeda untuk lelaki yang memakai pakaian perempuan. Versi sopan adalah transgender dan waria, dan versi kasar seperti homo dan banci. Press release polisi dikutip oleh seorang ulama Muslim dan mengecam Andi dengan dua versi kata tersebut. “Lelaki yang menikahi lelaki adalah haram. Allah hanya menciptakan lelaki dan perempuan, bukan waria atau banci” tulisnya.
Berita ini secara cepat menyebar ke seluruh Indonesia. Posting dari akun facebook polisi tersebut dibagikan ulang ribuan kali dan kisah tersebut dijadikan berita di beberapa kantor berita. Andi memang tinggal di desa terpencil, namun dia dianggap sebagai perusuh yang mengancam tatanan sosial kenegaraan. “Fenomena ini adalah sebuah tanda bahwa pergerakan LGBT dan propagandanya di Indonesia berhasil” kata Senator Fahira Idris. Dalam sebuah program acara televisi nasional dia mengatakan bahwa LGBT menargetkan negara-negara berpenduduk Muslim seperti Indonesia. Jika pemerintah tidak turun tangan, masalah ini akan menjadi lebih pelik.
Kasus Andi memang tidak biasa, tapi itu semua masuk akal untuk penduduk setempat. Dia sudah menjadi selebriti di desa-desa yang terletak di hutan pinus pegunungan Jawa Tengah. Andi adalah penari Ndolalak yang terbaik di daerah tersebut. Sebuah budaya lokal yang biasanya dilakukan oleh penari perempuan. Andi mengenakan kostun penari perempuan, dan dia sangat menguasai tarian tersebut. Mulai dari gerakan tangan, liukan pinggul dan lambaian selendang yang dikenakannya. Ketika Andi menaiki panggung dalam sebuah acara di daerah tersebut, penonton berteriak histeris memanggil namanya. “Andini!” Andi atau Andini menunjukkan bakatnya untuk menari pada usia dini, dan cerita bagaimana ia menjadi terkenal di desanya dimulai ketika ia berusia 11 tahun, seorang tetua membawanya ke dukun yang menuangkan segelas air . Setelah dia meminumnya, dukun mengatakan Andi itu dirasuki roh putri penjaga hutan. Roh tersebut akan membuat tarian Andi lebih indah dan menjadi penari terbaik. Edi Purnomo, seorang pemimpin rombongan Ndolalak adalah orang yang pertama kali mengajarkan Andi membaca Al-Quran. Dan dia sangat senang dengan tarian Andi. Edi juga mengatakan bahwa Andi menghidupi kedua orang tuanya yang cacat dengan jerih payahnya menari. Begitupula pada penduduk desa yang menerima dan menghormati Andi baik ketika dia naik panggung ataupun ketika dia melakukan aktifitas sehari-hari.
Meskipun penduduk Indonesia mayoritas agamanya adalah Muslim, keimanan Islam secara historis hidup nyaman berdampingan dengan keyakinan hantu dan roh yang mengakar di dalam agama Buddha, Hindu, dan tradisi-tradisi lain yang mendominasi wilayah sebelum Islam tiba di abad ke-12 . Orang-orang mengatakan bahwa mereka mendengar cerita tentang orang yang kerasukan roh dari lawan jenis, tapi tidak ada yang tahu jika ada yang seperti Andi. Dan andi cocok dengan tradisi cross-dressing dalam budaya teater Jawa, dimana sangat biasa ketika seorang lelaki memerankan seorang wanita dan terkadang terbawa sampai turun panggung. Namun Andi tidak mengatakan bahwa dirinya adalah waria, yang ia tahu waria adalah pekerja seks dan dia menyatakan bahwa dirinya tidak ada hubungan dengan pekerjaan tersebut. “Saya berpakaian seperti ini hanya untuk menari, untuk menghidupi keluarga saya”. Sampai Maret yang lalu dia tidak menyesal telah memanjangkan rambut, dan memakai riasan, dimana Andi merasa seakan roh seorang putri merasuk ke dirinya. Andi menyebut roh tersebut sebagai sebuah berkah, sebuah ‘alat’ untuk mendapatkan uang. Andi mengatakan bahwa dia jatuh cinta kepada pasangannya dan mau melakukan ‘pernikahan palsu’ agar bisa bersama dengan pasangannya dan membahagiakan keluarga pasangannya. Namun Andi juga tidak mengatakan bahwa dia adalah seorang gay, bahkan dia tidak familiar dengan kata tersebut.
Peristiwa yang akan membalik kehidupan Andi bermula di Jakarta pada bulan Januari 2016. Dimana Menteri Pendidikan menyatakan bahwa LGBT merusak moral bangsa Indonesia. Dilanjutkan oleh tuntutan bahwa LGBT harus dihukum mati dan Wakil Presiden mendesak PBB untuk menghentikan bantuan dukungan bagi penegakan hak-hak LGBT di Indonesia dan Menteri Pertahanan menyatakan bahwa gerakan LGBT lebih berbahaya dari perang nuklir. Gelombang penyerangan terhadap LGBT pun mulai muncul dari ormas-ormas yang main hakim sendiri. Di Bandung, Jawa Barat, FPI melakukan sweeping di rumah-rumah kost yang mereka curigai menjadi tempat tinggal pasangan lesbian. Lalu mereka memasang spanduk-spanduk yang bertuliskan “Gay dan Lesbi dilarang masuk” di penjuru kota. Di Yogyakarta, kota besar terdekat dari desa tempat tinggal Andi, sebuah kelompok bernama Forum Umat Islam (FUI) mengancam pawai solidaritas LGBT, yang akhirnya dibubarkan oleh polisi. Sementara itu Pesantren Waria, satu-tatunya pesantren untuk transgender perempuan terpaksa menghentikan kegiatannya dibawah ancaman kekerasan dan sempat menjadi berita utama internasional.
Semenjak kejadian itu, kepala desa mencarikan Andi seorang ulama untuk melakukan Ruqyah, semacam upaya pengusiran setan secara Islam untuk mengusir roh yang merasuki Andi. “Saya senang jika roh tersebut pergi, karena menurut saya itu adalah ilmu hitam” tegas Andi. Namun Andi masih bingung mengapa dia menjadi bagian dari kontroversi nasional. Andi bahkan tidak paham dengan akronim LGBT dan apa hubungannya dengan dirinya.
Homoseksualitas tiba-tiba menjadi masalah utama dalam politik nasional. Aktivis LGBT terkadang bentrok dengan kelompok-kelompok ekstrim dalam beberapa acara yang ditujukan untuk kalangan sendiri. Namun bentrokan itu tidak berlangsung lama, dan masing-masing kubu kembali melakukan pekerjaannya masing-masing. Tapi kali ini serangan muncul tanpa henti, dan pemerintah seolah mengizinkan hal tersebut berlangsung terus-menerus. Potensi ancaman terbesar bagi hak-hak LGBT menjadi berita utama pada bulan Agustus. Mahkamah Konstitusi mulai serius mempertimbangkan petisi yang akan mengkriminalisasi homoseksualitas untuk pertama kalinya dan menghukum kejahatan dengan lima tahun penjara. Petisi tersebut didukung oleh koalisi Aliansi Cinta Keluarga (Aila).
Di pengadilan, saksi ahli Aila berargumen bahwa kriminalisasi homoseksualitas adalah bagian dari urusan yang belum selesai dari masa kolonial di Indonesia. KUHP ditulis oleh pemerintah kolonial Belanda yang memerintah Indonesia hingga Perang Dunia II, kata mereka, dan Indonesia bisa menjadi seperti bangsa Barat jika tidak memperbaharui hukum yang mengkriminalisasi perilaku seksual yang dianggap melawan keyakinan agama setempat. Permintaan mereka untuk mengkriminalisasi homoseksualitas mendapat sebagian besar perhatian, tapi itu sebenarnya hanya salah satu bagian dari permohonan tersebut. Mereka juga ingin mengkriminalisasi semua hubungan heteroseksual di luar nikah.
“KUHP ini diadopsi dari Belanda dengan nilai partikularistik sendiri … Kami tidak hanya dijajah dalam hal wilayah, tetapi juga moral,” kata Atip Latipulhayat, seorang profesor hukum di Universitas Padjadjaran di Bandung, dalam sidang tanggal 23 Agustus lalu. Beberapa hakim tampak terbujuk oleh argumen ini, termasuk Patrialis Akbar, yang mengatakan “Konstitusi ini adalah liberal, karena itu berasal dari pemerintah imperialis. Haruskah semua undang-undang yang tidak sesuai dengan moral dan agama disinkronkan dengan nilai-nilai lokal? Kami dianggap sebagai bagian dari dunia Timur, sebuah bangsa yang beradab, bangsa yang religius, bangsa dengan akhlak mulia dan memiliki norma-norma. Hal ini tidak seperti Barat, Amerika, yang bisa sebebas yang mereka inginkan. “
Ada milisi bersenjata yang ingin mendirikan negara Islam saat Indonesia merdeka pada tahun 1945, namun rezim militer yang mengkonsolidasikan kekuasaan pada tahun 1965 membuat mereka terpaksa untuk bergerak di bawah tanah. Mereka bermunculan kembali ke kehidupan setelah kediktatoran Presiden Soeharto jatuh pada tahun 1998. Organisasi Islam juga tumbuh di kampus-kampus. Banyak pula mahasiswa-mahasiswa yang belajar di luar negeri, terutama Mesir, ketika kembali ke Indonesia mereka mendirikan organisasi-organisasi Islam yang terinspirasi dari Ikhwanul Muslimin dan gerakan Islam internasional lainnya. Baru-baru ini, suara-suara konservatif telah tumbuh subur seiring dengan meledaknya penggunaak media sosial, yang juga telah membuka jaringan dengan kelompok-kelompok Islam garis keras di luar negeri.
Internet juga menjadi tempat yang dianggap oleh kelompok konservatif sebagai ancaman terbesar. Anggota parlemen menanggapi krisis LGBT dengan menyerukan larangan “propaganda” LGBT online. Pada bulan September pemerintah mengumumkan telah memblokir aplikasi Grindr dan mengkaji lebih dari 80 aplikasi dan website LGBT. Penggunaan internet di Indonesia naik 3 kali lipat semenjak tahun 2010 dan Indonesia adalah salah satu pasar terbesar di dunia untuk media sosial. Hal ini telah menciptakan ruang di mana LGBT Indonesia bisa lebih vokal dibanding ketika mereka berada di dunia nyata, dan di mana mereka dapat menemukan dukungan sebagai bagian dari komunitas global. Akan tetapi pemerintah melihat fenomena ini dapat dijadikan argumen bahwa aktivis LGBT adalah agen dari gerakan asing yang ingin menembus negara melalui komputer dan smartphone.
“Semua berita dan informasi didominasi oleh Barat, oleh pihak luar. Mereka sengaja bertujuan untuk mempengaruhi pikiran kita, cara berpikir kita,” Said Aqil Siradj ketua organisasi Islam terbesar di Indonesia memperingatkan dalam pidatonya di bulan Agustus. NU menyerukan kriminalisasi homoseksualitas dan “propaganda” LGBT pada bulan Februari, yang membuat orang-orang kaum progresif tertegun. Kelompok ini telah menjadi suara utama bagi pluralisme selama tahun-tahun di awal demokrasi, dan dukungan atas kampanye anti-LGBT adalah tanda paling jelas bahwa masalah politik secara fundamental telah bergeser.
Apa yang terjadi selanjutnya dapat menentukan tidak hanya masa depan untuk LGBT Indonesia, tetapi juga bisa membuat tahun ini titik balik bagi hubungan antara agama dan negara di negeri ini. Kejadian-kejadian kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok anti-LGBT telah mereda, karena banyak kelompok LGBT membatalkan acara-acara publik dan bergerilya di bawah tanah untuk menghindari konfrontasi baru dengan kelompok yang sering main hakim sendiri. Tapi pada akhir Agustus, kepolisian mengumumkan bahwa mereka telah meringkus jaringan prostitusi anak yang beroperasi melalui Facebook dan aplikasi gay, memperbaharui urgensi untuk tindakan keras yang harus dilakukan oleh pemerintah. Sementara itu sidang Mahkamah Konstitusi melanjutkan permohonan untuk mengkriminalisasi homoseksualitas dan belum ada pengumuman kapan keputusan akan dikeluarkan. (R.A.W)
Sumber
buzzfeed