Search
Close this search box.

amr-ramadan-810x540

SuaraKita.org – Amr Ramadan, Duta Besar Mesin untuk UNHRC menolak untuk berpartisipasi dalam proses pembentukan komite PBB yang mengawasi tindak kekerasan terhadap LGBT. Lima anggota komite hak asasi manusia mengumumkan bahwa Profesor Vitit Muntarbhorn akan diangkat menjadi pengawas pertama PBB untuk tindak kekerasan terhadap LGBT. Walaupun keputusan tersebut dibuat tanpa partisipasi dari Mesir.

Dalam surat pernyataannya Amr Ramadan mengatakan bahwa mandat untuk melindungi LGBT dari kekerasan dan diskriminasi adalah “bertentangan dengan keyakinan [nya] dan nilai-nilai yang dijunjung[nya]”

Amr Ramadan juga mengatakan bahwa dengan menunjuk badan pengawas kekerasan terhadap LGBT adalah “di luar dari  hak asasi manusia dan kebebasan fundamental yang diakui secara universal,” dan menunjukkan “pengabaikan prinsip universalitas HAM yang disepakati secara internasional.”

Amr Ramadan menambahkan bahwa OKI, Organisasi Islam yang  terdiri dari 56 negara anggota PBB dan Otoritas Palestina “akan memboikot mandat ini dan tidak akan mengakui pembentukan maupun bekerja sama atau berinteraksi dengan itu dalam bentuk apapun.”

egyptMenanggapi hal tersebut Hillel Neuer, direktur eksekutif dari UN Watch, sebuah kelompok hak asasi manusia yang berbasis di Jenewa, mengeluarkan pernyataan bahwa boikot negara-negara Islam dari mandat untuk melindungi LGBT dari serangan atau dibunuh secara moral tidak dapat dimaafkan.

“Selain itu, untuk negara-negara yang menjadi anggota Dewan Hak Asasi Manusia seperti Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab,  menolak untuk bekerja sama dengan mandat merupakan pelanggaran yang jelas dari kewajiban mereka. Jika Mesir secara resmi memboikot ahli hak asasi manusia PBB, mereka harus sepenuhnya mengundurkan diri dari komite yang memilih mereka,” tambah Hillel Neuer.

Bulan lalu PBB mengeluarkan resolusi tentang perlindungan dari kekerasan berdasarkan SOGIE. Dalam pemilihan suara tersebut didapatkan hasil 23 negara menyetujui dibentuknya komite independen tersebut, 18 negara tidak setuju dan 6 negara abstain. (R.A.W)

Sumber

UN watch