SuaraKita.org – Guru besar IPB Prof Dr Euis Sunarti dan beberapa akademisi lain menuntut LGBT dihukum penjara maksimal 5 tahun. Menurut mereka Mahkamah Konstitusi (MK) harus menafsir ulang Pasal 292 KUHP. Selain Euis, ikut pula menggugat para akademisi lainnya yaitu Rita Hendrawaty Soebagio SpPsi MSi, Dr Dinar Dewi Kania, Dr Sitaresmi Sulistyawati Soekanto, Nurul Hidayati Kusumahastuti Ubaya SS MA, Dr Sabriaty Aziz. Ada juga Fithra Faisal Hastiadi SE MA MSc PhD, Dr Tiar Anwar Bachtiar SS MHum, Sri Vira Chandra D SS MA, Qurrata Ayuni SH, Akmal ST MPdI dan Dhona El Furqon SHI MH.
Pasal 292 KUHP berbunyi:
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Menurut Euis, homoseksual harus dilarang tanpa batasan usia. Menurutnya semua LGBT berusia berapapun harus dikenakan hukuman seperti yang tertuang dalam pasal 292 KUHP dan dipenjara maksimal 5 tahun. Jadi berapapun umurnya, jika melakukan perbuatan cabul dengan orang sesama jenis harus dihukum penjara. Untuk itu Euis memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk meninjau ulang pasal tersebut. Karena menurutnya KUHP yang dibuat Belanda pada tahun 1830 dan dibawa ke Indonesia pada 1872 sudah tidak sesuai dengan semangat Indonesia kekinian.
“Hal tersebut merupakan kenyataan objektik yang tidak terbantahkan lagi, jika kita sadari bahwa KUHP disusun oleh para ahli hukum Belanda yang hidup ratusan tahun lampau sehingga tentulah keadaan masyarakat pada saat penyusunannya sudah sangat jauh berbeda dengan masa kini,” kata Euis dalam permohonannya.
Euis juga menambahkan, “Terlebih lagi para penyusunannya tentu saja bukanlah mereka yang meyakini Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum pada saat menyusun naskah KUHP tersebut sehingga apa yang dihasilkannya dipastikan tidak akan sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang menjiwai setiap hukum positif di Republik Indonesia,”
Selain meminta LGBT dihukum 5 tahun penjara, Euis juga meminta pelaku kumpul kebo dihukum layaknya pelaku zina dengan ancaman 9 bulan penjara. Euis juga meminta definisi kejahatan pemerkosaan dalam Pasal 285 KUHP tidak hanya dilakukan oleh laki-laki kepada perempuan, tetapi juga laki-laki kepada laki-laki.
Mendapati permohonan ini, hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna menasihati 12 orang pemohon bahwa MK bukanlah pembuat UU.
“Mahkamah Konstitusi pada dasarnya adalah negatif legislator. Jangan meminta Mahkamah untuk menjadi positif legislator, jangan meminta Mahkamah untuk menjadi pembuat undang-undang. Nanti DPR sama presiden marah,” kata Palguna.
Resume dari Permohonan yang diajukan oleh Euis bisa diunduh di sini:
[gview file=”http://suarakita.org/wp-content/uploads/2016/07/Resume-Sidang-Perbaikan-Perkara-No-46.docx”]