SuaraKita.org – Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 13000 pulau yang tersebar dari sabang sampai merauke. Ratusan suku yangmemiliki adat istiadat dan bahasa yang berbeda menciptakan berbagai ragam tradisi yang unik dan menarik. Salah satunya ketika melaksanakan Lebaran. Keberagaman tradisi perayaan Hari Raya Idul Fitri menghiasi bumi nusantara setiap tahunnya. Beberapa tradisi memiliki keunikan tersendiri namun tetap dengan tujuan yang sama, dimana umat Islam merayakan hari yang mereka sebut sebagai hari kemenangan setelah sebulan penuh mereka berpuasa meninggalkan syahwatnya, makan dan minumnya sesuai dengan Rukun Islam yang mereka yakini dan amalkan.
Tradisi merayakan lebaran dilakukan secara turun temurun menjadikan Idul Fitri tidaklah lengkap tanpa ada prosesi dari tradisi tersebut. Inilah beberapa tradisi khas yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam merayakan Lebaran.
Malam Meriam Karbit di Pontianak
Acara ini diadakan di tepian Sungai Kapuas dan sudah menjadi tradisi sejak ratusan tahun yang lalu, dentuman meriam yang seirama menjadikan malam takbiran di kota pontianak menjadi gegap gempita. Meriam ini terbuat dari pohon kelapa atau kayu durian. Jadinya sebuah meriam yang panjang dengan silinder yang lebar. Tak lupa rotan digunakan sebagai pengikat meriam.
Bakar Gunung Api di Bengkulu
Tradisi yang dilakukan untuk menyambut hari raya Lebaran ini dilakukan oleh Suku Serawai. Tradisi ini merupakan tradisi turun temurun yang sudah dilakukan beratus tahun. Saat malam takbiran, masyarakat akan menyusun batok kelapa yang disusun layaknya tusuk sate. Batok kelapa kemudian dibakar, sebagai simbol dari ucapan syukur kepada Tuhan dan juga doa untuk arwah keluarga.
Grebeg Syawal di Yogyakarta
Upacara perayaan ini biasanya tak luput dari pemberitaan di media televisi. Acara tersebut merupakan ritual Keraton Yogyakarta yang rutin dilakukan pada Satu Syawal. Upacara tersebut diawali dengan keluarnya Gunungan Lanang yaitu tumpukan dari sayur-sayuran dan hasil bumi lainnya dan dibawa ke Masjid Gede Keraton Ngayogyakarta untuk didoakan. Gunungan tersebut dikawal oleh prajurit keraton. Puncaknya, masyarakat akan memperebutkan hasil bumi di Gunung Lanang yang dipercaya membawa keberuntungan bagi mereka.
Ngejot di Bali
Keindahan toleransi antar masyarakat juga ada di Bali. Nyama Selam yang artinya saudara dari kalangan Muslim, merupakan sebutan khas penduduk Bali yang mayoritas Hindu kepada kerabat sekampung yang beragama Islam. Tradisi yang dilakukan adalah ngejot, yaitu umat Muslim yang merayakan Lebaran memberi hidangan pada tetangga tanpa peduli latar belakang agama. Sebagai balasan, umumnya umat Hindu akan memberi makanan pada tetangganya di Hari Raya Nyepi atau Galungan.
Binarundak di Sulawesi Utara
Makan nasi jaha beramai-ramai dilakukan oleh masyarakat di Motoboi Besar. Bersama-sama mereka membuat nasi jaha yang terbuat dari beras ketan, santan, dan jahe yang kemudian dimasukan bambu berlapis daun pisang, dan dibakar dengan sabut kelapa. Aktivitas membakar bambu tersebut dilakukan di jalan atau lapangan, selesai dibakar seluruh masyarakat makan bersama sambil bersilaturahmi.
Tradisi Pukul Sapu di Maluku Tengah
Warga Desa Morella dan Desa Mamala, Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah selalu berkumpul di halaman Masjid Besar pada hari ketujuh Lebaran. Mereka ingin menyaksikan tradisi Pukul Sapu yang biasanya dilakukan perwakilan kelompok pria dari masing-masing desa Mereka akan saling menyabetkan lidi enau ke badan lawan. Berlangsung selama sekitar 30 menit, sabetan-sabetan lidi itu pun bisa mengakibatkan sobek dan luka berdarah pada kulit. Tradisi tersebut telah berlangsung dari abad XVII yang diciptakan seorang tokoh agama Islam dari Maluku bernama Imam Tuni. Tradisi ini dipertunjukkan sebagai perayaan keberhasilan pembangunan masjid yang selesai dibangun pada 7 syawal setelah Idul Fitri.
Tradisi Batobo di Riau
Lebaran identik dengan mudik. Maka dari itu warga Kampar, Riau, punya tradisi Batobo yang masih dilestarikan hingga sekarang. Saat ada rombongan perantau yang datang ke kampung halaman, akan dilakukan upacara penyambutan dengan cara mengarak pemudik menggunakan rebana menuju tempat buka puasa bersama. Setelah usai acara Batobo, akan dilanjutkan dengan pengajian dan lomba baca Al-qur’an saat malam hari. Acara ini adalah ajang melepas rindu dan momen mempererat silaturahmi dengan keluarga dan tetangga. (Radi Arya Wangsareja)