SuaraKita.org – Unicef baru-baru ini mengungkapkan dalam hasil dari sebuah jajak pendapat bahwa delapan dari sepuluh anak berusia 18 tahun di seluruh dunia terancam mengalami pelecehan seksual atau dijadikan obyek mengambil keuntungan online. Jajak pendapat terhadap komentar seksual yang tidak diinginkan, pelecehan dan intimidasi secara online tersebut dijalankan oleh Ipsos yang mewawancarai lebih dari 10.000 remaja dari 25 negara. Lebih dari separuh responden mengatakan teman-teman mereka berpartisipasi dalam perilaku berisiko saat menggunakan internet.
Direktur Unicef untuk perlindungan anak, Cornelius Williams mengatakan bahwa temuan jajak pendapat tersebut menunjukkan betapa nyata risiko penyalahgunaan online untuk anak perempuan dan anak laki-laki. Ia menambahkan secara global, satu dari tiga pengguna internet adalah anak-anak.
Hal yang lebih merisaukan lagi adalah bahwa meskipun kekerasan dan eksploitasi online adalah realitas dalam kehidupan anak-anak di seluruh dunia, banyak anak tidak memiliki pengetahuan atau sumber daya yang diperlukan untuk cukup melindungi diri mereka sendiri. Untuk itu, keselamatan digital harus dimasukkan dalam kurikulum dan orang tua perlu berbicara dengan anak-anak mereka tentang bagaimana tetap aman ketika online dan apa yang harus dilakukan jika mereka atau teman mereka menemukan diri mereka dalam kesulitan.
Anak-anak berisiko mengalami cyberbullying, sextortion*, dan pelecehan seksual secara online. Sebuah penyelidikan oleh theguardian.com bulan lalu menemukan bahwa puluhan ribu anak-anak di Filipina diyakini menjadi korban pelecehan seksual melalui live streaming, di mana mereka dipaksa melakukan pertunjukan seksual untuk para predator di luar negeri. Pelecehan seksual ini sering dilakukan oleh orang tua mereka sendiri.
Unicef mengatakan pemerintah harus berkoordinasi dengan penegak hukum, sekolah dan penyedia layanan internet untuk lebih melindungi anak-anak dari pelecehan dan eksploitasi seksual online. (R.A.W)
*sextortion sebuah bentuk pemerasan secara seksual, pemerasan yang dilakukan oleh seseorang untuk memaksa korbannya untuk melakukan kehendaknya (biasanya berkaitan dengan seks) melalui penggunaan sejarah perilaku seksual si korban (seperti foto atau video) dengan ancaman akan menyebarkannya
Sumber