Search
Close this search box.

[Liputan] Bincang Tokoh: Bagaimana Keadaan Kelompok Syiah di Indonesia?

Oleh: Wisesa Wirayuda

SuaraKita.org – Ditemani hidangan berbuka puasa, selepas Magrib, Hari Sabtu, 25 Juni 2016 bertempat di sekretariatan Suara Kita, pada acara Bincang Tokoh kali ini kami menghadirkan Emilia Az, seorang aktivis HAM dan juga salah satu tokoh Syiah di Indonesia.

Pada Bincang Tokoh kali ini, Suara Kita ingin mengetahui bagaimana kondisi Syiah di Indonesia saat ini dan bagaimana cara mereka bertahan dari serangan-serangan kelompok intoleran. Mbak Emilia, atau akrab disebut mbak Emil, menceritakan bagaimana kondisi Syiah di Indonesia. Mbak Emil, aktif dalam kegiatan Organization of Ahlulbayt for Social support and Education (OASE).

“Alasan Suara Kita mengundang kelompok Syiah adalah karena LGBT juga sebagai kelompok minoritas seharusnya bisa lebih sensitif terhadap kesulitan kelompok minoritas yang lain. Waktu isu LGBT kemarin naik, ada beberpa kelompok yang ikut mengharamkan LGBT, contohnya Ahmadiyah yang tidak menerima LGBT, namun juga ada LGBT yang tidak menerima Ahmadiyah sebagai salah satu dari bagian Islam. Itu sebenarnya adalah masalah, oleh karena itu di sini lah kita berjmbak, mengobrol, mungkin teman-teman baca sesuatu dan ingin diklarifikasi oleh kelompoknya langsung. Karena jika kita ingin bertanya tentang Syiah, kita harus bertanya kepada Syiah, begitupun jika kita ingin mengetahui tentang LGBT, kita harus bertanya kepada LGBT-nya langsung.” Tutur Moderator sembari membuka acara diskusi.

“Jadi di Syiah kesholehannya itu yang dilihat bukanlah banyaknya sholatnya,  jadi misalkan kalau di Sunni itu dilihat dari rajinnya sholat berjamaah, dzikir bersama. Di Syiah tidak ada. Syiah itu kesholehannya dilihat dari berapa banyak kontribusi dia kepada umat.” Tutur mbak Emil.

Poster Bincang Tokoh Juni 2016“Syiah dan Sunni itu sudah ada sejak zaman Nabi, namun apa yang membedakan? Perbedaannya sebenarnya sangat sederhana, namun menurut saya ini fatal. Di Sunni, Nabi Muhammad tidak berwasiat sebelum dia wafat. Sedangkan di Syiah, Nabi berwasiat. Nah, jadi ini yang menjadi pembeda. Kemudian mengapa mereka tidak menerima bahwa Nabi berwasiat? Karena jika mereka menerima bahwa Nabi berwasiat, maka tidak ada Umar Abu Bakar dan Usman sebagai khalifah. Nabi mengatakan, ‘Jika kamu mengankat aku sebagai Nabi, maka angkat Ali sebagai Nabi’ dan Nabi berkali-kali bicara itu dan peristiwa pengangkatan Imam Ali itu didengar oleh para sahabat Nabi. Namun setelah Nabi wafat, hal ini tidak diakui oleh sebagian besar dari para sahabat Nabi. Sehingga pada saat itu, mereka mengangkat sendiri Umar Abu Bakar dan Usman tanpa kehadiran keluarga Nabi, karena keluarga Nabi sudah tahu bahwa Imam Ali yang diwasiatkan Nabi. Nah, di situlah letak perpecahannya secara resminya. Buat saya, bukan soal benar atau salah, namun setiap orang punya hak. Apapun yang ia yakini, dan tidak ada yang berhak untuk merubah. Jadiini bukan masalah benar atau salah, namun ini masalah Sunni dan Syiah.” Lanjut Mba Emil.

Konsep Jihad dalam Syiah pun berbeda dengan Sunni, “Jihadnya orang Sunni dia membela agamanya, akidah. Sedagkan Syiah, Jihadnya yang nomor satu adalah Jihad melawan diri sendiri, melawan setan yang ada di dalam diri sendiri. Kedua, Iman adalah sesuatu yang tidak bisa diganggu gugat, jadi jika dia Ahmadiyah, meskipun dipaksa bersyahadat, dia tetaplah Ahmadiyah sampai kapanpun. Rukun Iman dalam Sunni adalah rukun iman yang pertama, sedangkan di Syiah, rukun iman yang pertama adalah adil. Pada siapapun, pada apapun. Sehingga jika kamu tidak adil, kamu kafir.”

Di Syiah pun, tidak boleh kita menghukum seseorang dengan keyakinan kita sendiri, “Kita menghukum orang kristen dengan Injil, menghukum orang Hindu dengan kitabnya, menghukum orang Sunni dengan kitab Sunni, menghukum orang Syiah dengan kitab Syiah.” Kata pecinta anjing satu ini.

Bagaimana cara kita melawan fitnah-fitnah yang banyak disebar oleh kelompok intoleran? Mba Emil berbagi tipsnya untuk kita semua, “Pernah suatu ketika saya menemukan sebuah tulisan dengan judul 10 kriteria aliran sesat, aku jawab tulisan itu menggunakan tulisan yang mereka bikin, dan aku buktikan bahwa merekalah yang sesat. Dan bukuku itu menjadi perdebatan di kementrian agama, dantidak ditemukan informasi yang salah di dalamnya, bukuku referensinya kuat. Kemudian setelah itu,  aku bagikan buku itu kepada gereja-gereja dan kelompok lain untuk perlindungan mereka jika nanti diserang oleh kelompok intoleran. Karena nanti mereka diperas, emangnya gereja itu ATM? Jadi, apapun yang dituduhkan pada kalian, tulis, catat, dan bantah itu, supaya jadi sejarah karena kita tidak hidup selamanya.”