Search
Close this search box.

[Kisah] Salman: Anak adalah Nilai yang Layak Diperjuangkan

Oleh: Siti Rubaidah

SuaraKita.org – Hidup sebagai kelompok homoseksual memang tidak mudah. Pandangan masyarakat yang heteronormatif dan menganggap bahwa pasangan sejenis adalah sebuah kesalahan dan tidak lazim hidup dalam masyarakat masih mendominasi. Hal inilah yang seringkali menyebabkan adanya diskriminasi terhadap kelompok LGBT. Akan tetapi, rasa sayang dan cinta yang tulus terhadap sesama pada akhirnya akan mampu menghapus diskriminasi.

Setidaknya, demikian yang menjadi kesimpulan Redaksi SuaraKita.org setelah melakukan wawancara dengan seorang gay bernama Salman yang mempunyai pengalaman luar biasa mengasuh bayi yang di buang di depan rumah keluarganya dalam kondisi kritis dan mengenaskan.

Berikut kami sajikan kisah Salman bersama anaknya Romeo:

“Saat aku sedang mau pentas teater, tiba-tiba mendapat telpon bahwa ada seorang bayi di buang dengan kondisi kritis dan tubuhnya kecil banget. Tetangga tidak ada yang berani mengambil dan mengurus bayi tersebut karena kondisinya yang kritis dan mengenaskan. Demi mendengar berita, sontak saya pulang. Anehnya, ketika saya pegang tangan si bayi, dia seperti tidak mau melepaskan tangan saya,” kenang Salman.

Rasa sayang dan kemanusiaan, mengetuk hati Salman untuk membawa sang bayi ke rumah sakit. Ternyata ada flek di paru-paru bayi yang perlu mendapat perawatan intensif. Setelah kondisinya membaik barulah Salman membawa pulang bayi ke rumahnya. Ia meminta ijin kepada ibunya untuk merawat bayi tersebut sebagai anak. Sang Ibu-pun mengijinkannya.

Dalam mengurus dan merawat bayi, kerepotan layaknya seorang ibu yang habis melahirkan benar-benar dirasakan oleh Salman. Ia harus begadang sampai larut malam demi menjaga dan merawat bayi sampai usia tujuh bulan. Baru setelah bayi berusia tujuh bulan, Salman memutuskan untuk menggunakan jasa pengasuh bayi.

“Sepertinya semua sudah menjadi rencana Tuhan. Sejak usia 23 tahun aku memang sudah komitmen bersama pasanganku untuk mengasuh anak suatu hari nanti. Tiba-tiba saja Tuhan mengirimkan Romeo kepada saya dengan cara yang tak terduga,” tuturnya.

Kecintaannya yang besar kepada anak yang kini diasuhnya membuat Salman merasa perlu mengurus semua keperluan dan surat-surat penting, seperti akte kelahiran, asuransi bahkan pasport yang kelak akan berguna bagi masa depan anak. Dan karena hukum di Indonesia masih sangat diskriminatif bagi kaum LGBT, maka Salman-pun tidak mudah untuk mendapatkan pengakuan hukum sebagai orang tua adopsi bagi Romeo. Perjuangan panjang dan melelahkan telah ditempuh Salman. Dan semua itu telah terbayar karena kini Salman sudah mendapatkan hak adopsi atas Romeo.

Salman menjelaskan bahwa, “Hukum yang berlaku di Indonesia melarang pasangan sejenis mengadopsi anak. Saya pernah membaca aturannya (dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak- red) di mana  disebutkan bahwa syarat bagi calon orang tua harus sudah menikah minimal lima tahun, harus satu agama dengan anak dan calon orang tua angkat bukan merupakan pasangan sejenis.”

Mukjizat datang pada persidangan terakhir. Romeo yang sedang digendong Oma menangis sangat keras. Oma dan pengasuh Romeo berusaha mendiamkan tetapi tangis Romeo tak kunjung reda. Refleks Salman memohon ijin kepada Majelis Hakim untuk keluar dan menggendong Romeo. Sejenak kemudian Romeo-pun diam tak menangis lagi.

Melihat kejadian tersebut hakim luluh dan memberikan hak adopsi atas Romeo kepada Salman. Benar-benar keajaiban itu datangnya dari Romeo sendiri yang membukakan jalannya. Romeo pandai mengetuk hati hakim agar berpihak kepada nasibnya.

“Saya yakin semua tidak ada yang serba kebetulan. Semua sudah merupakan rencana Tuhan, saya yakin banget itu. Banyak sekali kebetulan-kebetulan yang saya temui, misalnya kebetulan bahwa kecilnya Romeo sama banget dengan kecilnya pasangan saya. Sehingga orang sering menyangka Romeo adalah anak pasangan saya. Kebetulan yang lain, saya pernah membuat lukisan bayi sebelum ada Romeo yang ternyata sangat mirip Romeo. Sehingga banyak orang menyangka bahwa  itu lukisan Romeo.”

Tantangan menjadi orang tua memang berat. Saat ini Salman mulai berpikir keras menyiapkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Romeo yang mulai kritis.

Romeo  : “Who is mother?”

Salman : “Kamu lahir dari seorang ibu tapi Papa tidak tahu.”

Romeo  : “Ibu itu siapa sih, mengapa dia membuang aku?”

Salman : “Ibu itu adalah semua perempuan, semua boleh kamu panggil Ibu. Dan kenapa dia dulu membuangmu, saya pikir semua orang punya masalah dan mungkin dengan cara itu Tuhan menitipkan kamu kepada Papa di sini.”

Salman tidak mau Romeo nantinya melihat negatif sosok Ibu dan seorang perempuan di mata anak. Anak harus tetap hormat kepada ibunya.

“Saya tetap akan mensupport anak tetapi dengan cara yang wajar, biar dia tumbuh kembang secara wajar. Tidak harus segalanya kita turuti. Saatnya permintaannya perlu ditolak ya tolak, saatnya kita harus tegas ya tegas, saat harus sedikit marah ya marahilah,” tegas Salman.

Kini Romeo sudah masuk Taman Kanak-Kanak. Salman memilih TK bagi Romeo di Kelas Internasional yang pandangannya tidak mainstream. Mereka bisa menerima Romeo yang berlatar belakang dari keluarga pasangan gay apa adanya. Keluarga teman-teman Romeo yang tahu latar belakang keluarga Romeo-pun tidak merasa keberatan anak-anaknya bermain dengan mereka. Bahkan karena merasa sudah sangat dekat, tak jarang ada teman Romeo yang dititipkan ke rumah Salman tanpa takut bahwa anaknya akan ketularan, dsb.

Dan kelucuanpun terjadi, ketika keluar rumah bersama Romeo memanggil kedua orang tuanya dengan Papa-Papi. Mungkin hal ini aneh dan menjadi pertanyaan banyak orang. Sehingga Salman tetap waspada karena bagaimanapun dia melihat bahwa selama ini homophobia yang ada di masyarakat juga diturunkan ke anak-anaknya. Dan ketika tahu bahwa temannya dari keluarga gay maka akan mendapatkan bullying.

Sebagai seorang seniman yang multi talenta, Salman yang sering gelisah dan mencoba menuangkan kegelisahannya lewat karya. Saat ini Salman sedang menulis novel tentang anaknya dengan Judul ‘Romeo tanpa Juliet’.

“Imaginasi saya ketika dia nanti sudah besar dia pasti akan mencari sosok Juliet. Sosok Juliet itu khan bisa macam-macam. Bisa berbentuk pasangan dan bisa juga berbentuk ibu.  Saya menulis alur cerita novelnya dari  masa dewasa Romeo kemudian baru  flashback ke masa kecilnya. Kini tulisan untuk novelnya sudah 124 halaman. Pengennya sih nanti setebal novel-novelnya Pramudia Ananta Tour.

Salman dan pasangannya yang sudah menjalin hubungan selama 13 tahun kini hidupnya merasa sempurna dengan adanya Romeo diantara mereka.

“Memang dialah jodohku dan aku jodohnya,” kesimpulan Salman.

Menurut Salman, pasangan sesama jenis di luar negeri yang mengadopsi anak, mereka jauh lebih konsern dan lebih baik dalam mendidik. Mereka memikirkan pendidikan dan kesehatan anak. Mereka bahkan tidak menuntut perubahan atas identitas dan orientasi seksual anak. Jadi mereka memperlakukan anak secara natural. Istilahnya, kalau memang bebek ya biarlah menjadi bebek, ketika bebek melihat air akan menceburkan diri, jikalau ayam biarlah menjadi ayam yang berkokok. Begitu pula yang dia lakukan sekarang, tidak ada keinginan Salman untuk mencoba mempengaruhi Romeo agar seperti dirinya. Kalau Romeo akan menjadi hetero ya disupport sebagai hetero. Tidak pernah berharap bahwa Romeo akan menjadi homoseksual juga seperti dirinya.

Anak bagi Salman adalah sebuah nilai perjuangan. Ketika seseorang sudah meraih semua yang diinginkannya, akan muncul pertanyaan baru: apa yang akan menjadi  perjuangan selanjutnya? Sama kondisinya ketika pasangan sudah menjalin hubungan begitu lama, maka akan timbul pertanyaan baru, “What is next?”  Akhirnya, anak adalah sesuatu yang layak untuk diperjuangkan.  Karena tantangannya sangat kompleks, bagaimana mengurusnya, menjadikannya anak yang baik, berguna dan punya masa depan serta bermanfaat untuk orang banyak.

Pembelajaran penting dari Salman yang bisa kita ambil adalah, “Memang mindset masyarakat kita masih memandang bahwa anak adalah yang lahir dari rahim mereka. Tetapi  bagi saya anak adalah pemberian Tuhan. Cara mendapatkannya bisa bermacam-macam, ada yang dari rahim, ada yang dengan cara tidak terduga. Setiap orang tidak pernah bisa memilih dilahirkan di mana, oleh siapa, dibesarkan dengan cara apa, di keluarga apa. Jadi saya anggap Romeo adalah anak yang diberikan oleh Tuhan melalui jalan yang berbeda.”