SIARAN PERS IDAHOT 2016
Darurat Kekerasan Seksual : LGBT Mendukung Penghapusan Kekerasan Seksual Dengan Mendesakkan Pengesahan RUU Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual.
Bersasarkan Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan pada Maret 2016, kekerasan seksual terhadap perempuan menempati urutan dua yaitu; perkosaan 72% (2.399 kasus), pencabulan 18% (601 kasus), dan pelecehan seksual 5% (166 kasus). Sementara total angka kekerasan terhadap perempuan selama 2015 tercatat 322.851 kasus.
Sedangkan untuk kasus kekerasan seksual terhadap anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 2015 mencatat ada sekitar 5.000 kasus kekerasan anak dimana 58% dari jumlah tersebut adalah kekerasan seksual.
Kasus kekerasan seksual ini selain menimpa perempuan dan anak, juga terjadi pada lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) atas dasar orientasi seksual, identitas gender dan ekspresi (SOGIE : Sexual Orientation, Gender Identity, Expression). Data Ardhanary Institute yang dikirimkan kepada Komnas Perempuan, setidaknya ada 37 kasus kekerasan seksual berbasis SOGIE kepada lesbian, biseksual dan transgender female to male (LBT) pada tahun 2014 dan 34 kasus pada tahun 2015. Sedangkan kekerasan seksual terhadap gay dan waria berdasar data Gaya Warna Lentera Indonesia (GWL INA) pada tahun 2015 berjumlah 26 kasus, dan Suara Kita mencatat 1 kasus pada 2016. Jumlah tersebut tentunya jika diakumulasi dari berbagai sumber data organisasi LGBT lainnya di seluruh Indonesia akan sangat tinggi, belum lagi kasus-kasus yang tidak tercatat karena kebanyakan LGBT merasa takut untuk mengadukan kasusnya.
Tingginya angka kekerasan seksual terhadap perempuan, anak dan LGBT menunjukan situasi “DARURAT KEKERASAN SEKSUAL” seperti yang dinyatakan oleh pemerintah1, sehingga penting bagi pemerintah untuk melakukan tindakan nyata dengan memberikan perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual, melakukan pencegahan, memberikan pelayanan terpadu untuk pemulihan, serta memberikan pendidikan publik terkait penghapusan kekerasan seksual.
Untuk itu, dalam memperingati IDAHOT (International Day Against Homophobia – Transpobhia) atau Hari Internasional Melawan Homofobia dan Transfobia, yang jatuh pada tanggal 17 Mei, maka Gerakan Keberagaman Seksualitas Indonesia (GKSI) mendesak Pemerintah untuk :
- Mendesak DPR RI untuk menjadikan RUU tentang Kekerasan Seksual sebagai prioritas 2016 dengan melibatkan masyarakat sipil secara terbuka dan mendorong Presiden untuk segera mengesahkan RUU tentang Kekerasan seksual
- Mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan segera melakukan reformasi pendidikan nasional yang lebih mengarah pada konsep pendidikan adil gender dan anti kekerasan dengan melakukan perombakan kurikulum pendidikan yang mengakomodasi pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas yang komprehensif.
- Menyelesaikan masalah kekerasan seksual dengan penghukuman seberat-beratnya dengan tetap mendasarkan pada penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).
- Menyerukan kepada siapapun dan dimanapun untuk membangun solidaritas perlawanan terhadap kekerasan seksual.
- Memberikan jaminan perlindungan terhadap LGBTIQ dari diskriminasi dan kekerasan termasuk kekerasan seksual berbasis SOGIE.
Jakarta, 18 Mei 2016
Narahubung;
Tyas (Perempuan Mahardhika); 082353410692
Ino Shean (Ardhanary Institute); 087883731941
Teguh Iman (Suara Kita); 081297592969
Slamet (GWL-INA); 08156705508
Gerakan Keberagaman Seksualitas Indonesia (GKSI) adalah gabungan kelompok masyarakat sipil yang terdiri dari Ardhanary Institute, GWL INA, Perempuan Mahardika dan Suara Kita.